“Professor… cium aku lagi,” ucap Hanna lirih, suaranya seperti anak kecil yang belum tahu arti permintaannya sendiri. Liam menatapnya lama, diam-diam membaca setiap ekspresi di wajah gadis itu. Setiap responnya, setiap napas, ia catat di benaknya. Semua ini penting—bukan hanya untuk memahami kondisi Hanna, tapi juga untuk membuktikan bahwa serum yang disuntikkan padanya bukan sesuatu yang bisa dianggap sepele. Hanna menatapnya polos, seolah lupa pada jarak dan dosa yang dulu sempat membatasi mereka. Liam menghela napas pelan, lalu menunduk sedikit. “Baiklah,” katanya lembut. Kecupan singkat mendarat di bibir Hanna. Ringan, nyaris seperti bayangan. Namun Hanna cemberut, matanya memohon lebih. Liam hanya tersenyum, jemarinya menyibak rambut halus di pelipis Hanna. “Kita pelan-pelan saja,” katanya. “Tubuhmu masih menyesuaikan diri.” Hanna menunduk, pipinya memanas, tapi tak melepaskan genggamannya di lengan Liam. “Professor,” ucapnya pelan, “kenapa jantungku berdebar setiap dekat
Terakhir Diperbarui : 2025-10-12 Baca selengkapnya