(Dimohon untuk bijak dalam membaca! Cerita ini mengandung unsur 21+) Aku terbangun sambil merengganggkan otot-ototku. Entah kenapa tubuhku terasa lemas sekali, tidak biasanya aku bagun-bangun begini. Saat aku menoleh ke samping, aku terkejut ketika mendapati seorang lelaki sedang tertidur di sebelahku dengan bertelanjang dada. Bagian bawahnya ditutupi selimut. OH MY GOD! Dia kan Bimo! Tetanggaku yang ganteng dan seksi itu? Kenapa aku tidur dengannya? Dia kan sudah punya istri? Aku pun membuka selimutku, ternyata aku tidak mengenakan sehelai benang pun. ASTAGAAA! Apa yang kulakukan dengannya? Saat aku mengitari sekeliling kamar, aku baru sadar kalau ini bukan kamarku. TIDAAAK! Kenapa aku bisa di sini? Kemana istrinya? Aku melihat ada pakaian perempuan yang berserak di atas lantai, segera aku turun dari atas kasur dengan hati-hati lalu buru-buru meraih pakaian di atas lantai dan buru-buru memakainya dengan hati-hati. Aku harus segera kabur dari sini sebelum istrinya melihatku di sini. Setelah aku selesai memakai pakaian itu, tak sengaja kulihat tubuhku di cermin. Aku terbelalak saat melihat tubuhku berubah menjadi istri Bimo yang masih terlelap. Kenapa aku begini? Apakah jiwaku tertukar? Jika benar, di mana tubuhku sekarang? Apakah jiwa asli yang ada dalam tubuh ini telah bersemayam di tubuh asliku? Kenapa ini bisa terjadi? Tapi entah kenapa aku senang. Senang karena pria yang sedang tertidur ngorok itu adalah seseorang yang diam-diam aku cintai dan aku impikan selama ini. Selama ini aku menyimpan perasaanku dalam-dalam karena sadar Bimo sudah punya istri. Tapi sekarang? Apakah ini keajaiban? OH! TIDAK!!!
Lihat lebih banyakAku terbangun sambil merengganggkan otot-ototku. Entah kenapa tubuhku terasa lemas sekali, tidak biasanya aku bagun-bangun begini. Saat aku menoleh ke samping, aku terkejut ketika mendapati seorang lelaki sedang tertidur di sebelahku dengan bertelanjang dada. Bagian bawahnya ditutupi selimut.
OH MY GOD! Dia kan Bimo! Tetanggaku yang ganteng dan seksi itu? Kenapa aku tidur dengannya? Dia kan sudah punya istri?
Aku pun membuka selimutku, ternyata aku tidak mengenakan sehelai benang pun. ASTAGAAA! Apa yang kulakukan dengannya? Saat aku mengitari sekeliling kamar, aku baru sadar kalau ini bukan kamarku. TIDAAAK! Kenapa aku bisa di sini? Kemana istrinya?
Aku melihat ada pakaian perempuan yang berserak di atas lantai, segera aku turun dari atas kasur dengan hati-hati lalu buru-buru meraih pakaian di atas lantai dan buru-buru memakainya dengan hati-hati. Aku harus segera kabur dari sini sebelum istrinya melihatku di sini.
Setelah aku selesai memakai pakaian itu, tak sengaja kulihat tubuhku di cermin. Aku terbelalak saat melihat tubuhku berubah menjadi istri Bimo yang masih terlelap. Kenapa aku begini? Apakah jiwaku tertukar? Jika benar, di mana tubuhku sekarang? Apakah jiwa asli yang ada dalam tubuh ini telah bersemayam di tubuh asliku? Kenapa ini bisa terjadi?
Tapi entah kenapa aku senang. Senang karena pria yang sedang tertidur ngorok itu adalah seseorang yang diam-diam aku cintai dan aku impikan selama ini. Selama ini aku menyimpan perasaanku dalam-dalam karena sadar Bimo sudah punya istri. Tapi sekarang? Apakah ini keajaiban? OH! TIDAK!!!
***
Sejak aku bercerai dengan suamiku. Aku pindah ke tempat ini. Sebuah perumahan yang sederhana yang terletak di kawasan Sentul Bogor. Ternyata bercerai bukan hal mudah, aku hidup sendirian dan harus mencari nafkah sendiri. Untung aku belum memiliki anak dengan mantan suamiku. Jika sudah, aku pasti akan lebih kesusahan mengurusnya tanpa ayah.
Penderitaanku semakin lengkap saat sering mendengar suara pertengkaran antara suami istri di sebelah rumahku. Padahal suaminya tampan dan rajin bekerja, harusnya dia sebagai istri mestinya bersyukur memilikinya, tidak diajak ribut melulu. Ya, kudengar yang selalu mengajak ribut adalah istrinya.
Andai aku dulu tidak salah memilih suami. Mungkin aku akan bahagia, tidak akan terjadi perceraian seperti yang aku alami sekarang. Suamiku pemalas. Dia sering mabuk-mabukkan dan selingkuh dengan perempuan lain. Makanya aku meminta diceraikan saja.
Namaku Indah Pratiwi. Umurku saat ini 27 tahun. Rambutku panjang, kulitku putih. Jika kalian pikir aku ini seperti ibu-ibu muda, kalian salah. Malah dikantor tidak ada yang percaya kalau aku pernah menikah. Dulu aku menikah di umur 25 tahun. Sekarang aku bekerja sebagai sekretaris di perusahaan ternama di Jakarta. Tinggal di perumahan ini sebenarnya cukup menyusahkan, karena jarak ke kantor dari sini lumayan jauh. Beruntung aku memiliki mobil sendiri, jadinya meski jauh, aku bisa melewati jalan tol setiap harinya.
Begini ceritaku dimulai.
Suatu pagi, kudapati ban mobilku pecah saat hendak pergi bekerja. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba ban mobilku pecah. Mungkin karena diparkir di depan rumah hingga ada yang iseng memecahkannya. Atau memang dari kemarin pas pulang kerja, aku tidak menyadari kalau ban mobilku sudah pecah. Mungkin terkena paku. Entahlah.
Seorang pria dewasa berumur 35 tahun lewat di depan rumah. Melihat aku kesusahan mengganti ban serap, dia menghampiriku.
"Perlu bantuan?" katanya sambil tersenyum.
Aku terkejut sekaligus terpana dengan wajah tampannya. Rambutnya cepak, tubuhnya tinggi, lengannya sedikit berotot. Kulitnya agak sawo matang. Ukuran tubuhnya proposional. Tidak kurus dan tidak gemuk. Sekali orang melihatnya pasti mengira dia seorang tentara yang manis. Aku pun dengan senang hati dibantu olehnya. Dia pun membantuku mengganti ban serap mobilku dengan sempurna.
"Baru pindah ke sini?" tanya pria itu menyelidik.
"Iya," jawabku.
"Perkenalkan, saya Bimo. Tetangga sebelah," ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Ternyata dia tetangga sebelahku. Mungkin karena terlalu sibuk bekerja, aku tidak tahu siapa-siapa tetanggaku. Padahal sudah mau seminggu aku tinggal di sini. Aku pun menjabat tangannya. Sepertinya dia masih single. Karena tiap kali melihat rumahnya selalu sepi. Mungkin dia tinggal sendirian. Aku dengan semangat mengenalkan diri padanya.
"Panggil aku, Indah." jawabku.
Dia tersenyum. Senyumnya menawan sekali. Meluluhkan pertahanku yang hampir tidak percaya lagi dengan seorang lelaki.
"Ya sudah, saya pulang dulu," ucapnya lalu pergi ke arah rumahnya. Aku pun langsung naik ke mobil dengan senyum-senyum sendiri. Lalu kulajukan mobilku menuju tempat kerjaku di Jakarta. Saat mobilku melintasi jalanan tol, aku masih senyum-senyum sendiri, rasanya seperti kembali pada masa-masa SMA dulu, saat dimana kita baru mengenal seseorang dan langsung suka padanya pada pandangan pertama. Cinta monyet.
Akan tetapi pada malam harinya, saat aku pulang bekerja dan baru tiba di depan rumah dengan mobilku, kudengar ada teriakan pertengkaran di rumah Mas Bimo. Mobil sudah kuparkirkan di depan rumah. Anehnya aku diam saja di dalam mobil, belum mau turun karena ingin mendengar suara pertengkaran itu . Aku pun berusaha untuk mencuri dengar sebisanya.
"Aku mau pulang kampung aja! Balikin aku ke kampung sekarang!" teriak suara seorang perempuan yang terdengar jelas ditelingaku.
Aku yang masih berada di dalam mobil mendengarnya dengan penasaran.
"Sabar, sayang! Sabar! Kita kumpulin duit dulu biar punya modal buat usaha di kampung halaman!" teriak Mas Bimo pada istrinya.
"Sayang?" pikirku.
Aku terbelalak mendengarnya. Kupikir Mas Bimo masih single, tapi ternyata dia sudah punya seorang istri. Aku benar-benar kecewa mendengarnya.
Aku pun langsung keluar dari mobil, menguncinya lalu masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah kututup telingaku dengan earphone besar agar keributan mereka tak menggangguku. Aku malas mendengarnya lagi setelah aku tahu kalau perempuan yang berteriak pada Mas Bimo itu adalah istrinya.
Rupanya Mas Bimo sudah punya istri. Aku pikir dia masih sendiri. Karena selama pindah ke sini aku tidak pernah melihat istrinya sama sekali. Mungkin dia jarang keluar rumah atau akunya tak punya kesempatan untuk melihatnya karena sibuk bekerja. Jujur aku kecewa karena itu. Aku sudah terlanjur suka pada pandangan pertama sejak dia membantuku memasangkan ban mobil tadi pagi. Ternyata lelaki itu tidak pantas aku cintai.
"Sudahlah, lupakan saja," pikirku.
Besok paginya, aku terbangun dengan tubuh yang lemah, kuperiksa keningku, ternyata suhu tubuhku cukup panas. Rupanya aku demam. Aku pun bergegas menelepon bos di kantor untu izin tidak masuk bekerja dulu. Aku beranjak dari kasur dan langsung memeriksa obat di kotak obat, tak kutemukan obat demam di sana. Akhirnya aku bergegas keluar rumah, mencari warung terdekat untuk membeli obat. Aku tak boleh sakit. Tinggal sendirian akan susah jika sakitku parah.
Saat aku pulang dari warung sehabis membeli obat, ku lihat Mas Bimo sedang naik motor hendak berangkat kerja. dia menggunakan kemeja dan celana dasar, lengkap dengan tas hitam yang disandangnya. Dia hendak melintasiku lalu berhenti di dekatku. Aku heran.
"Nggak kerja?" tanya dia padaku dengan senyumnya yang menawan.
"Hari ini izin dulu, lagi nggak enak badan," jawabku sedikit ketus.
Mas Bimo tampak heran melihat sikapku yang berubah padanya.
"Kalo ada apa-apa, panggil istriku saja," tawarnya padaku dengan nada heran. Mungkin dia tak ingin menelisik lebih dalam lagi soal keketusanku. Karena bagaimana pun kami belum dekat.
"Iya, makasih," ucapku datar.
Mas Bimo lalu pamit berangkat kerja. Aku tidak tahu dia bekerja di mana. Sesaat aku merasa salah tingkah sendiri, merasa menyesal sudah bersikap ketus padanya. Entah kenapa aku senang dengan perhatiannya. Rasa benciku yang dimulai dari semalam mendadak hilang. Dia lelaki yang baik hati. Tapi aku heran, kenapa istrinya sering memarahinya?
Saat hari sudah menjelang siang, aku pergi ke teras untuk duduk-duduk di sana. Kupikir jika sedang dalam kondisi tidak sehat begini, aku harus banyak bergerak, jangan di atas kasur terus. Itu malah akan membuat sakitku bertambah. Saat aku hendak keluar, di kaca jendela depan rumahku, kulihat seorang lelaki brondong keluar dari rumah Mas Bimo. Wajahnya cukup tampan dengan potongan rambut agak gondrong. Tubuhnya agak kurus dan tinggi. Kulitnya putih. Tak lama kemudian istri Mas Bimo ikut keluar. Ternyata istri Mas Bimo sangat cantik. Tubuhnya langsing. Rambutnya panjang, kulitnya putih mulus, tampak seperti sering perawatan ke salon. Lalu sesaat kemudian kulihat lelaki berondong itu mencium kening istri Mas Bimo dengan hangat kemudian bicara padanya. Aku terbelalak.
"Makasih ya, sayang. Aku pulang dulu. Pokoknya jangan kasih suamimu jatah lagi. Awas kalo kasih dia jatah agi."
Aku tercengang melihat itu. Jatah? Apa yang dilakukan oleh mereka? Apakah istri Mas Bimo selingkuh?
"Iya tenang aja. aku udah cari-cari cara kok biar dia menceraikan aku," ucap Istri Mas Bimo pada lelaki berondong itu.
Aku benar-benar terkejut mendengar itu. Sesaat kemudian istri Mas Bimo melihatku. Dia tampak kesal kepadaku.
"He! lo ngapain ngintipin kita?"
Dia menarik tangan lelaki berondong itu menuju rumahku. Aku takut dan buru-buru mengunci pintu rumahku dari dalam. Apa mereka akan mengancamku untuk tidak memberitahu Mas Bimo atas apa yang sudah aku lihat dan dengar? Entahlah...
Tak berapa lama kemudian pintu rumahku digedor-gedor paksa.
"Buka! Buka!" teriak lelaki berondong itu padaku.
Di perumahan ini memang banyak rumah kosong. Di blok kami ini hanya ada dua rumah yang terisi, rumahku dan rumah Mas Bimo.
"Buka! Buka pintunya!" teriak lelaki berondong itu dari luar padaku.
Aku ketakutan.
"Heh! Buka pintunya!"
Kali ini suara istri Mas Bimo yang terdengar. Apa yang harus aku lakukan. Aku pun segera meraih handphoneku dan ingin menelepon polisi, tapi di luar sepertinya pintu rumah sudah di dobrak. Istri Mas Bimo dan lelaki berondong itu tiba-tiba muncul di hadapanku dengan wajah marah.
"Tadi ngapain lo ngintip?" tanya istri Mas Bimo dengan kencang.
"Maaf, tadi aku tidak sengaja liat," ucapku membela diri.
"Kayaknya dia nggak bisa dipercaya deh, yang." ucap lelaki brondong itu memanasi istri Mas Bimo.
Istri Mas Bimo menjambak rambutku lalu mendorong kepalaku ke dinding. Aku pun terduduk di lantai dengan kepala berkunang-kunang. Sakit sekali rasanya.
"Awas kalo kamu kasih tahu suamiku!"
Lelaki berondong itu menarik istri Mas Bimo dengan khawatir,"udah sayang, udah!"
"Nggak bisa!" ucap istri Mas Bimo dengan emosinya.
"Nanti kalo dia kenapa-napa bisa bahaya!" Lelaki berondong itu semakin khawatir.
Aku masih lemas, menahan sakit di kepala.
"Lebih bahaya lagi kalo suamiku tahu tentang perselingkuhan kita?" ucap istri Mas Bimo.
Aku makin lemah tak berdaya. Istri Mas Bimo mendekat lagi padaku, hendak mencelakaiku lagi, tanpa pikir panjang, dengan sisa tenaga yang kupunya, ku tendang kakinya hingga istri Mas Bimo tersungkur ke lantai dan kepalanya mengenai lantai.
"Sayang!" teriak lelaki berondong itu pada istri Mas Bimo yang begitu khawatirnya.
Setelah itu aku pingsan.
“Apa harus aku lakukan ketika menghadapnya?” tanyaku. “Kau akan mendapatkan kekuatan yang luar bisa. Kau akan mengurus mereka-mereka yang menjadi pengikut setia Tuan Raja di alammu. Kau akan menjadi dukun yang sangat sakti,” ucapnya. “Apa yang harus aku lakukan jika aku menjadi dukun sakti?” tanyaku penasaran. “Nanti kau akan tahu sendiri jika sudah menghadap Tuan Raja,” ucapnya. Lalu kuda yang membawa kereta kencana yang kunaiki perlahan mendekati sebuah gerbang istana. Di sana kulihat banyak pengawal seram yang menjaga gerbang itu. Pengawal itu langsung membuka gerbang istana untuk kami. Kami pun masuk ke dalam gerbang itu. Kulihat istananya begitu megah terbuat dari batu. Aku seperti melihat banyak candi di sana. Peri-peri kulihat beterbangan di atasnya. Tak lama kemudian kuda itu berhenti. “Turunlah dan masuklah ke dalam istana itu,” pinta perempuan yang sangat meny
Saat Mobil itu melaju kencang di jalanan. Kulihat Mas Bimo menangis. Aku ikut menangis melihatnya.“Terima kasih, Mas. Terima kasih kamu masih setia sama aku,” ucapku.Sekarang aku benar-benar yakin kalau Mas Bimo memang sangat mencintaiku. Lelaki mana yang masih setia pada istrinya yang sudah gila dan akan menunggunya sampai sembuh, meski tak ada yang tahu apakah istrinya itu benar-benar bisa sembuh atau tidak?Mobil yang kami naiki tiba-tiba berhenti di depan rumahku. Aku heran kenapa Mas Bimo ke sini. Aku pun turun bersama Mas Bimo lalu masuk ke dalam rumah. Papah dan Mamahku menyambut Mas Bimo dengan hangat. Aku kembali menangis melihat mereka. Mereka pasti sangat sedih melihatku kini sudah gila.“Apapun yang terjadi, aku akan tetap cinta sama Indah, Mah, Pah,” ucap Mas Bimo pada mereka.Mamah dan Papah menangis mendengarnya.&ldqu
Tak lama kemudian, tubuhku keluar bersama tiga perawat itu dari dalam ruangan itu. Dia tampak diam dengan tatap kosong. Dia juga tidak bisa melihat kehadiranku. Lalu tubuhku dibawa kembali oleh mereka ke ruangan tempat tubuhku tadi. Ketika kami sudah sampai di sana, kulihat Mas Bimo datang membawa makanan, mendekati tubuhku yang tersenyum-senyum sendiri.“Itu siapa?” tanya arwah perempuan itu padaku.“Itu suamiku,” jawabku.Arwah perempuan itu tampak heran.“Suamimu tampan!” pujinya.Mas Bimo duduk di dekat tubuhku.“Sayang, ini aku bawain kamu makanan. Kamu makan ya?” pinta Mas Bimo pada tubuhku.Aku menangis haru melihat itu. Rupanya Mas Bimo masih sayang padaku meski tubuhku sekarang sudah sudah gila.Tubuhku melihat ke arah Mas Bimo dengan marah.
Bus yang aku naiki tiba di sebuah halte dekat apartemenku. Aku turun dari sana. Tak ada satupun manusia yang bisa melihatku. Aku pun memasuki lobby apartemen dan berdiri di depan lift, menunggu mereka yang naik ke lantai yang sama dengan apartemenku. Saat ada dua sepasang kekasih memencet lantai yang sama dengan apartemenku, aku buru-buru masuk ke dalam. Dua sepasang kekasih itu saling melihat.“Kok aku merinding ya, yang?” tanya perempuan itu pada lelakinya.“Aku juga sama, kayaknya emang angker apartemen ini,” jawabnya.Aku diam saja. Aku tak peduli obrolan mereka. Saat pintu lift itu terbuka. Aku ikut keluar dan segera menembus pintu apartemenku. Aku mencari-cari Mas Bimo di dalam sana. Di dua kamar yang aku masuki aku tak menemukan Mas Bimo. Tiba-tiba aku mendengar kucuran air di dalam kamar mandi. Aku masuk ke dalam sana. Aku menangis saat mendapati Mas Bimo sedang telanjang menyandar di dind
Aku mengangguk. Ya, aku tak tahu sudah berapa lama aku di sana. Setipa kali pintu sering terbuka dan dua lelaki seram datang menyuruh kami kerja paksa untuk membangun istana mereka. Entah sudah berapa bulan lamanya hingga tubuhku sangat kurus dan rambutku terlihat acak-acakan. Tapi suatu hari, keajaiban datang. Kudengar di luar sana seperti terjadi peperangan. Lelaki itu berdiri dengan senang.“Mereka sudah datang!” ucapnya.Aku pun berdiri. Kami menempelkan telinga ke arah pintu gua yang tertutup. Sekarang terdengar jelas suara pedang yang beradu dan suara teriakan kesakitan. Tak lama kemudian, pintu gua terbuka. Benar saja, makhluk berjubah putih yang bercahaya terang itu masuk ke dalam gua dan menyuruh kami keluar dari sana. Aku dan lelaki itu pun keluar. Di depan gua, kulihat banyak sekali makhluk-makhluk yang menyeramkan terkapar di atas tanah dengan bersimbah darah. Burung-burung besar dan bersayap itu berdatangan. Mereka m
Aku pun terpaksa bersimpuh di hadapannya.“Tolong aku! Aku janji akan membantumu asal kembalikan aku ke tubuhku!” pintaku lagi.Makhluk seram itu tidak menggubrisku. Dia melihat ke dua lelaki seram yang berdiri di belakangku.“Kurung dia sekarang juga!” pintanya pada mereka.Akupun di tarik oleh dua lelaki yang menyeramkan itu.“Tolong! Aku janji akan menuruti kemauanmu! Aku janji tak akan berniat lagi untuk mengeluarkan ilmuku! Jangan kurung aku!” isakku.Makhluk menyeramkan dan memiliki dua tanduk itu tak menggubris permohanku. Dua lelaki itu terus saja menyeretku, lalu aku dimasukkan ke dalam gua yang sempit dan berpintu.“Keluarkan aku! Aku mau kembali ke tubuhku! Jangan kurung aku!” teriakku sambil terisak. Aku pun teruduk menyandar di dinding gua. Aku tak menyangka kalau akhirnya nasib
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen