NODA DI MALAM PERTAMA

NODA DI MALAM PERTAMA

Oleh:  Clovy  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
74Bab
8.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Seharusnya malam pertama bagi setiap para pengantin akan menjadi hari yang bahagia, tapi tidak dengan Kang Alvin dan Rissa yang justru adanya permasalahan dan terjadinya perselisihan yang perlu diselidiki. Rissa mendapati noda yang berwarna merah pekat seperti darah. Hal itu pun membuatnya curiga pada suaminya. Entah apa yang telah dilakukannya padahal mereka belum sama sekali melakukan apa pun.

Lihat lebih banyak
NODA DI MALAM PERTAMA Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
74 Bab
BAB 01 - DARAH?
"Ini noda apa, Kang?" tanya Rissa, menunjuk seprai putih yang membalut kasur berukuran king size. Namanya juga ranjang pengantin pastinya selalu baru masih disegel, luas pula. Di sana terdapat bercak berwarna merah. Pekatnya seperti darah, tapi mana mungkin? "Noda? Maksud kamu, Neng?" tanyanya sambil menggosok rambutnya yang masih basah. Dia mandi di tengah malam begini, padahal tadi sore setelah selesai acara sudah membersihkan tubuhnya yang lengket karena menjadi Raja seharian. Karena ingin tahu Rissa mencolek noda itu, ternyata warnanya berpindah ke jari telunjuknya. Jika kembali ditilik dengan saksama, baunya juga anyir menguar sampai ke indra penciuman, dia membenarkan noda di seprainya memang darah yang masih segar. Terlalu sibuk kesana-kemari membuat Rissa tidak bisa menilik barang-barangnya dalam keadaan utuh. Bahkan selesai acara pun dia lebih dulu menemui ibu tirinya yang terus memanggil mengajaknya berbincang mengenai pembiayaan. Ada sebagian uangnya terpakai, padahal se
Baca selengkapnya
BAB 02 - BUKET BUNGA
"Rissa, kok kamu ada di sini?" tanya Kang Alvin, mengelus pipi istrinya dengan lembut. Maklum saja, masih pengantin baru mereka memamerkan kemesraannya meski pada wanita yang kini menatap lekat. Siapa lagi jika bukan Bi Ratih yang sedari tadi mematung di depannya, wanita janda beranak satu itu memalingkan pandangannya mungkin karena canggung melihat terus dua sejoli yang saling menautkan jemari dengan erat. "Aku ... cuman mau ke dapur ambil air," jawab Rissa gelagapan. "Dapur kan di sana, Sayang. Kok malah ke sini?" ucapnya lembut. "Kamu masuk lagi ya, di sini dingin. Nanti kamu kena flu."Saran Kang Alvin diangguki sang istri, nasihatnya dibenarkan jika dia memang tidak bisa berada di suhu rendah. Dia akan rentan sakit apalagi kalau tubuhnya terkena air dingin. Pria itu memang tahu apa yang tidak disukai atau sangat disukai sang istri. Kalau bisa dibilang, dia termasuk ke dalam kategori suami idaman. Namun, mengingat bercak noda di seprainya yang padahal masih baru, lalu memergok
Baca selengkapnya
BAB 03 - NISSA
Alvin memang membondong keluarga Rissa untuk tinggal di rumahnya saat pertama kali menikah. Bahkan pernikahan yang biasanya dirayakan di rumah mempelai wanita, mereka mengadakannya di kediaman si pria. Rissa seorang wanita sederhana, dia tinggal di sebuah kontrakan kecil yang tidak mampu menampung banyak orang. Nina, ibu tirinya yang sudah seperti orangtuanya sendiri selalu saja membuntuti wanita itu ke mana pun dia pergi. Begitu juga dengan adik tirinya yang bernama Nissa, dia pula ikut dengan kakaknya. Almarhum ayahnya memang berpesan kepada putri sulungnya untuk menjaga istri dan anaknya dari Nina. Meski pun gadis berusia tujuh belas tahun itu bukanlah adik kandungnya, tapi betapa sayangnya dia pada sang adik hingga apa pun yang diinginkannya selalu saja dituruti. "Bi Ratih itu asisten rumah tangga di sini. Memang masih baru sih, tapi Zidan cepat lengket banget," terang Kang Alvin. Ucapannya hanya diangguki pelan Rissa, lagipula dia tidak mau memperpanjang permasalahan. Kalau pu
Baca selengkapnya
BAB 04 - BUKET BUNGA
"Aku kerja dulu ya, Sayang." Kang Alvin mengecup kening istrinya dengan lembut. Sesekali Rissa membenarkan letak dasi dan jas hitamnya. Bekerja di perkantoran membuatnya harus terlihat sangat rapi, apalagi di sana suaminya menjabat sebagai direktur utama. Ya, Kang Alvin memang keluarga terpandang mempunyai beberapa perusahaan di mana-mana, tidak heran jika dia mengeluarkan banyak uang saat pernikahannya beberapa hari lalu. Akan tetapi, tetap saja Nina mengatakannya tidak cukup masih saja memakai uangnya, padahal tidak sama sekali. Ibu tiri Rissa memang baik sangat menyayanginya, meski pun dia bukan anak kandungnya. Hanya saja Nina tipe orang yang pelit, dia tidak mau satu rupiah pun keluar dari dompetnya dan terlalu menghemat. "Nanti kamu pulangnya biasanya jam berapa, Kang?" tanya Rissa, dia memang belum tahu mengenai jam kerja suaminya. "Biasanya sih malam, tapi kalau kamu kangen siang juga aku bisa langsung pulang." Pria berjas hitam itu mengusap lembut pipi sang istri. Perlaku
Baca selengkapnya
BAB 05 - SIKAP RISSA
"Aku enggak mau ke dokter, Kak!" sergah Nissa. "Kenapa? Kamu kan lagi sakit." ucap Rissa, mengelus puncak kepala sang adik dengan lembut. Ternyata ayahnya sudah lama meninggalkan mereka, kini Nissa sudah beranjak remaja dan Rissa merasa dia belum bisa menjadi kakak yang terbaik. "Nissa sekarang baik-baik aja kok, Kak." "Beneran?" tanya Rissa, menaikkan alisnya sebelah mencoba memastikan kebenaran dari ucapan adiknya. Dia mengangguk pelan, lalu sudut bibirnya ditarik ke atas membentuk senyuman yang manis. Bingkai wajahnya kini terlihat kembali sumringah meski sepertinya gadis itu memaksakan senyumnya. "Beneran, Kak.""Kalau gitu kamu makan aja dulu ya. Kakak bawain makanan buat kamu, Sayang." Rissa memperlihatkan makanan yang kini dia letakkan di atas nakas dekat petidurannya. Gadis berambut panjang yang dibiarkan terurai itu menganggukkan kepalanya pelan. Kalau pun memang sudah lapar pasti dia juga akan makan, tapi akhir-akhir ini Nissa tidak merasakannya mungkin karena banyakny
Baca selengkapnya
BAB 06 - DARAH SIAPA?
"Nissa kamu sebentar lagi masuk perkuliahan ya?" tanya Kang Alvin, lelaki itu tengah memainkan garpu dan sendok. Mereka berada di meja makan, kini Nissa juga ikut bergabung mungkin dia sudah sehat mendadak setelah kemarin dipaksa untuk diperiksa ke dokter. "Iya, Kak." Gadis bertubuh kurus itu menjawabnya dengan sangat pelan, kepalanya terus menunduk tidak berani menatap ke arah iparnya. "Mulai sekarang Kak Alvin yang tanggung. Jangan sungkan, Niss. Kamu kan adeknya Kak Rissa, berarti adek Kak Alvin juga." Seulas senyum terbingkai di wajahnya, begitu juga Rissa yang ikut bahagia karena memiliki suami sangat menyayangi keluarganya. Bukan hanya kepada Nissa yang merupakan adik tiri istrinya, dia juga sangat memperhatikan kebutuhan mertuanya. Selalu menanyakan keinginan Nina dengan mudahnya dia memenuhinya. "Makasih ya, Kang." Rissa mengusap lengan suaminya, senyumannya tidak pernah pudar dari wajahnya. Kang Alvin mengangguk pelan, dia pula menyunggingkan bibirnya membentuk senyuman
Baca selengkapnya
BAB 07 - RENCANA RISSA
Seprai bernoda darah saat di malam pertamanya, kini sudah memudar tidak terlihat lagi. Bahkan sekarang sudah kering setelah dicuci. Rissa memandangi seprai itu dengan pandangan nanar, entah kenapa melihat kain berwarna putih yang kini masih menggantung berjemur membuat hatinya terasa sakit. Bayangan suaminya memenuhi kepalanya, mana mungkin Kang Alvin berbuat yang tidak senonoh di belakangnya. Bahkan di malam pertama mereka dia sudah lebih dulu menyakiti hatinya. Wanita itu menggeleng pelan berusaha menjauhkan pemikiran yang seharusnya tidak dipikirkan. "Mana mungkin Kang Alvin sejahat itu." Dia menyeka air matanya yang membasahi permukaan wajahnya. Dikarenakan tidak ada bukti yang meyakinkan hatinya jika Kang Alvin berselingkuh dengan pembantunya sendiri. Untuk saat ini dia mencoba untuk berpikir positif selama dirinya mencari bukti mengenai perselingkuhan mereka. Mengingat perlakuan manis dari Kang Alvin membuatnya tidak mempercayai jika suaminya mengkhianati dirinya. Meski rasa
Baca selengkapnya
BAB 08 - CEMBURU
"Bisa pijitin bahu Kakang enggak, Neng?" tanya Kang Alvin pada Rissa yang tengah mengoleskan krim malam. Dia terduduk di depan cermin sehingga pantulan paras ayunya terlibat dengan jelas. Rissa tidak memedulikan ucapan suaminya, dia terlalu kesal dengan sikap Kang Alvin pada anak si janda. Jika bisa berteriak sepertinya wanita itu akan bertanya, sebenarnya hubungan kalian apa? Namun, Rissa belum memiliki keberanian untuk menanyakannya. Lebih baik dia merayap perlahan demi mencari bukti-bukti mengenai suaminya. Apakah darah itu bukti perselingkuhannya, atau memang noda nyamuk yang tewas saat terbang. "Neng ... disuruh suami kok enggak nurut?" tanya Kang Alvin, dia mulai beringsut dari petidurannya menghampiri istrinya yang masih terduduk di kursi depan cermin. Wanita itu terus mengoleskan krim malam pada wajahnya, padahal sudah dua kali putaran dia selesai memakainya. Mungkin Rissa melimpahkan kekesalannya pada skincare yang seharusnya cukup untuk sebula
Baca selengkapnya
BAB 09 - TEKA-TEKI
"Kamu harus makan yang banyak, Kang." Rissa terus menambahkan makanan di piring suaminya. Makanan yang tersaji di atas meja masih masakan buatannya. Entah sudah berapa hari Bi Ratih tidak memasak, karena Rissa yang mencegahnya. Dia mengatakan bisa mengolah makanan apa pun tanpa bantuan dari siapa pun, apalagi pembantunya. Kang Alvin mulai mencicipi makanannya, tapi dia cepat minum air putih yang juga sudah disediakan. "Ini kamu yang masak lagi ya, Sayang?" tanya Kang Alvin pada Rissa yang terus menatap suaminya dengan lekat. Rissa menganggukkan kepalanya pelan. "Iya. Kenapa memang, Kang?""Masakan kamu ada ciri khasnya." Kang Alvin menyunggingkan bibirnya berusaha untuk tetap tersenyum meski sebenarnya dia sudah tidak tahan lagi dengan masakan istrinya yang bisa dibilang berciri khas garam semua. "Iya dong beda sama yang lain. Kamu harus makan yang banyak kalau suka." Rissa kembali menambahkan nasi serta lauk pauknya di piring Kang Alvin. Nina baru keluar dari kamarnya, dia ikut
Baca selengkapnya
BAB 10 - BI RATIH
"Kang ...," panggil Rissa pelan. "Iya, kenapa, Sayang?" Kang Alvin memang menjawabnya, tapi dia tidak mengindahkan pandangannya ke arah sang istri. Kedua matanya masih terfokus pada layar monitor, pria itu tengah mengerjakan pekerjaan kantornya. Istrinya meletakkan secangkir kopi masih mengepul yang kini disimpan di atas nakas. Dia pula membuat teh hangat teruntuk dirinya, tidak lupa menyuguhkan cemilan ringan beberapa macam di hadapan suaminya. "Aku cuman mau tanya aja sih. Pengin tahu gitu. Boleh?" Alisnya terangkat sebelah mencoba untuk memastikan suaminya. Kali ini Kang Alvin menutup laptopnya, dia mengubah posisinya yang samua mengarah ke depan layar monitor kini menghadap istrinya. "Boleh. Kenapa, Sayang? Tanya apa?" tanya Kang Alvin, dia mengelus lembut kepala sang istri yang tertutupi dengan hijab. Betapa beruntungnya Alvin mendapatkan istri sebaik Rissa, meski kekurangannya tidak bisa memasak dan mempunyai kadar kecemburuan di atas rata-rata. "Pertama kali ketemu sama
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status