Sebagai wanita penghibur untuk klien kelas atas, pendirian Amber Johns begitu kuat. Dia tidak akan pernah melayani klien-nya lebih dari satu kali! Namun, semua berubah setelah kedatangan Dominic Grey. Penyebab segala kemalangannya di masa lalu itu, tiba-tiba datang dan mengkronfontasinya. Dikuasai hasrat belas dendam, Amber kemudian membuat sebuah kesalahan kecil yang mengikatnya dalam jerat Dominic. Sayangnya, Amber tidak tahu bahwa Dominic ternyata jauh lebih bengis dari yang dia pikirkan. Bagaimana kisah balas dendam wanita penghibur ini? “Mengapa dirimu yang menikmati ini, Amber? Tidakkah memuaskan tamu adalah tugasmu, bukan tugasku?” “Di tempat tidur, hanya aku yang boleh berkuasa, Dominic.”
View More“Amber, kamu mau ke mana, Sayang?” ujar seorang pria dengan rambut memutih seraya melingkarkan tangannya ke pinggang wanita bertubuh molek di pinggir ranjang. Dengan sebuah senyuman mesum yang terlukis di wajahnya, pria itu memelas, “Apa tidak bisa kita melakukannya sekali lagi?”
Wanita bernama Amber itu menoleh. Dia tertawa sinis, lalu menepis tangan pria itu dari pinggangnya seraya menjawab, “Kamu tahu peraturannya, ‘kan? Aku hanya menerima satu kali transaksi tanpa ada pengulangan.”
Pria tersebut memasang wajah kecewa. “Huh? Apa aku tidak mendapatkan pengecualian? Aku ini sang menteri, Amber. Aku—”
Amber meletakkan jari telunjuk di bibir seksinya yang tersapu gincu merah menyala. “Tidak ada pengecualian. Sebelum para tamu melakukan transaksi, mereka jelas sudah diberitahukan mengenai syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi.”
Pria berusia 45 tahun itu tertawa. Sebagai seorang petinggi pemerintahan di Kota A, ia memiliki kekuasaan, uang, dan juga dikelilingi wanita. Bisa-bisanya wanita di hadapannya ini, seorang penghibur kelas kakap, menolak keinginannya. Memang hanya dia yang berani. Lagi pula, hanya pria berkuasa yang mampu bermalam dengannya.
“Kalau begitu, untuk membuatmu mendesah di bawah tubuhku, aku harus membuat janji temu lagi?” tanya pria paruh baya itu dengan nada satir, mengejek profesi Amber.
“Menteri kita pintar juga,” balas Amber sinis selagi turun dari tempat tidur tanpa memakai busana. Karena sisa-sisa percintaan masih melekat di seluruh tubuhnya, kaki mulus wanita itu melangkah menuju kamar mandi. “Jika sudah tahu, untuk apa bertanya?”
Sesampainya di kamar mandi, Amber menghadap kaca sembari mengangkat kedua tangan, sebuah usaha untuk menggelung rambut panjangnya. Kulitnya yang putih dan halus, serta lehernya yang jenjang menantang pria paruh baya di tempat tidur tersebut untuk kembali menyentuhnya.
Melihat wanita itu tanpa sehelai pun benang di tubuhnya, pria itu meneguk ludah. “Amber, kamu benar-benar sempurna. Kenapa kamu tidak mau kujadikan simpananku?”
“Bermimpilah terlalu tinggi, dan kamu akan terjatuh begitu keras,” balas Amber sembari tertawa rendah. “Lagi pula, tidak ada satu pria yang bisa memuaskanku,” jawabnya sarkastis sebelum akhirnya menutup pintu.
Amber Johns, tahun ini baru saja menginjak usia 23 tahun. Siapa yang tidak mengenal namanya? Wanita dengan paras bak dewi yang ditemani tubuh molek itu merupakan seorang penghibur kelas atas. Harga yang perlu dibayar untuk menghabiskan malam dengannya bisa disetarakan dengan sebuah mobil Porsche terbaru dan termahal. Dia jelas tidak akan melupakan sosok yang menyebabkan dirinya bisa berada di posisi sekarang.
Di dalam kamar mandi, Amber tersenyum pahit sambil memperhatikan dirinya sendiri. Sempurna … tidak ada sedikit pun cacat pada tubuhnya. Tidak ada wanita yang tidak iri dengan segala lekukan di tubuhnya, dan tentu saja, kekayaannya. Uang dan status bukan masalah untuknya, bahkan wanita itu bisa membuat pria berkuasa mana pun berlutut di kakinya. Namun … apakah dia menginginkan ini semua? Apakah dia benar-benar bahagia dengan apa yang dia punya? Siapa yang ingin menjadi wanita penghibur jika diberi pilihan?
Amber menyeka kabut di cermin dengan tangan kanannya, manik keemasannya memandang sosok yang ada di pantulan cermin itu, individu yang merupakan tameng yang Amber ciptakan sendiri. Kini, dirinya bagaikan cangkang kosong, tanpa adanya jiwa yang hidup di dalamnya.
Selesai membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi, sebuah suara mengejutkan Amber dengan tiba-tiba berkumandang, “Kerja bagus, Amber.” Seorang wanita dengan pakaian profesional berdiri di dekat tempat tidur dengan sebuah senyuman tipis. “Pak Menteri memberikan tip cukup banyak,” imbuh wanita yang tak lain merupakan sekretaris pribadi Amber.
“Ada apa, Selena? Tidak biasanya kamu menerobos masuk kamar secepat ini,” balas Amber seraya berjalan ke meja rias dan mulai mengeringkan rambutnya.
Dari cermin meja rias, Amber menyadari bahwa sekretarisnya masuk sambil membawa sebuah buku bersampul kulit di tangan kirinya. Hal itu menandakan bahwa Selena akan berbicara mengenai klien berikutnya.
Selena meletakkan buku yang telah Amber perhatikan ke atas meja rias. “Seorang pria mengirimkan pesan, dengan hanya menyebutkan nama dan mengirimkan foto diri, atasan pria itu ingin memesanmu.”
“Hanya nama dan foto diri?” ulang Amber seraya meletakkan pengering rambut dan membuka buku di hadapan untuk menatapnya sekilas.
“Dia menolak untuk memberikan informasi lebih banyak. Tapi tentu saja, aku sudah menggali informasi lelaki tersebut. Semua ada di buku itu,” jelas Selena.
Mendengar hal itu, Amber mendengus. Dia pun menjawab singkat sembari mulai menyalakan pengering rambutnya lagi, “Tolak. Aku tidak suka pria arogan.”
“Amber, lelaki ini berbeda!” seru Selena sembari mengangkat tiga jari. “Dia sanggup membayarmu tiga kali lipat dari klien-klien lain. Kamu yakin akan menolak tawarannya?” Wanita itu memainkan satu alisnya, memberikan kode pada Amber untuk membaca lebih lanjut buku yang berada di hadapannya.
Mendengar komentar dari Selena menggugah niat Amber untuk meraih buku tersebut. Wanita itu pun mulai membaca isinya dengan saksama. Dalam hitungan detik, pandangan Amber terpaku pada sebuah nama di urutan paling atas.
‘Dominic Grey?’ batin Amber, merasa familiar dengan nama tersebut. ‘Tidak mungkin … pria itukah?’
“Amber Moore!” Teriakan seorang pemuda terngiang di benaknya, membuat Amber menutup mata.
Seketika, ingatan Amber tergugah untuk memanggil memori masa lalu. Kala itu, semua orang memandang ke arahnya, seorang gadis lugu berkacamata dengan penampilan menggelikan. Bukan, bukan karena penampilannya dia menjadi pusat perhatian, melainkan karena pemuda berpenampilan menawan yang berdiri di hadapannya sambil menuding dengan telunjuk kanannya.
“Jangan bersikap seperti wanita murahan!”
Satu ucapan itu membekas dalam diri Amber. Sebuah kalimat yang memicu perubahan dalam hidupnya.
“...ber! Amber Johns!” Guncangan sang sekretaris di pundak membangunkan Amber dari lamunannya. “Astaga, aku pikir kamu kerasukan! Kamu dengar apa yang kubilang barusan?” tutur wanita itu dengan alis bertautan.
Amber mengerjapkan mata. “Maaf, sepertinya aku kelelahan,” ujarnya seraya memijat pelipisnya. “Kamu tadi bilang apa?”
Selena menggeram rendah dan menunjuk pada dua buah foto yang sekarang tergeletak di atas meja rias, tepat di samping buku berisi daftar klien Amber. “Ini fotonya.” Foto itu menunjukkan tampak wajah beserta perawakan tubuh dari lelaki yang bernama Dominic Grey.
Amber tak dapat menjelaskan apa yang dia rasakan saat itu. Wajah tampan dengan fitur rahang yang begitu tegas, kedua bola mata berwarna cokelat terang, hidung mancung, bibir tipis, semua adalah selera Amber. Baru kali ini dia merasakan desiran darah mengalir ke wajahnya hanya karena melihat paras seorang lelaki, terlebih hanya melalui sebuah foto.
Apa itu semua tanda bahwa dia tertarik dengan pria itu? Tidak sesederhana itu.
Isi kepala Amber memintanya untuk menjauhi pria itu, tak ingin memanggil kembali memori kelam masa lalu. Namun, hati dan ambisinya berkata lain. Kemunculan sosok bernama Dominic Grey itu membangkitkan hasrat dirinya untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan sejak dulu.
“Tentukan jadwal pertemuan,” ucap Amber. “Sesegera mungkin.”
“Sesegera mungkin? Bagaimana dengan klien yang lain?” tanya Selena, bingung dengan perubahan sikap Amber, berbeda dari biasanya yang taat aturan, tidak semena-mena mengubah jadwal seperti ini.
Amber mengisap sebatang rokok dan mengembuskan perlahan asap dari bibirnya. Sorot matanya yang tajam terlihat menggoda, tapi juga dingin di saat yang bersamaan.
“Batalkan saja,” ucap Amber pada akhirnya. “Katamu, klien yang satu ini berbeda, bukan? Sangat spesial … dan aku setuju.” Dia menyeringai sembari melirik foto Dominic. ‘Terlebih karena dia adalah mangsaku.’
Pembicaraan semalam berupa bumbu permintaan maaf Dominic pada Amber diacuhkan oleh wanita itu. Dia sedang tidak ingin memberikan hati pada Dominic.Amber bangkit turun dari tempat tidur, setelah semalaman beristirahat dia merasa tubuhnya menjadi sedikit lebih baik. Dia sempat berpikir, Dominic benar-benar ingin membunuh dirinya dengan membuat mati kelelahan saat bercinta dengan pria itu.Baru saja dia hendak bergerak keluar dari dalam kamar, dia mendengar suara getaran ponsel miliknya di dalam laci nakas.Amber tidak tahu, apakah Will ada menghubunginya atau tidak. Dilihatnya, tidak ada siapa pun di dalam ruangan yang bisa menjadi tempat memadu kasih antara dirinya dan Dominic.Tiba-tiba pintu terbuka, Dominic masuk membawakan satu nampan berisi bubur hangat untuk Amber.“Kamu sudah bangun, makanlah ini,” kata Dominic, berusaha menebus kesalahannya semalam pada Amber.“Hm, ya. Kamu tidak menaruh racun kan di dalam bubur itu?”“Ya Tuhan, apakah di dalam pikiranmu ... aku sama jahatnya
Dominic mengguncang pelan tubuh Amber, kepala wanita itu terkulai lemah, kedua mata menutup erat, membuat Dominic panik seketika.“Sayang ... bangun, jangan bercanda,” ucap Dominic, seraya mendekatkan bibirnya di telinga Amber.Beberapa menit Dominic mencoba membuat Amber sadarkan diri, tetapi usahanya sia-sia. Wanita itu benar-benar tidak bergerak sedikit pun. Dominic bergegas melompat turun dari tempat tidur dan mengenakan celana panjang, lalu dengan tergesa mengangkat tubuh Amber, menutupi dengan kemeja dan jas miliknya.Dengan bertelanjang dada, dan membawa tubuh Amber dalam dekapannya, dia melompati beberapa anak tangga sekaligus dan membuka pintu ruang rahasia miliknya.Saat hendak kembali ke dalam kamar, Dominic berpapasan dengan Hans, pria paruh baya itu terkejut melihat Amber yang tidak sadarkan diri di dalam dekapan Dominic.“Ada apa, Tuan?”“Hans, bawakan aku minyak angin, dan alat pengompres. Jangan menatap Amber terlalu lama,” perintahnya.“Baik, saya akan ambilkan. Mung
“No! Kamu gila, aku ini istrimu bukan—“Dominic menutup mulut Amber menggunakan penutup mulut berwarna hitam dengan aksesoris bola di bagian depan yang sudah disiapkannya, membuat Amber tak bisa terus menerus mengoceh padanya. Mulut Amber sedikit menganga karena bola kecil sialan.“Ehmph!” Kedua mata Amber memelototi Dominic, merasa kesal karena pria itu semakin semaunya memperlakukan dirinya.Dominic tertawa melihat wajah Amber kini terlihat panik saat dia mengarahkan lilin yang menyala ke arah tubuh istrinya.“Jangan terlalu tegang, Amber. Lilin ini bersuhu rendah, kamu tidak akan merasa sakit sedikit pun, justru ... kamu akan menyukainya,” kata Dominic. Amber meronta mencoba menarik kedua tangannya, menciptakan bunyi derit pada tubuh tempat tidur dari besi tersebut.“Huh!” Sial! Dia ingin berteriak, mengumpat, memaki, kalau perlu meludahi pria gila yang menjadi suaminya itu.Dominic mengusap wajah Amber, lalu mengecup pipi istrinya dengan lembut, sesuatu yang jarang dilakukan Domin
Dominic mengeluarkan cambuk dan menggunakan ujungnya untuk menelusuri setiap lekuk tubuh Amber. Diangkatnya cambuk ke udara, lalu mendarat sempurna pada punggung mulus Amber, menciptakan bunyi yang cukup nyaring di dalam ruangan tersebut.“Akh!” pekik Amber.“Kenapa kamu ingin membunuhku?” tanya Dominic.Amber menggeleng, dia berusaha untuk menyangkal, tidak ingin membuat Dominic menjadi jauh lebih kejam dari yang sekarang. Dia harus memutar otak untuk memberi jawaban pada pria itu. Merasa bukan itu jawaban yang diinginkannya. Dominic kembali memberikan satu pecutan pada Amber, kali ini mengarah pada bagian bokong wanita itu.“Ssh! Dominic!” Amber memekik sekali lagi, rasanya perih.“Jawab aku, Sayang.”“Aku tidak mengerti maksudmu,” jawab Amber. Rasa dingin dari suhu di dalam ruangan, kini mulai menggerogoti tubuh Amber, merayap masuk ke sela pori-pori halus tubuh telanjang Amber.“Jangan berpura-pura, kamu pikir ... aku tidak mengetahui apa pun? Daging merah yang kamu masak untukku,
“Aku mohon ... aku ingin menyentuhmu, merasakan rasanya bercinta seperti orang normal,” lirih Amber. Wajahnya tidak lagi bisa berbohong jika saat ini dia pun sangat menginginkan sentuhan-sentuhan nakal dan liar Dominic.Dominic menarik kedua tangan Amber yang telah diikatnya ke belakang dengan dasi, dia akan menunjukkan sesuatu pada Amber.“Aku akan menunjukkan sesuatu padamu yang lebih menegangkan dari sebelumnya, Sayang. Bagaimana?”Rasanya tubuh Amber benar-benar lemas kehilangan tenaga. Entah apa lagi yang ingin ditunjukkan Dominic padanya, ini hari ke sembilan dia hidup serumah bersama Dominic, awalnya Amber mengira ... dia mampu menguasai Dominic, tapi sampai detik ini, Amber selalu tidak bisa membuat Dominic kalah dengan rengekan dan juga rayuan dari mulutnya yang manis.“Jangan terlalu kasar, Dom! Kedua tanganku kamu tarik dengan paksa, sakit!” pekik Amber yang kelihatan tidak berdaya, bahkan untuk melawan sedikit pun dia tidak memiliki ruang gerak.“Sebelumnya ... aku tidak m
Benar saja, mobil Dominic memang sudah berada di garasi lebih dulu dari Amber, berarti pria itu tidak hanya sekadar membual dengan mengatakan dia sudah berada di rumah dan menunggu kedatangan Amber.Perlahan wanita itu membuka pintu, lalu menjulurkan kepalanya ke dalam, dia tidak ingin tiba-tiba Dominic menyergapnya secara tiba-tiba seperti beberapa hari yang lalu. Amber melangkah masuk dengan langkahnya yang teratur, lalu melihat seorang kepala pelayan ada di sana.“Hans, di mana tuanmu berada?” tanya Amber.“Tuan Muda berada di ruang kerja, tadi saat dia pulang, dia menanyakan pada saya mengenai Nyonya Muda. Saya mengatakan, jika Nyonya pergi keluar,” jawab Hans apa adanya tanpa melebih-lebihnya kata-katanya.“Baiklah, aku akan ke sana menemuinya. Dia tidak ada membicarakan hal lain?”“Tidak ada, Nyonya.” Hans pun tidak banyak bicara, setelah tahu Amber berhenti bertanya, dia pun menyingkir dari hadapan Amber. Wanita itu pun mendengus pelan, dia tahu, jika dia menghampiri Dominic, m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments