Titip

Titip

By:  Airin Ahmad  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
65Chapters
3.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Titip suamiku ya, Rin!" Kesalahan prosedur tindakan demi rencana operasi kembali perawan, membuatku kehilangan senior sekaligus sahabat. Ayuk Fatma memaksakan diri menjalani vaginoplasty demi sang suami. Sayang, sebelum tindakan dilakukan, ajal keburu menjemputnya karena perdarahan pasca lahir. Ia juga menitipkan pesan agar aku menggantikan posisi sebagai istri untuk suaminya, laki-laki yang pernah kutaksir diam-diam. Kematian Ayuk Fatma membawa luka dan tanggung jawab besar di pundakku, saat mengetahui mantan suami sahabatku itu hanya terlihat elok di kejauhan, karena ternyata Bang Sam adalah laki-laki misterius yang banyak menyimpan rahasia. Akan sekuat apa aku menjalani hari-hari sebagai istri sebab rasa bersalah yang dalam?

View More
Titip Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
default avatar
dumakristanto87
perempuan penggenggam sabar dong kak ...
2023-07-25 15:20:17
0
user avatar
errumz fugacious
... ... ... ... author superrrrr...
2023-01-06 13:59:10
1
65 Chapters
Vaginoplasty
Ketika tekad seseorang sudah sekuat baja, seribu nasehat, pengalaman, hingga alasan ilmiah pun akan patah oleh opini pribadi dan keyakinan."Yuk!" kugenggam tangan perempuan yang tergolek di meja ginekologi dengan keringat yang membasahi baju. Dia menoleh sambil mendesis ketika dinding perutnya kembali mengeras karena kontraksi. Seulas senyum dia sunggingkan dengan susah payah."Sudah bukaan berapa?""Masih yang tadi, Yuk, enam. Tanpa indikasi, jadwal periksa dalam masih dua jam lagi.""Maksimal berapa jam lagi?""Secara normal dua jam lagi, Yuk. Tapi ... harusnya sudah pada fase bertindak sejak subuh tadi. Apa dak sebaiknya kita ikuti saran dokter Ramlan?"Kukuatkan genggaman tangan. Berharap perempuan di depan itu akan luluh dan mengubah keputusannya."Tapi semua baik-baik saja, kan? Denyut jantung janin juga normal. Aku masih kuat, santai aja," ulasnya dan susah payah melarikkan senyum.Kupaksakan nyengir meski hati kebat-kebit memandangi partograf di atas meja. Sebuah lembar peman
Read more
Wasiat
Tiba-tiba, Ayuk Fatma kembali berkontraksi ingin mengejan. Kesempatan baik. Dengan bantuan vakum dan dorongan ibu semoga janin bisa segera dilahirkan."Bismillah! Allahu akbar!" Dia berancang-ancang dan mengedan sejadi-jadinya. Wajah dan matanya memerah, tangannya merangkul kedua pahanya dibantu lenganku. Urat bertonjolan di sekitar dahinya.Sementara Dokter Ramlan men-traksi vakum dalam genggamannya.Kepala janin perlahan tampak dan terlihat seluruhnya. Dokter Ramlan lalu melepas mangkuk vakum yang menempel. Kepala janin kemudian melakukan putaran ke samping ke arah paha ibu, tapi tertahan lilitan tali pusat. Dokter Ramlan menggunakan dua jari untuk melonggarkan lilitan. Baru setelah itu kepala ditangkap Dokter Ramlan untuk ditarik perlahan keluar.Janin yang kemudian disebut bayi itu terkulai lemah di atas meja persalinan dengan tubuh membiru, terutama telapak tangan, kaki, dan bibir. Tak ada tangis keras seperti seharusnya. Dua klem dijepitkan di tali pusat dengan jarak cukup untu
Read more
Cincin Khitbah di Tangan Yang Berdarah
“Fatma nyuruh adek itu gantikan posisi dia jadi istri aku.” Ia menghela napas panjang, menunjuk mukaku lalu meremas rambutnya sendiri, seakan baru saja mengungkapkan sesuatu yang berat. Sementara aku berdiri kaku di samping Dokter Ramlan, dengan jantung berdebaran dan mulut melongo.‘Ya Tuhan, jangan sampai nianlah orang-orang ini menganggap serius apa yang Ayuk Fatma pesankan sebelum pergi.' Hatiku berbisik-bisik ketakutan.“Ha! Semudah itu nian, eh?! Kau kira berganti istri macam pesan nasi di lapau?! Laki-laki itu makin meradang. “Cucu awak alaah iyoo aeeh!” Ia tetap meracau panik sambil tak henti bergerak.“Tapi Fatma ada juga benarnya, Pak.” Bang Sam membela diri, meski suaranya lirih.“Ha! Masih mengalir darah bersalin bini kau tu di dalam sana, lah terpikir nak ganti bini pula kau?!”Suasana makin ribut, aku mengkerut. Sementara Dokter Ramlan tak jua berinisiatif melakukan apa pun. Dalam keadaan emosi, seseorang akan sangat sulit diajak berdiskusi dan mendengarkan orang lain.
Read more
Harum Semerbak
"Ayuk?!” Heranku meraja saat perempuan yang jasadnya terbujuk kaku itu kini ada di hadapan. Ia terlihat segar dan cantik. Mengenakan gaun putih panjang dengan pita mungil berwarna hijau di dada. Rambutnya tergerai indah dan bergelombang.Kuedarkan pandangan sekeliling. Tetap hening. Semua pergerakan dan waktu masih berhenti.“Jangan takut. Ayuk titip Amanda sama kau, Rin.”“Amanda?” Kuulang kalimatnya dengan lidah kelu.Ayuk Fatma mendekat, menggeser duduk hendak meraba bayinya. Aku mengkerut. Takut setengah mati.“Dak usah takut, Rin. Kasih nama bayi ini Amanda Fatma Samsuari. Aku titip nian sama kau anak-anak dan suami aku. Dak ada orang lain yang bisa ayuk percaya, Rin. Cuma kaulah satu-satunya. Ayuk pamit.” Matanya merebak meski seulas senyum terukir di bibirnya. Ia mengelus pipi mungil dalam dekapanku pelan sekali. Ayuk Fatma lalu berdiri, berjalan ke arah pintu dan kembali berbalik. Sementara aku masih kaku di tempat.Sekali lagi ia tersenyum dan melangkah keluar. Bau harum tib
Read more
Akad Dadakan
Suasana kemudian menjadi sedikit gaduh saat orang-orang seperti dikomando mempersiapkan segala sesuatunya. “Panggil Tuan Kadi,” titah Bapak Ayuk Fatma pada seseorang. (Tuan kadi adalah istilah untuk penghulu).Bapak tertunduk sementara ibu erat menggenggam sebelah tanganku yang sudah basah oleh keringat sejak tadi.“Kau yakin, Nak?” Sejenak Bapak mendongakkan wajah dan memandangku lekat.“Insyaallah, Pak.” Bibirku berat menjawab meski hati sendiri masih tidak yakin. Meski spontan, kepala juga menggeleng karena keberatan.Seharusnya Bapak membelaku, bukan? Ia adalah laki-laki yang memiliki hak prerogatif atas putrinya. Tapi ada saat di mana pertimbangan perasaan, situasi, dan keadaan mengalahkan ego dan kepemilikan. Hukum sosial sedang berlaku.Kami lalu didudukkan bersebelahan, menghadap meja kayu rendah yang dialasi taplak seadanya, di samping jenazah Ayuk Fatma yang terbujur kaku. Bang Sam tampak kikuk, wajahnya terlihat lelah, dan tertekan. Perlahan ia mencondongkan badan dan
Read more
Abnormal?
Dadaku tiba-tiba dipenuhi ketakutan dan pengandaian. Jangan-jangan laki-laki yang selama ini aku kenal sebagai pribadi yang baik dan santun adalah penganut masokisme? (Kelainan yang puas setelah menyiksa pasangan.)Hiii …! Aku bergidik seketika.Namun, selama ini Ayuk Fatma tampak baik-baik saja. Apa mungkin mereka berdua adalah pelaku? Jantungku berdetak-detak tak keruan. Bisikan buruk dan suudzon berkelindan memenuhi ruang benak.Menjelang melahirkan, Ayuk dan Bang Sam memang memutuskan kembali ke rumah orangtua laki-laki itu, agar lebih mudah merawat bayi dan ibunya. Siapa sangka semua berjalan di luar kehendak manusia.Tetapi, kami kembali ke kediaman mereka, rumah Ayuk dan Bang Sam sendiri Abah dan Amak Bang Sam juga iya iya saja saat di rumah duka. Ketika bapak Ayuk Fatma mencetuskan ide gila demi meluluskan wasiat putrinya sebelum meninggal.Aku melirik bayi yang masih pulas tertidur dan pandangan beralih ke tali yang terikat menakutkan di ujung sana.Karena didorong rasa pena
Read more
Nightmare
Tali di kepala ranjang dan bercak darah itu kembali menari-nari di pelupuk mata, sementara dada dihantam badai kengerian.“Abaang?” panggilku takut-takut.“Heem?” Dia menatapku, teduh. Sisa air wudhu yang masih membasahi wajah dan rambutnya meninggalkan aura segar. Bang Sam memang sangat tampan.Hatiku berdesir, campur aduk. Ngeri dan juga … entah. Sulit otakku mencerna dan mendeskripsikan.“Cu-ma sholat, kan?” Aku membalas tatapannya sekilas lalu menunduk, pura-pura membersihkan kuku. “Pergilah wudhu, Abang tunggu,” ujarnya sekali lagi. Aku mendongak. Dia tersenyum lagi dan mengangguk. Dadaku berdesir lagi.Ragu-ragu aku beranjak ke kamar mandi dan menyempurnakan bersuci, sedangkan jantungku sungguh tak hendak diajak kompromi. Ritmenya semakin naik dan membuat ujung-ujung anggota gerakku terasa dingin.Perlahan, aku menghirup dan melepaskan napas sekedar mengurangi tekanan dalam dada.Betapa khawatirku bertambah besar saat keluar dari berwudhu, pintu kamar sudah tertutup rapat.Iyu
Read more
Malam Menegangkan
Lepasnya jeritan dari mulut seakan melepas juga kelumpuhan yang aku rasakan baru saja. Kesadaranku pulih seketika.Aku masih dalam ikatan, tapi dua lengan kokoh dengan bau feromon yang memabukkan. Pelukan Bang Sam.“Adek kenapa? Mimpi apa?” tatapnya penuh keheranan. Ah, mata itu.Aku bernapas lega dan membenamkan wajahku ke dadanya, mencari ketenangan. Meski sebenarnya detak riuh kecemasan masih menghantui pikiran.“Baca taawuz dan meludahlah ke kiri tiga kali, mimpi buruk datangnya dari setan,” ujarnya lembut sambil mengelus kepalaku.Aku beringsut dari pelukannya, membaca taawuz dan meludah ke kiri tiga kali.“Adek pasti tertekan dengan pernikahan ini. Maafkan Abang,” ujarnya lembut dan kembali membenamkanku dalam pelukannya.Ya Allah. Perlakuannya sungguh membuatku meleleh.Detak jantung kembali riuh, tapi dengan irama yang berbeda.“Abang harusnya tegas bilang idak kalau hanya buat Adek tersiksa seperti ini. Tapi, semua memang salah Abang. Maaf.”Aku mendengar ia menarik napas ber
Read more
Malam Menegangkan
Lepasnya jeritan dari mulut seakan melepas juga kelumpuhan yang aku rasakan baru saja. Kesadaranku pulih seketika.Aku masih dalam ikatan, tapi dua lengan kokoh dengan bau feromon yang memabukkan. Pelukan Bang Sam.“Adek kenapa? Mimpi apa?” tatapnya penuh keheranan. Ah, mata itu.Aku bernapas lega dan membenamkan wajahku ke dadanya, mencari ketenangan. Meski sebenarnya detak riuh kecemasan masih menghantui pikiran.“Baca taawuz dan meludahlah ke kiri tiga kali, mimpi buruk datangnya dari setan,” ujarnya lembut sambil mengelus kepalaku.Aku beringsut dari pelukannya, membaca taawuz dan meludah ke kiri tiga kali.“Adek pasti tertekan dengan pernikahan ini. Maafkan Abang,” ujarnya lembut dan kembali membenamkanku dalam pelukannya.Ya Allah. Perlakuannya sungguh membuatku meleleh.Detak jantung kembali riuh, tapi dengan irama yang berbeda.“Abang harusnya tegas bilang idak kalau hanya buat Adek tersiksa seperti ini. Tapi, semua memang salah Abang. Maaf.”Aku mendengar ia menarik napas ber
Read more
Es Krim
Kami makan dalam kehangatan sebuah keluarga. Bisa dipahami jika Bang Sam memiliki pribadi yang santun dan penuh perhatian. Barangkali sikap Amak yang seperti itu dicontoh oleh putra tampannya itu.Tiba-tiba ponselku berdering.Rumah sakit mengabarkan bahwa audit maternal perinatal (Serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, bayi, dan bayi baru lahir guna mencegah kesakitan dan kematian serupa di masa yang akan datang) akan segera dilakukan.Lidahku mendadak kelu. Hari-hari di mana aku dan tim akan menjadi pesakitan akan di gelar dua hari dari sekarang.Sementara, aku sama sekali tidak dilibatkan dalam pembuatan laporan.“Ada apa?” Bang Sam heran melihatku terpaku sambil memeluk ponsel di dada.“Audit.”“Tentang Ayuk?”Aku mengangguk sementara air mata spontan luruh.**Semua kenangan berkelindan menyerbu kepala. Wajah Ayuk Fatma, persahabatan kami, dan wasiat terakhirnya.Beberapa hari ke depan, aku dan tim akan duduk di kursi pesakitan, ditanya layaknya terdak
Read more
DMCA.com Protection Status