author-banner
Alexa Rd
Alexa Rd
Author

Novels by Alexa Rd

Benteng Terakhir Pernikahan

Benteng Terakhir Pernikahan

"Kami khilaf. Bima sedang mabuk, dan aku... sudah mencintainya sejak lama, Nin!" Dunia Nindya runtuh seketika saat mendengar pengakuan adiknya yang selingkuh dengan Bima, suami Nindya sendiri. Di balik tangis dan permohonan maaf, ada satu kenyataan yang tak bisa ditolak, seorang bayi yang tak berdosa akan lahir dari dosa. Apakah Nindya mampu menerima anak itu, atau justru membiarkannya menjadi pengingat abadi luka dalam hidupnya? Dan apakah cinta mampu menjadi benteng terakhir pernikahan setelah kepercayaan dilanggar?
Read
Chapter: Epilog
Tiga bulan kemudian“Ayo, Bi,” seru Nindya sembari duduk di teras rumahnya. Ia memandangi rumput yang baru saja ditanam di taman kecil di depannya. Masih belum menyebar sempurna namun sudah terlihat menghijau di sana-sini.Di dekat dinding, tanaman sansivera menghiasi, membuat dinding itu terlihat lebih hidup dan menyegarkan. Di depan rumahnya, terlihat rumah-rumah tetangganya yang dipisahkan oleh jalan blok perumahan.Sejak perceraiannya dengan Bima, Nindya pindah ke rumah ini. Sebuah perumahan yang tak terlalu dekat dari kota Jakarta namun menawarkan suasana yang lebih tenang. Rumahnya dengan Bima sedang dalam proses jual-beli.Rumah ini lebih kecil, hanya berisi satu kamar utama dan satu kamar tambahan yang dipakai Bi Ijah. Masih ada halaman sisa di bagian belakang yang bisa ia pakai jika ingin menambah bangunan. Namun Nindya tak menghendakinya.Ia ingin kehidupan yang baru, kehidupan yang lebih bermakna untuk dirinya sendiri.Ijah keluar sambil membawa sebuah tas kecil. Pakaiannya
Last Updated: 2025-10-17
Chapter: Chapter 53
Langit Jakarta menumpahkan gerimis di Minggu siang saat Nindya mengendarai mobilnya. Sudah beberapa hari Jakarta terang benderang di kala siang. Gerimis ini seakan perlawanan terakhir musim hujan yang belum mau berlalu.Dari balik kacamatanya Nindya melihat jalanan Jakarta yang lebih lengang dari biasanya. Ingatannya melayang pada pembicaraannya dengan Dharma Singgih, pengacaranya melalui sambungan telepon beberapa hari lalu.Pengacara itu menyarankan Nindya untuk bernegosiasi dengan Bima jika tak ingin persidangan menjadi panjang. Akan lebih mudah jika Bima juga menginginkan perceraian. Apalagi Nindya tak ingin terlalu sering membawa nama Nico di persidangan, meski Laras sudah bersedia menjadi saksi.Hakim bisa saja bersimpati pada Bima yang ingin mempertahankan pernikahan. Bima pun tak melanjutkan perselingkuhan. Posisi Nindya bisa sulit, meski tetap ada kemungkinan hakim akan mengabulkan gugatan.Dengan penuh kehati-hatian, Nindya membelokkan setirnya ke jalan pemukiman. Mobilnya m
Last Updated: 2025-10-14
Chapter: Chapter 52
Langit Jakarta tampak cerah dari jendela kantor Nindya. Sepertinya musim kemarau akan datang lebih cepat. Nindya membuka tirai jendelanya lebih lebar, membiarkan sinar matahari menimpa pojok-pojok ruangan.Dari tempat ia berdiri, Nindya bisa melihat atap-atap bangunan di sekitarnya. Saat melihat atap restoran, ia teringat Haris. Apakah Haris masih makan siang di sana setiap Senin?Nindya berjalan kembali ke kursinya. Ditatapnya layar laptop yang sedari tadi menampilkan baris-baris judul buku yang akan diterbitkan bulan ini. Semua sudah dikurasi, Nindya hanya perlu membaca resume dari editor, lalu menyesuaikan tanggal terbit dan promosinya.Hari ini adalah jadwal mediasi pertama perceraiannya dengan Bima. Nindya menunggu kabar dari pengacaranya sambil berusaha berkonsentrasi pada layar laptopnya.Seperti yang ia sangka, tiga jam kemudian, pengacaranya menyampaikan kalau Bima tidak bersedia menceraikan Nindya. Mediasi pertama gagal, mediasi kedua dijadwalkan sepuluh hari kemudian.Nindy
Last Updated: 2025-10-12
Chapter: Chapter 51
Nindya memegang sebuah amplop putih besar yang sudah dikirim ke alamat rumahnya sejak dua hari lalu. Ia tak perlu membukanya untuk tahu berisi apa amplop itu. Logo Pengadilan Agama tampak di kiri atas beserta alamat jelasnya.Lamat-lamat ia mendengar suara Bi Ijah menyapu halaman depan, sedangkan dari dalam, tak ada suara sama sekali selain kipas angin di sisi dapur yang sering dipakai Bi Ijah saat beristirahat. Rumahnya lengang, namun hatinya lapang.Bima pasti juga sudah menerima surat undangan mediasi yang dikirim pengadilan. Sudah satu minggu sejak pengacaranya mendaftarkan permohonan cerainya. Sejak itu, komunikasi mereka tidak terlalu berjalan lancar.Nindya menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa. Dengan perlahan dibukanya amplop putih yang berisi kertas putih di dalamnya. Dibacanya perlahan.Undangan mediasi pertama, satu minggu lagi. Ia melipat suratnya dan mengembalikan kembali ke dalam amplop.Pada Bi Ijah sudah ia ceritakan semua yang terjadi. Meski tak banyak bertanya, n
Last Updated: 2025-10-10
Chapter: Chapter 50
Pukul setengah sembilan pagi, galeri sudah mulai hidup. Cahaya matahari menembus kaca besar di dinding depan, memantul di lantai marmer yang mengilat, menghadirkan bayangan panjang dari instalasi seni yang dipajang. Udara masih segar, bercampur aroma cat minyak yang samar-samar tercium dari ruang penyimpanan, dan wangi kopi yang baru saja diseduh dari pantry kecil di pojok.Seorang pegawai kebersihan sibuk menata meja resepsionis dan membersihkan kaca display. Suara kain setengah basah yang bergesekan dengan permukaan meja terdengar kontras dengan musik instrumental lembut yang diputar pelan dari speaker. Suasana terasa damai, seperti lembar kertas kosong yang menunggu untuk diisi.Di salah satu ruang kelas yang berada di sisi kanan galeri, Laras sedang menyiapkan peralatannya. Kuas, kertas, dan cat air sudah tersusun rapi di atas meja panjang. Ia merapikan kursi-kursi, sesekali melirik jam dinding, memastikan semuanya siap sebelum para murid datang.Menjelang pukul sembilan, kelas su
Last Updated: 2025-10-04
Chapter: Chapter 49
Mobil Nindya perlahan masuk ke halaman rumah besar milik Dewi Kencana. Dilihatnya sekeliling. Hanya ada mobil Dewi dan Laras, tak ada milik Bima, atau dia belum datang?Nindya menghentikan mobilnya dengan hati-hati. Tak ada rintik hujan malam ini seperti satu bulan lalu saat dia datang bersama Bima. Malam ini gelap seperti biasa, dengan angin yang bisa dirasakan menyapu helai rambut di telinganya.Belum sempat ia menekan bel rumah, pintu sudah dibuka dari dalam.“Sendirian, Mbak?” tanya Sumi yang muncul dari balik pintu.Nindya tersenyum ringan. “Iya.” Diulurkannya sebuah bingkisan berisi batik pada Sumi. “Ini buat kamu, dari Jogja.”Senyum lebar menghiasi wajah Sumi. Segera diambilnya bingkisan dari Nindya. “Terima kasih, Mbak Nindya.” Beriringan mereka masuk ke dalam.Dewi menutup buku yang sedang dibacanya setelah ia melihat Nindya masuk ke ruang keluarga. Suara celoteh Nico yang sedang dipangku Laras pun mendadak diam mendengar derap lan
Last Updated: 2025-10-03
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status