Hubungan Kiandra dan kekasihnya yang tak putus dengan sang pacar, setelah menikah menjadi boomerang dalam hidupnya. Padahal pernikahannya cuma terpaksa, dilaksanakan hanya untuk menutupi malu keluarganya Alsen. Seharusnya mereka hanya sebatas orang asing, karena tidak mengenal satu sama lain, tapi anehnya Alsen malah merasa terkhianati. Menjadi marah dan mengusir Kiandra dari hidupnya tanpa adanya perceraian. Kisah Lengkapnya hanya di Istri Tawanan CEO Kejam
View MorePlakk!
"Dasar wanita jala-ng! Berani sekali Kau berselingkuh!" Alsen mengepalkan tangannya, menatap tajam wanita yang sudah ditamparnya. Penuh kebencian dan juga luapan amarah yang meledak.
Namun, Kiandra terlihat bingung, sembari mengerutkan dahi, tak mengerti yang apa yang sedang terjadi. Baru saja pulang dan memasuki rumah, tapi sudah dihadang di depan pintu, lalu sekarang pipinya memerah karena barusan ditampar.
"Apa maksudmu, Mas?" tanya Kiandra sambil memegang wajahnya yang terasa panas akibat tertampar itu.
"Tidak usah pura-pura wanita busuk! Kau tak pantas untukku. Jala-ng kotor sepertimu harusnya membusuk di tempat sampah!" cibir Alsen seraya meraih rahang Kiandra lalu mencengkramnya kasar.
Brakk!
"Auchhh! Mas ...." Kiandra menjerit sakit, tapi bukannya perduli, Alsen malah semakin mendorongnya sampai benar-benar terjerembab. Sangat hina, sampai pria itu dengan tanpa hatinya mengunakan kakinya.
"Awalnya Aku pikir Kau ini adalah gadis baik, sampai hal itu membuatku sangat bersyukur mendapatkanmu. Aku bersumpah mulai hari itu untuk belajar mencintaimu dan memberimu janji pernikahan Kita, tapi sekarang Aku jijik melihatmu. Kau dan Kakakmu memang sangat berbeda, antara berlian dan sampah kotor!"
Air mata Kiandra yang sejak tadi masih bertahan, karena Dia tak mau memperlihatkan kelemahannya. Kini luruh begitu saja tanpa bisa ditahan lagi. Wanita itu menangis dan sangat tertekan dengan ucapan dan juga perlakuan suaminya.
"Tolong jelaskan, apa kesalahan yang sudah Aku lakukan? Katakan Mas, kenapa Kamu sampai bisa sampai hati melakukan ini kepadaku? Katakan!!" tuntut Kiandra dengan histeris.
"Masih berani bicara Kamu jala-ng, pura-pura tidak tahu. Baiklah, biar Aku jelaskan padamu apa yang sudah terjadi. Aku sudah mengetahui niat busukmu. Kau menikah denganku demi harta, tapi selain itu Kau juga berkhianat dan sekarang Kau sedang mengandung anak dari pria lain!"
Kiandra segera menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sedang hamil Mas! Percayalah ...."
"Oh, baiklah. Anggap saja itu tidak benar, lalu bagaimana dengan hubunganmu dengan dokter itu? Katakan apakah Kalian punya hubungan?"
Kiandra tertegun, Dia terdiam tak tahu harus menjelaskan apa. Sesungguhnya Vano memang kekasihnya, masih atau tepatnya Dia lebih dahulu menjalin kasih dengan pria itu. Namun, jika sampai sekarang mereka belum putus, itu bukanlah karena Kiandra yang ingin berkhianat, tapi Dia belum siap mengakhiri hubungannya dengan menyakiti Vano yang sudah teramat baik kepadanya.
"Maa--maaf, Ak-aku belu--"
"Cukup!" bentak Alsen dengan keras membuat Kiandra kaget dan juga syok. "Aku sudah muak denganmu, pergi dari sini dan jangan pernah tunjukkan wajahmu dihadapanku. Pergi!!"
Dunia Kiandra seketika hancur. Dadaanya sesak dan bibirnya gemetar. Perlahan Dia bangkit dan mencoba untuk berdiri. Kemudian berbalik saat sudah tak menemukan kepercayaan di mata suaminya. Mungkin memang harusnya mereka berpisah.
"Tunggu!" tahan Alsen dengan bicara keras, membuat Kiandra berhenti, tapi tak lagi menoleh untuk melihat suaminya. "Tidak kembali ke sini, bukan berarti Aku menceraikanmu, karena Aku bersumpah untuk tidak membiarkan jalanmu dan selingkuhanmu itu bisa bersatu. Sampai kapanpun Kau akan menjadi istriku, selamanya Kau hanya bisa menikah denganku. Camkan itu Jala-ng!!" tukas Alsen tegas dan kejam.
Kiandra bagai tersambar petir mendengar hal itu. Tubuhnya reflek terdiam kaku. Jangan tanyanya bagaimana air matanya jatuh, karena bahkan untuk berhenti menangis wanita itu kesulitan. Sayangnya Alsen tidak perduli, dan memilih masuk meninggalkan istrinya di luar rumah.
Brukk!
Beberapa menit kemudian koper terlempar kehadapan Kiandra. Hampir saja mengenainya, tapi mungkin itulah satu-satunya nasib baiknya. Dia tak harus terluka akibat lemparan koper yang sengaja ke arahnya.
"Pergi dari sini dan bawa semua sampahmu dari sini!" teriak Alsen yang ternyata kembali untuk mengeluarkan pakaian Kiandra. "Ayo, apalagi yang Kau tunggu. Bawa barang-barang murah-an itu dari sini! Tapi ingat, jangan coba-coba membuat masalah denganku lagi. Mulai sekarang hanya statusmu yang selamanya menjadi istriku, tapi kedepannya Kita adalah orang asing!"
"Mas ... tolong bisakah Kamu mendengarkan penjelasanku?" ujar Kiandra dengan gemetar. Ini harapan satu-satunya, meski mungkin itu hal mustahil, sebab Alsen terlalu marah.
"Mendengarkan apa perempuan brengs*k? Ceritamu tidur dengan selingkuhanmu, lalu hamil hah?!" sarkas Alsen membuat perasaan Kiandra seperti terbanting keras.
"Pergi atau Kau mau Aku menyeretmu dari sini?!"
Kiandra menggelengkan kepala, lalu menarik kopernya yang sedikit tergores karena dilempar keras. Dia memungutnya lalu membawanya berjalan menjauh dari tempat tinggal suaminya. Dengan hati yang patah dan kecewa, Kiandra terus berjalan, tanpa perduli terik begitu menyengat dan terasa membakar tubuhnya.
Wanita itu tak perduli terus berjalan ke tempat satu-satunya yang bisa Dia jadikan untuk berteduh. Tidak menggunakan angkutan umum meskipun kakinya letih. Rasa sakit membuatnya menyiksa diri.
Kiandra menggigit bibirnya kasar, teringat kejadian pagi hari saat bertemu dengan kekasihnya Vano. Mereka memang sempat bertemu, tapi bukan untuk berselingkuh melainkan untuk mengakhiri hubungan mereka.
"Kamu tahu sendiri Van, Aku yakin Kamu tak buta ataupun tuli. Satu bulan lalu Aku sudah menikah dan Kamu pasti sudah mendengarnya," jelas Kiandra pagi itu saat bertemu Vano. Dia tak mau berbohong ataupun pura-pura lagi dihadapan pacarnya.
"Aku sudah mengkhianatimu, menyakitimu dan Aku mungkin bukan lagi wanita yang pantas untukmu. Jadi Kita akhiri saja hubungan Kita. Kamu boleh membenciku setelah ini, tapi berbahagialah, cari perempuan lain yang jauh lebih baik dari Aku!"
Vano menggelengkan kepalanya. "Aku tahu Kamu tidak seburuk itu Kiandra. Aku mencintaimu dan Aku sangat mengenal baik dirimu. Awalnya saat mengetahui Kamu menikah dengan laki-laki lain, Aku memang sangat marah, tapi sesaat kemudian Aku pikir Kamu pasti terpaksa melakukannya."
"Jangan mempersulit keadaan Van, Aku tidak mau melukaimu lebih dalam lagi. Kamu laki-laki yang baik, tolong mengertilah ...."
"Aku sudah cukup mengerti dirimu Kiandra dan tidak perduli dengan statusmu. Jika ada yang harus berakhir maka itu bukanlah hubungan Kita, tapi hubunganmu dengan suamimu. Aku akan menunggumu, sampai kalian bercerai!" tegas Vano dengan serius.
Seketika Kiandra mulai meremas telapak tangannya sendiri. Vano terlalu baik dan bahkan setelah tahu dia tak marah sama sekali. "Selama ini Aku sengaja diam dan berpura-pura tidak tahu, Aku yakin padamu dan sekarang lihatlah Kamu akhirnya jujur padaku. Ini memang sulit, tapi Aku percaya penuh kepadamu Kiandra. Aku mencintaimu tolong jangan berpikir untuk mengakhiri hubungan Kita!"
"Tidak Vano. Aku tidak pantas untukmu lagi, sejak Aku menikah Aku sudah berkhianat dan Aku bahkan sudah menjadi milik suamiku Vano!" jelas Kiandra mencoba menyadarkan pacarnya, atau mungkin calon mantan pacarnya.
Lelaki itu segera terlihat mengeras, mengepalkan tangan. Marah dengan kenyataan itu, meskipun Dia masih saja tak bisa marah pada Kiandra. Mungkin ini yang dinamakan cinta buta, secinta itu sampai tak bisa menyalahkan orang tercinta.
"Aku tidak perduli. Aku tulus padamu Kiandra dan Aku bersumpah akan menunggu status jandamu!" tegas Vano yakin.
Kiandra segera menggelengkan kepalanya, mencari akal supaya Vano berhenti berharap dan menyakiti diri sendiri dengan hubungan mereka yang sekarang menjadi salah itu. "Aku tidak mungkin bisa bercerai dengan suamiku, karena sekarang Aku hamil!"
Ingatan itu berakhir, dan kini Kiandra sudah di apartemen miliknya. Sebenarnya apartemennya hanya sesekali ditempati, hampir tak terpakai, karena sebelum menikah Dia tinggal dengan orang tuanya dan setelah menikah dengan suaminya. Dulu Dia membelinya dari hasil tabungannya bermaksud untuk menjadikannya aset pribadi, tapi sekarang mungkin inilah tempat tinggalnya.
Tanpa merapihkan apapun dan tanpa berberes, wanita itu segera masuk ke kamar mandi. Tanpa membuka pakaian, Dia mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Harusnya hari ini Dia hanya berakhir dengan pacarnya, lalu memulai hidupnya dengan suaminya, tapi sekarang semuanya benar-benar berakhir. Mungkinkah ini akibat keserakahannya. Kiandra hanya bisa meratapi nasibnya untuk sekarang.
*****
Bersambung
"Kiandra!!" panggil Alsen terlihat lega dan berhambur memeluk istrinya. "Kamu dari mana aja, Ki? Kamu membuatku khawatir, Kamu baik-baik saja ...."Kiandra langsung menganggukkan kepalanya, membiarkan Alsen memeluknya erat meski dia merasa sesak. Namun, Kiandra akui ini salahnya karena pergi tanpa memberitahu dan melewatkan panggilan telepon dari suaminya. "Maaf, Aku buru-buru dan lupa mengabari Kamu Mas. Mmm, tapi Aku baik-baik aja, kok," jawab Kiandra meyakinkan. Alsen segera melerai pelukannya, memberi jarak kemudian memperhatikan istrinya dari ujung kaki sampai ujung rambut, dan hal itu membuat Kiandra sedikit jengah. "Beneran, Aku baik-baik aja, Mas. Serius!" ujar Kiandra kembali meyakinkan suaminya. Alsen tidak langsung menjawab, tapi malah membawanya ke sofa. Pikirnya ibu hamil tidak boleh lama-lama berdiri. "Baiklah, Aku percaya Kamu baik-baik saja, tapi lain kali kalau mau pergi jangan seperti ini lagi. Kamu harus memberitahuku. Kemana dan sama siapa saja. Bukan maksud
"Bisakah Kita bertemu?" ujar Vela di telepon. Beberapa waktu kemudiaan dan mereka bertemu, wanita itu langsung berhambur memeluk sahabatnya Kiandra. Wajahnya sayu seperti tengah menyimpan beban berat dan Kiandra segera menyadarinya meski wanita itu belum bicara. "Ssstt ... tidak apa-apa, Vel. Sekarang Aku di sini," ujar Kiandra seraya membalas pelukan sahabatnya itu. "Kamu kenapa?" bukan Kiandra yang bertanya, tapi Vela. Ah, iya. Penampilan Kiandra memang sedikit kacau. Dia baru bangun tidur saat mendapat telepon dari sahabatnya, dan saat menemui Vela sekarang diapun lupa pamit pada suaminya. "Aku kenapa?" Kiandra memperhatikan dirinya sendiri. Menggunakan camera ponsel untuk melihat wajahnya. "Ah, ini semua gara-gara mas Alsen suami Aku. Sudahlah, Kamu abaikan saja. Sekarang Kamu cerita, dan jangan berbohong!"Saat ditelepon, Vela memang sudah menunjukkan gelagat aneh dan menurut Kiandra itu tidak biasa. Dia tahu sahabatnya pasti butuh dirinya untuk masalahnya. "Aku tahu Kamu s
Blam!! Adam melonggarkan ikatan dasinya dan menatap geram pada Syera. "Kau tidak pantas melakukan itu pada Lana dan siapa yang membiarkanmu kemari?!"Adam menatap sekitarnya dan menemukan semua orang termasuk pembantu yang ada di sana, menundukkan kepalanya. Mereka takut dan tak satupun berani menjawab. Namun, disaat yang sama Syera mulai bangkit dan membalas Adam dengan tidak terima. "Kau yang apa-apaan, Mas? Apa yang membuatmu mendorongku, apakah wanita ini?!" sarkas Syera dengan marah. "Dan apa maksudmu berkata istri? Dia cuma pembantu yang beruntung melahirkan anakmu. Sadarlah!!"Plak! "Tutup mulutmu!!" Adam tidak hanya menampar Syera, tapi menegaskan. "Dia memang istriku, dan jika ada yang harus bersyukur di sini, maka itu adalah Kau. Jal*ng bisa menyandang status istriku, tapi jangan senang Syera, karena secepatnya Kita akan bercerai!"Syera yang masih memegang pipinya menatap Adam dengan tak percaya. "Apa maksudmu, Kau akan menceraikan Aku demi wanita ini?!""Ya, dan Aku sud
"Sial. Di mana Melvin sekarang, bagaimana bisa menghilang dengan tiba-tiba?!" kesal Alsen yang masih saja belum bisa menghubungi asistennya itu. Kiandra menghela nafasnya dengan kasar, sembari melepas gandengannya dari suaminya. Wanita itu juga kesal, dan terlihat menghampiri sofa dan duduk di sana. Saat ini keduanya memang sudah sampai di kantor, dan seperti yang Alsen keluhkan Melvin sama sekali tak berada di sana. "Berhenti berkata kasar, Mas. Udahlah hal kecil seperti itu saja dibawa emosi. Dasar tempramen!" cibir Kiandra. Alsen langsung menarik nafasnya kasar. Lalu mengusap wajahnya. "Maaf, Sayang. Aku cuma nggak suka orang yang tidak kompeten dan seenaknya.""Tapi Kamu juga gitu!" sarkas Kiandra mengingatkan. "Emang dasar Kamu doyan marah dan mengumpat. Nggak bisa sabar atau cari tahu. Gimana kalo Melvin sedang dalam masalah, apa Kamu tetap marah?"Alsen menghampiri istrinya dan mendekat. Wanita itu mempengaruhi emosinya dan juga seperti obat untuk meredakan perasaannya yang
"Kamu akan pergi sekarang?" tanya Kiandra sedikit kesal.Padahal sudah menjadi rutinitas bagi Alsen pergi brkerja hampir setiap pagi. Namun, hari ini Kiandra mencegahnya, karena merasa ingin bersama dengan suaminya dan tidak rela berpisah."Ya, Aku memang harus ke kantor hari ini, Sayang. Walaupun beberapa pekerjaan sudah Aku berikan pada Melvin, tapi Aku juga tidak bisa lepas tangan. Ini mata pencarianku, jika ada masalah, bagaimana nanti Aku akan menafkahimu dan juga memberi makan anak Kita?" jelas Alsen sambil mengusap puncak kepala istrinya."Tapi Aku tidak miskin, Mas. Aku juga bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Lagian tidak bekerja hari ini tidak akan membuatmu bangkrut," jawab Kiandra sambil menatap manja pada suamianya.Tidak perlu dijelaskan, Alsen segera mengerti keinginan istrinya dan diapun senang dengan hal itu. Mencium bib*r Kiandra kemudian mengambil ponselnya."Sebentar, biar Aku hubungi Melvin dulu," ujarnya yang langsung diangguki oleh Kiandra.Namun, Alsen seger
Pulang dari rumah Davin-Lia, Kiandra langsung tergolek tidur dan pulas. Membuat Alsen berdecak kesal, karena tampaknya dia masih menginginkan istrinya, namun bagaimana lagi sebagai seorang ayah Alsen tidak bisa menggunakan wewenangnya untuk memaksa. Cup! "Tidur yang nyenyak, Sayang. Kamu pasti lelah ya ... tidak masalah, Aku bisa menunggu, tapi besok tidak lagi!" ujar Alsen yang tidak bisa berbohong, sebab dia sedikit jengkel. Menarik selimut kemudian berbaring di sisi istrinya. Sementara Kiandra ternyata belum pulas, begitu mendengar dengkuran halus suaminya, dia berani membuka mata dan menatap suaminya dengan kesal. "Dasar maniak, tiga kali seminggu paling tidak bisa. Ck, dia pikir enak? Nggak tahu aja, Aku harus pegal linu. Diminta pijat, eh malah keterusan. Nyebelin!!" gerutu Kiandra kesal. Namun, tiba-tiba saja itu berubah saat dia semakin intens menatap suaminya. "Tapi mas Alsen ganteng banget, hmm ... hidungnya mancung kayak perosotan anak TK. Bahu lebar dada bidang. Punya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments