"Menikahlah denganku, maka aku akan membantumu untuk membalaskan dendammu kepada semua orang yang sudah jahat dan membuangmu!" -----> Sissy harus menelan pil pahit saat dirinya difitnah oleh sang ibu tirinya sehingga ayahnya marah besar dan mengusirnya secara paksa dari rumah. Sissy yang kini sebatang kara dan tidak memiliki apapun berniat bunuh diri namun diselamatkan oleh Tuan Giovani Dirgantara. Bukan suatu kebetulan, Tuan Gio sudah mengincar Sissy. Pria dingin penuh misteri itu memiliki tujuan khusus dan sengaja memanfaatkan situasi untuk menekan Sissy agar mau menikah kilat dengannya.
View More"Tuan, lepaskan!"
Seorang gadis muda mencoba melepaskan dirinya dari seorang pria berusia dua kali lipat gadis itu. Pria itu menggenggam tangan Sissy dengan erat agar sang gadis jatuh ke pangkuannya. "Sissy, mau kemana? Di sini saja bersenang-senang dengan saya." Sissy menggeleng kuat. Pada akhirnya gadis itu tidak kuasa menahan kekuatan pria tua itu dan terduduk di pangkuan pria yang dipanggil Tuan Bejo. Tuan Bejo tertawa merasa menang. Ia memeluk tubuh Sissy. Tangan pria itu dengan gesit membuka satu kancing baju kemeja super ketat yang dipakai Sissy. Tangannya hendak menyelusup tapi Sissy menggigitnya. "Aaarrhh! Sialan!" Ia mendorong Sissy. Sissy terhuyung jatuh. "Kau harus tahu, Aku sudah membayarmu untuk menyenangkanku malam ini dengan bayaran tujuh puluh lima juta kepada ibumu!" pekiknya menunjuk ke arah Sissy. Mendengar itu, Sissy sangat terkejut. Padahal tadi ibu tirinya mengajaknya untuk bertemu klien bisnis sang ayah. Ibu tirinya beralasan jika ayahnya masih sibuk di kantor dan menitipkan berkas kepadanya agar bisa menemui Tuan Bejo untuk tanda tangan kesepakatan. Harusnya Sissy tahu, ini memang jebakan. Dari awal ibunya sudah memintanya memakai pakaian minim dan super ketat. Sissy sempat menolak, tapi ibu tirinya mengatakan jika dengan menyenangkan mata Tuan Bejo dengan penampilannya akan mempercepat proses tanda tangan. Bisnis ayah Sissy akan semakin lancar jika mendapatkan investasi dari Tuan Bejo. Sissy terpaksa menuruti. Meskipun ia sendiri merasa risih. Setibanya di ruangan karaoke pun, Nyonya Wina izin untuk pergi ke toilet sebentar meninggalkan Sissy bersama Tuan Bejo. Nyatanya, sang ibu tiri tak kunjung datang kembali. Sissy menelan salivanya. Ia merasa ada yang salah semenjak ia meminum minuman lemon tea pesanan Tuan Bejo. Ada sensasi panas menjalar di tubuhnya. Ia berkeringat, jantungnya berdebar-debar. Kepalanya pusing. Sissy mencoba bangkit meski ia merasa tubuhnya mendadak lemas. Sissy berlari mencari pintu keluar dari ruangan itu dan kabur. Tuan Bejo pun mengejarnya. Sissy berlari menyusuri lorong. Sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan keberadaan Tuan Bejo yang nyatanya masih tetap mengejarnya. Hingga akhirnya Sissy tersandung dan terjatuh. Tuan Bejo kini sudah berdiri dan mulai menyeringai menatap Sissy seolah ingin melahap gadis itu. Benar saja, ia berusaha menangkap Sissy dan memeluknya. Tubuh pria gempal itu menindih Sissy. Pria itu nyaris ingin mencumbu Sissy hanya saja Sissy masih mencoba memberontak. Ia bahkan nekat membenturkan kepalanya dengan kepala Tuan Bejo lalu menendang dengan lututnya hingga pria itu sekali lagi menjauh dan merintih kesakitan. Sissy merasa kepalanya sangat sakit. Ia mencoba pergi, tapi kakinya kembali ditarik Tuan Bejo. Sissy menjerit. "Aaarrgggh, tolong!" BUGHHHH!!! Tiba-tiba tubuh Tuan Bejo terpental. Seorang pria menendang pria itu. "Kurang ajar! Berani sekali kamu menendang saya!" Tuan Bejo berteriak memaki. Sissy yang melihat samar-samar ada pria yang membantunya merasa bersyukur. Ia berusaha bangun dan mendekati pria itu. "Tuan, tolong saya, Tuan!" lirih Sissy setengah memohon. Pria itu menatap Sissy dengan dingin. Sissy langsung beralih menyembunyikan dirinya di balik punggung pria tersebut. "Kembalikan gadis itu! Dia sudah aku bayar mahal!" ucap Tuan Bejo memperingatkan. Sissy menggeleng kuat. "Tidak! Ti-tidak benar." "Gadis itu sudah aku bayar tujuh puluh lima juta. Kalau kamu mau memakainya, kembalikan uang saya lebih dulu." Seperti tak peduli. Pria itu tetap menjadi benteng bagi Sissy. "Pergi dan jangan ganggu gadis ini!" ucap pria itu dengan nada dingin. "Shit!" Tuan Bejo marah merasa diabaikan permintaannya. Ia mencoba memukul pria itu. Sayangnya pria yang jauh lebih muda dari Tuan Bejo itu lebih tangguh. Dari postur tinggi badan saja, jelas Tuan Bejo kalah. Dengan mudah sekali tendangan, sekali lagi Tuan Bejo terjerembab. Pria itu menaikkan alisnya satu. Ia lalu menarik kerah kemeja Tuan Bejo lalu sekali lagi menonjoknya hingga pria itu jatuh tersungkur. Pria itu lalu menarik Sissy untuk masuk ke dalam ruangan bilik lain meninggalkan Tuan Bejo. Efek obat yang sangat kuat membuat Sissy tidak bisa lagi berontak. Sissy pasrah mengikuti pria yang baru saja membantunya meski ia sendiri tidak mengenalinya. Sementara sang pria, terlena karena efek alcohol yang ia minum, mulai kehilangan kesadarannya secara penuh. Ditambah lagi, pakaian Sissy yang hampir setengah terbuka membuat pria tersebut tak dapat lagi menolak gejolak dalam dirinya. Sissy menyerah saat pria itu mulai menjamahnya. Jari jemari pria itu dengan cepat membuka kancing baju Sissy yang tersisa. "Tuan, tolong lakukan pelan-pelan," ucapnya lirihHari ini Sissy mengajak Ayra untuk bermain ke taman dan sekedar makan ice cream dan kue di sebuah kafe. "Bibi ....""Ya?""Apakah aku boleh memanggilmu dengan panggilan mama?" Sissy langsung tersedak. Ia menepuk-nepuk dadanya."Jangan! Maksud aku ... enggg ...." Sissy serba salah. Wajah Ayra mendadak menahan tangis."Memangnya kenapa dengan panggilan bibi?" sambung Sissy kembali."Soalnya nggak cocok. Bibi Sissy terlalu muda."Sissy tersenyum kecut. "Bagaimana kalau Kakak Sissy?"Ayra menggeleng."Ayla mau Sissy menggantikan bunda. Paman Gio pasti suka."Sissy menggaruk pelipisnya yang tidak gatal itu. Ia bingung ingin melarang, tapi tidak mengerti memberi penjelasannya kepada Ayra."Boleh ya? Please ...." Ayra mengedip-ngedipkan matanya mencoba merayu.Sissy akhirnya mengangguk. "O ... oke.""Yeay! Setelah ini, Ayla akan bilang kepada Paman untuk mengganti panggilan paman dengan sebutan papa," ucapnya polos namun membuat hati Sissy semakin tak karuan."Duh, ini bocah! Dekat sama di
Sissy turun bersamaan dengan Bibi Rosida menjemput Ayra untuk sarapan bersama di ruang makan. Sissy yang masih kesal dengan Tuan Gio bersikap dingin dan tak bersuara apapun di meja makan. Sesekali Ayra mengajaknya berbincang, Sissy hanya membalasnya dengan senyum seikhlasnya.Tuan Gio sama sekali tidak peduli. Pria itu sibuk dengan sarapannya dengan ponsel di tangannya. "Paman, apa kau sibuk sekali?" tegur Ayra.Tuan Gio menatap keponakan kecilnya lalu menggeleng."Kalau tidak mengapa makan sambil belmain ponsel?" Ayra dengan kepolosannya membuat Tuan Gio tersentil. Ia langsung meletakkan ponsel miliknya dan meneruskan melahap sarapannya."Apakah kalian sedang musuhan? Kenapa tidak saling bicala?" tanya Ayra kembali.Sissy melirik Tuan Gio, begitu pun sebaliknya."Di meja makan, selain tidak boleh bermain ponsel, bukankah dilarang berbicara?" Tuan Gio berpura-pura bijak.Ayra langsung menyengir dan segera menutup mulutnya dengan tangan kecilnya itu. "Ups, maaf! Ayla begitu celewet."
Sesampainya di rumah mereka, Tuan Gio mengambil alih Ayra dan menggendongnya menuju ke sebuah kamar."Apa nggak sebaiknya Ayra tidur bersamaku?" tawar Sissy."Tidak perlu. Aku sudah menyiapkan kamar untuk Ayra." Tuan Gio melanjutkan langkahnya sementara Sissy berhenti di depan pintu kamarnya menatap punggung pria dingin itu.Bayangan Jeni seketika membuatnya merasa semakin penasaran dengan kehidupan di masalalu Tuan Gio. Masih terlalu banyak teka-teki yang ia harus pecahkan sendiri tentang suami dadakannya itu.Sissy menghela napas panjang lalu memutuskan masuk ke kamarnya. Ia merasa sangat lelah. Sissy lalu melepas seluruh pakaiannya, berganti piyama dan merebahkan dirinya di atas ranjang.Sementara Tuan Gio, usai keluar dari kamar Ayra langsung menelepon asisten kepercayaannya untuk memastikan kebenaran ucapan Jeni tentang masalah tiga tahun yang lalu. Selama ini Tuan Gio selalu mencari sosok wanita yang menolong keponakannya, mengapa baru sekarang Jeni mengakui hal yang melemahkan
Sissy melihat bagaimana Tuan Gio mulai dilema. Tangan yang menggenggam erat itu bahkan melepaskannya begitu saja. Tatapan mata Tuan Gio yang awalnya penuh kebencian pun berubah.Sissy tidak mau Tuan Gio mencampakkannya. Gadis itu kembali menggandeng suaminya."Tuan Gio, tolong jangan lakukan ini. Ingat sandiwara kita akan ketahuan jika kau terpengaruh dengan masa lalumu!" ucapnya pelan.Tuan Gio tersadar. Ia mengusap punggung tangan Sissy seolah memberi pertanda jika dirinya tidak akan kembali kepada masa lalunya."Jika benar kamu yang menolong Ayra kala itu, aku sangat berterima kasih. Hanya saja itu tidak akan mengubah apapun karena aku sudah menikahi wanita pilihanku," ucap Tuan Gio tegas membuat Jeni putus harapan.Tuan Gio pun berbalik dan meneruskan langkahnya bersama Sissy menuju tempat saji makanan. Entah mengapa saat mendengar ucapan terakhir Tuan Gio, Sissy merasa hatinya bergetar. Meski dia tau kalau itu hanya drama, nyatanya dia mendengar ucapan Tuan Gio dari hati. Sissy t
Wanita itu tersenyum ke arah Tuan Gio. Ia berjalan mendekati Tuan Gio yang terpaku dan langsung mencium pipi Tuan Gio."Halo, Gio. Long time no see. Apa kabar?" Tuan Gio tak bereaksi berlebihan selain menoleh dan menatap dalam-dalam mata yang dulu selalu ia rindukan. Senyuman wanita itu masih sama.Di waktu bersamaan, ekor mata Tuan Gio menangkap sosok Sissy yang baru kembali dari toilet. Gadis itu berdiri memandanginya, tak berani mendekat. "Jeni, selamat datang. Kau pasti habis mendarat langsung kemari, kan? Kau pasti sangat lelah," tegur Nyonya Dessy mencoba mencairkan suasana.Jeni tersenyum. "Tidak apa-apa, Bi. Bukankah ini pesta untuk Ayra? Lagi pula, aku senang bisa kembali ke negara ini lagi. Aku buru-buru kemari untuk bertemu dengan Gio," sahutnya sambil kembali menatap mata pria di hadapannya dengan lekat."Aku sudah menikah." Tuan Gio membuat pernyataan yang memudarkan senyuman yang terpancar di wajah Jeni, mantan tunangannya."Me-ni-kah?" Bibir Jeni terbata-bata mencoba
Usai puas mengusir Nyonya Wina dan Aurel di mall itu, Tuan Gio tidak mau membuang waktu berharganya. Ia menarik tangan Sissy untuk segera pergi dari tempat itu."Jangan membuang air matamu. Tegakkan kepalamu karena kamu tidak seperti apa yang mereka tuduhkan. Jangan menjadi gadis lemah!"Tuan Gio memberi petuah sembari berjalan menuju lift khusus dan membawa Sissy masuk ke dalamnya.Sissy sekarang yakin jika suaminya bukan orang sembarangan. Pengakuan Tuan Gio mengenai mall ini adalah miliknya adalah benar. Pantas saja, Tuan Gio juga mendapat akses menggunakan lift tamu khusus."Tuan, mengapa kita pulang? Bukannya mau ke kediaman Dirgantara? Pakaianku dan tas belanja yang lain tertinggal tadi," ucap Sissy."Biar orangku yang mengurus itu. Kita sudah banyak membuang waktu. Kita pergi ke salon dan mendadanimu setelahnya baru berangkat ke kediaman Dirgantara," jelas Tuan Gio.Sissy diam. Dia tidak mau mengusik suaminya lagi. Sudah cukup masalah yang dihadapi mereka hari ini di mall.****
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments