Aira tidak pernah menduga hal ini! Kebaikan dan pertolongan yang diberikan pada dua keponakan sang suami ternyata malah mendatangkan banyak masalah di kemudian hari. Di rumah, para keponakannya itu berlaku seenaknya dan di luar ... mereka bertingkah SOK KAYA! Namun, uang dari mana yang mereka pakai untuk foya-foya? Mas Alif, suaminya, bahkan ingin mengusir keduanya jika tak dicegah Aira .... Ikuti dan pantau terus bagaimana Aira menghadapi dua keponakannya di sini!
Lihat lebih banyakSetelah aku meneguk sebuah minuman berisi jus itu, entah mengapa aku menjadi sedikit pusing. Batin Ayumi sembari memegang kepalanya. Seperkian detik berikutnya, gadis itu ambruk di atas ranjangnya.
"Mama, kita berhasil yeay. Dia mulai detik ini tak akan mampu lagi mendekati Steven lagi, Ma," kata Miranda dengan senyum yang licik.
"Tentu saja Sayang. Mulai detik ini, kau bisa mendekati Steven lagi. Sekarang waktunya kita bergegas. Sebelum ayahnya sadar dengan apa yang kita lakukan!" sahut Kiranti, mama tiri Ayumi.
Kini keduanya melancarkan aksinya. Rencana yang sudah lama mereka susun. Dimana hal itu tentu saja untuk merusak reputasi dan kehormatan Ayumi. Hanya untuk kekayaan, mereka berdua dengan tega menjebak Ayumi dan melemparkannya ke ranjng seorang pria.
Di sebuah hotel bintang lima di London. Miranda dan Kiranti memapah tubuh Ayumi yang tak sadarkan diri itu menuju sebuah kamar yang menjadi sasaran mereka. Dengar-dengar dari rumor yang mereka berdua dengar, pimpinn dari grup yang merupakan seorang pria tua dan sangat membenci wanita yang menggodanya. Bukankah hal ini cukup baik dengan melemparkan Ayumi ke ranjangnya? Gadis itu bisa dipastikan akan dibuang ke jalanan dan semua reputasi baiknya akan hancur dalam hitungan detik.
Setelah menemukan kamar yang menjadi sasaran kedua wanita jahat itu, keduanya segera melemparkan tubuh Ayumi dengan kasar dan segera menutup kembali pintu yang mereka buka. Selanjutnya, keduanya segera pergi meninggalkan ruangan itu. Tentu saja para penjaga tak curiga. Karena keduanya mengatakan jika Ayumi adalah gadis yang diinginkan oleh tuan mereka. Sedangkan seorang pria yang telah menemukan tubuh Ayumi, menatapnya nyalang dan penuh emosi. Saat hendak menyeret tubuh gadis itu, entah mengapa lelaki itu sedikit tertarik dengan gadis yang membuatnya tak perlu berfikir dua kali untuk menyentuh seorang gadis.
"Heh ... kau sepertinya sangat menarik. Tubuhku tidak menolakmu sama sekali? Baiklah, sepertinya kau telah melemparkan tubuhmu dengab suka rela ke ranjangku. Kalau begitu aku tak akan sungkan lagi."
Smith segera membaringkan tubuh Ayumi dengan perlahan diatas kasur king size miliknya. Sesekali Smith meneguk salivanya saat melihat dua gundukan yang begitu menggairahkan di depan matanya. Sebelumnya, tak pernah dirinya merasa tertarik dengan gadis manapun. Dan hari inu, adalah hal bersejarah dalam hidupnya. Meskipun gadis itu terasa asing baginya, Smith seakan candu untuk segera melahap tubuh gadis itu.
"Kau hanya gadis kecil, dengan pakaian lengirie yang menggugah hasratku ini kau benar-benar membuatku tak sabar untuk memakanmu. Sepertinya besok pagi kau akan merasakan encok di pinggangmu. Ayo, aku akan memuaskanmu."
Smith membuka paha mulus itu. Kemudian dia tersenyum melihat pemandangan yang indah itu, Smith meraba daerah ke wanitan gadis asing yang tidak berbulu itu. Dengan jari tengahnya sambil memperhatikan milik gadis itu yang masih berwarna merah delima itu. Smith tidak sabar lagi lalu dia menerjang milik gadis asing itu yang sudah mulai basah dengan ujung lidahnya.
Smithpun memainkan lidah di daging kecil yang berbentuk kacang itu dengan lembut. Ayumi berusah menahan kenikmatan itu dan mencoba menggerakkan pinggangnya agar Smith terhenti. Tapi Smith menahan kedua paha Ayumi dan kembali memainkan lidahnya di milik Ayumi yang sudah basah itu.
Pada akhirnya Smith tak sabar untuk menerjang gadis yang tak sadarkan diri itu. Smith mengelus miliknya dan berusaha memasukkan miliknya kelubang kenikmatan milik Ayumi yang telah basah.
"Ah." Desah Ayumi yang masih dengan kedua mata tertutup rapat.
"Sempit? Wah kau masih perawan rupanya." Senyum licik itu dengan jelas bertengger di bibir Smith.
Smithpun menghajar tanpa ampun tubuh mungil dibawah kungkungannya itu. Kenikmatan dari mimahkota milik Ayumi benar-benar membuatnya gila. Seakan tak ingin kehilangan satu momenpun, Smith terus menjelajahi setiap inchi tubuh Ayumi yang membuatnya seakan terbakar. Terus memompa dan memberikan tanda kepemilikan sebanyak apapun! Ya, inilah surga dunia yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya.
Tanpa disadari, Smith telah memompa tubuh mungil itu hingga jam 3 pagi dini hari. Sungguh, gadis itu membuatnya gila. Setelah Smith mencapai puncak kenikmatan dari olahraga malamnya, lelaki itu segera membaringkan tubuhnya yang penuh dengan keringat di samping tubuh Ayumi yang polos.
"Gadis mungil, siapa namamu? Kau satu-satunya gadis yang membuatku bergairah sepanjang aku berumur 28 tahun. Besok aku akan mencari tahu dirimu. Akan kujadikan kau milikku satu-satunya. Karena hanya kau yang membuatku merasakan kenikmatan tanpa aku harus merasa jijik terhadapmu. Seharusnya kau bersedia hidup denganku, karena akulah yang merenggut keperawananmu." Satu kecupan mendarat di kening Ayumi. Setelahnya, Smithpun tertidur karena kelelahan usai menggarap tubuh Ayumi.
Sang fajar mulai menampakkan sinarnya. Dari balik celah-celah jendela kamar hotel itu cahaya mentari mulai mengusik seorang gadis yang tengah tertidur. Kedua kelopak mata Ayumi bergerak perlahan dan seketika melebar sempurna saat dirinya menyadari situasi akamr itu bukan kamarnya.
"Ah, dimana aku? Uuuh, sakit. Mengapa bagian intiku sakit? Bahkan pinggangku terasa sangat lelah." Ayumu segera mengedarkan pandangannya. Hingga pandangannya menangkap seorang lelaki tampan tanpa sehelai benangpun dibalik selimut yang sama dengannya. "Astaga! Aku telah dijebak oleh Miranda dan mamanya! Ja-jadi sekarang aku ... telah kehilangan keperawananku?"
Luruh sudah air mataku menganak sungai di kedua pipiku. Kehilangan mahkota berharga dari seorang gadis, Ayumi merasa dirinya sangat kotor. Dengan kekecewaan dan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya, Ayumi segera bangkit dan mengenakan pakaiannya kembali.
"Tuan yang asing. Kau sudah merenggut kesucianku. Tapi tenang saja, aku tak akan meminta pertanggung jawabanmu. Yang jelas aku harus mencari perhitungan dengan Miranda dan wanita jalang itu yang telah menjebakku. Permisi tuan asing. Maaf, kita adalah dua orang yang tak saling mengenal dan aku harap kedepannya kita tidak akan saling bertemu."
Ayumi segera beranjak meninggalkan kamar hotel itu. Melangkahkan kakinya mantap untuk segera meluapkan emosinya kepada dua orang wanita yang keji itu. Tunggu kalian berdua. Lihat saja aku akan membalaskan hal ini. Rutuk Ayumi dalam hati.
****
Tepat pukul 8 pagi, Smith terbangun dari tidurnya. Lelaki itu terlonjak kaget saat mendapati sosok gadis di ranjangnya raib. Segera lelaki itu menyambar handuk miliknya dan mengikatkannya dipinggangnya. Dengan penuh emosi Smith membuka pintu dengan kasarnya. Membuat para bawahannya terkesiap kaget.
"Apa saja yang kalian kerjakan? Dimana gadis itu? Mengapa kalian bisa membiarkannya pergi?" tanya Smith dengan bersungut-sungut kesal.
"Ma-maaf Tuan. Kami pikir anda sudah memberikannya izin untuknya pergi." Para bodyguard itu menundukkan kepalanya takut-takut. Melihat kemarahan dari kedua netra mata milik Smith.
"Konyol! Segera cari gadis itu kemanapun dia pergi! Atau aku akan membuat kalian semua berakhir di tanganku!"
"Harusnya langsung rumah sakit jiwa saja," ujar Alif datar. Semua yang ada di ruangan itu terlihat membolakan matanya, tanpa terkecuali Aira."Apa? Rumah Sakit Jiwa? Apa tidak bisa di tempat lain gitu, Mas? Misalnya di Panti Rehabilitasi dulu? Kok langsung ke ...." Serentetan pertanyaan dan kecemasan Aira ungkapkan kepada suaminya itu. Terlihat sekali wanita dengan wajah kalem itu mengkhawatirkan beberapa hal. Alif menanggapi kecemasan istrinya dengan senyuman, lelaki itu terlihat begitu datar menanggapi pertanyaan Aira."Semuanya juga belum pasti, Dek. Tapi tidak menutup kemungkinan demikian. Nanti setelah ditangani Dokter Heru, baru dapat kepastiannya bagaimana.""Kalau begitu, sekarang saja Mas yang hubungi Dokter Heru. Aku juga ingin tahu, bagaiamana tanggapan beliau.""Baiklah ....."Tak lama kemudian terlihat Alif sudah menghubungi dokter Heru, dokter kenalannya yang kebetulan memiliki background sebagai dokter syaraf.●Selepas Subuh, Aira bersama suaminya menuju klinik Dok
"Jadi bagaimana, Ra?" tanya Murni tanpa malu.Aira tampak masih bergeming, sementara raut wajah Alif kini memerah. Lelaki dengan wajah tampan itu, tiba-tiba berdiri di hadapan kedua tamunya."Silakan kalian keluar dari rumah ini! Pintunya ada di sana, jangan pernah kembali ke sini lagi!" tegas Alif sambil menudingkan telunjuknya ke arah pintu keluar.Sesaat kedua tamunya terkesiap, tak menyangka reaksi yang akan mereka hadapi bisa seperti ini. Ikhsan tampak terlihat geram melihat ulah Murni. Tangannya terlihat mengepal seakan ingin meninju mulut lancang wanita berbibir tebal itu."Ma-maaf Lif, kalau ucapan istriku yang tak tahu diri ini membuat kalian tersinggung. Terima kasih sudah membantu kami sebelumnya. Masalah yang tadi diomongkan Murni, tolong abaikan saja. Saya mohon dengan sangat padamu. Jika tidak pada kalian, pada siapa lagi kami akan meminta tolong," rengek Ikhsan merendah dengan kedua tangannya yang menangkup di dada.Sesaat Alif memperhatikan Ikhsan, Aira nampak menyuruh
Baru saja kaki ini menjejak masuk ke dalam rumah. Sella bilang kalau ada telepon, entah dari siapa. Segera saja kuambil ponselku yang sedari tadi tengah kucharger.Setelah kuaktifkan, ada beberapa panggilan dari Kak Tika. Tiba-tiba saja, firasatku mengatakan ada yang tidak beres."Kamu kemana saja Murni? Dari tadi aku telpon kok gak diangkat?"Tanpa salam, Kak Tika memberondongku dengan berbagai pertanyaan."Dari belanja ikan, Kak. Tadi ponselku sengaja kutinggal karena baterainya habis. Ada apa, Kak? Kok sepertinya penting banget?"Hening sesaat tak ada jawaban dari Kak Tika, hanya terdengar helaan napas panjangnya."Ponakanmu, si Yanti. Sepertinya dia perlu kita bawa ke rumah sakit.""Lho, memangnya Yanti sakit apa? Habis jatuh apa bagaimana?""Bukan, sepertinya dia sedikit terguncang.""Astaghfirrullah ... Kakak apa tidak salah?""Tidak, secepatnya aku akan bawa dia ke rumah sakit. Mumpung belum terlambat, Mur.""Ya sudah, nanti aku akan izin Mas Ikhsan dulu untuk balik ke kampung.
Tika dan Yanti telah kembali ke kampung. Begitu tiba di rumah kediaman mendiang Ibunya, Tika segera ke rumah paman Asrul untuk memberitahu kejadian yang mereka alami.Siang itu, di teras paman Asrul. Tika bercerita panjang lebar tentang perihal yang menimpa Yanti."Jadi begitu Paman, mau tidak mau, kita harus berlapang dada menerima kejadian ini.""Yanti bagaimana, Tik? Apa anak itu baik-baik saja?" "Malah sekarang dia tampil lebih ceria, Yanti juga terlihat senyum-senyum di depan ponselnya. Sepertinya, dia sudah punya gandengan baru, Paman.""Kamu gak salah menilai 'kan, Tik?" "Ah, Paman ini. Salah menilai dari mana? La wong, Yantinya juga sering telponan sama manggil-manggil sayang gitu.""Ya sudah, asal bukan senyum-senyum yang lain saja."Tika sedikit bingung mendengar perkataan pamannya itu. Dahinya sampai mengerut, mencoba mencerna kalimat tersebut. Setelah berterima kasih pada pamannya, karena telah merawat Sari selama dia di kota, Tika pun pamit untuk pulang ke rumahnya.Bar
"Jadi kamu sudah memanfaatkan anak saya?!" Rena menatap tajam gadis di depannya itu dengan murka.Sementara Yanti pura-pura tidak memperhatikan Rena, yang terus menatapnya dengan kemarahan. Kedua bibinya turut seperti yang Yanti lakukan. Benar-benar keluarga kompak."Kalian menunggu saya usir atau pergi sendiri?" lanjut Rena lagi. Gadis itu melirik ke arah Anwar, lalu berpindah ke Imam dan Pak RT. Sedetik kemudian, kakinya menghentak diiringi tubuhnya yang berlalu dari hadapan keluarga Anwar diikuti kedua bibinya."Benar-benar keterlaluan mereka," gerutu Rena.Belum juga sampai meninggalkan tempat itu, di depan sana sudah ramai orang saling menjerit. Rena diiringi Imam, Anwar dan Pak RT berlari ke depan. Di luar pagar, terlihat Kumala tengah mencengkeram kepala Yanti. Badan gadis itu sampai terhuyung mengikuti gerakan Kumala yang menyeret tubuhnya hingga di depan rumahnya."Sekalian saja kita selesaikan sekarang. Cepat kembalikan uang saya! Kalau tidak, kamu akan lihat sendiri perl
Namun, Murni dan Tika dapat mendengar ucapan Rena dengan seksama."Jangan mengancam kami! Sebaiknya panggil Anwar juga. Biar semua jelas dan terang benderang," gerutu Tika tak mau kalah.Rena pura-pura tidak menanggapi permintaan mereka. Sementara, Imam terlihat hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tamunya itu berseteru dengan istrinya."Ngapain lagi kamu ke sini?!" teriak Anwar yang muncul tiba-tiba di teras. Terlihat sekali kekesalan dan luapan kemarahannya begitu melihat Yanti. Rambutnya yang acak-acakan karena baru bangun tidur, hanya disugarnya kasar dengan kelima jarinya."Nak Anwar kamu tidak bisa begitu?" ucap Murni seperti dilembut-lembutkan nadanya.Bibir Rena berjingjat sebelah, demi melihat adegan itu. Seakan tidak terima dengan apa yang dilakukan tamunya tersebut.Yanti nampak berjalan menghampiri Anwar."Sayang, kamu masih marah padaku? Pliiis, ma'afin aku ya. Aku janji bakal berubah. Seperti yang kamu inginkan," rayunya pada Anwar. Tangannya dengan tanpa malu be
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen