Share

Chapter 4

Heru menanyakan pertanyaan yang sama.

Raja diam. Tidak tahu harus menjawab pertanyaan itu.

"Jujur aja. Papa nggak akan marah."

Raja mengangguk pelan, sebagai jawaban.

"Apa yang kamu simpulkan?"

Raja menatap Papa nya tidak paham.

"Maksudnya apa?"

"Apa yang kamu pikirkan setelah mendengar obrolan Papa sama Mama kamu tadi?"

"Aku nggak tahu, Pa. Nggak ngerti apa yang Papa bilang tadi. Kenapa Papa bilang kalau Mama adalah orang yang udah bikin Bunda pergi? Apa, ini saling berkaitan?"

Heru dapat melihat dengan jelas, kerutan kebingungan di wajah Raja.

Dia menghela napas panjang.

Apakah dirinya harus membongkar semua ini? Apakah Raja akan bisa menerimanya?

"Pa, kenapa diam? Ada yang Papa sembunyikan dari Raja?"

Suara Raja membuyarkan lamunan Heru.

Heru mengangguk.

"Papa akan ceritakan semuanya. Tapi, jangan langsung ambil keputusan sepihak. Kamu harus bertanya ke Mama kamu, untuk mendapatkan jawaban dari seluruh pertanyaan kamu itu. Bisa?"

Raja mengangguk cepat.

Dalam hitungan detik, Heru terdiam cukup lama. Pikirannya mengarah pada kejadian itu.

Pada saat itu, Heru yang tengah menemani Widya berkeliling taman, dengan alasan calon anaknya yang memintanya.

"Her, ayo lah. Kamu mau anak aku ngiler pas lahir?"

Sudah dua jam lamanya, Widya merengek pada Heru, namun lelaki itu seakan tuli, dan fokus mengerjakan tugas kuliah yang sudah menumpuk seperti gunung.

"HERU!"

Teriakan maut itu seakan menerbangkan Heru saat itu juga. Telinga nya yang berdengung, membuatnya kesal.

"Kenapa harus gue? Padahal ada suami lo, noh, yang lagi nungguin lo."

Heru menunjuk ke arah Rizal dengan dagu nya.

"Kamu nggak tahu aja. Aku tuh lagi kesel sama dia." Widya memulai cerita.

"Kesel kenapa?" Jia bertanya penasaran.

"Dia tuh, nyebelin banget. Udah tahu istrinya lagi hamil segede gaban. Eh, dia enak-enaknya minta nganu. Kan gila!"

Heru maupun Jia tertawa keras. Membuat Rizal menekuk wajahnya.

"Memangnya dulu Ayah minta kayak gitu ke Bunda?" tanya Raja. Heru mengangguk.

"Kan udah kewajiban, sayang. Lagian, kata dokter nganu pas mau melahirkan itu wajib hukumnya. Biar pas anaknya mau keluar, nggak susah."

Rizal menjawab dengan wajah songong.

Widya memutar bola matanya, malas. Lihatlah, betapa songong nya lelaki gila dan mesum itu.

Heru menggelengkan geli melihat dua pasangan itu.

"Gue balik."

Suara Jia mengudara. Mengalihkan pandangan mereka.

"Loh, kok pulang?" tanya Widya.

Tatapan nya mengarah pada Jia yang tengah menyandang tas nya, memakainya terburu-buru.

"Ada something." Widya mengangguk saja.

"Gue balik luan." Jia berlari keluar dari kafe tersebut.

"Ada yang aneh nggak sih sama sikap Jia akhir-akhir ini?" tanya Heiraks.

"Aneh gimana maksudnya?" Rizal menatap Heiraks bingung.

"Ya, aneh aja gitu. Sejak tadi gue perhatiin, dia natap lo aja. Lo nggak merasa emang?" Heiraks menatap Rizal. Pria itu menggeleng.

"Enggak tuh. Gue nggak merasa apapun." Rizal menjawab.

"Memangnya ada yang aneh?"

***

Raja menghela napas panjang. Setelah mendengar seluruh penjelasan dari Papa nya, kini beberapa macam pikiran negatif mulai bermunculan.

Apakah itu semua benar? Yang mana yang harus ia percaya? Sungguh, kali ini Raja tidak bisa berpikir secara terbuka.

"BUKANNYA UDAH AKU KASIH TAHU KE KAMU. JANGAN PERNAH KASIH TAHU SOAL ITU KE RAJA. AKAN ADA SAATNYA DIA MENGETAHUI SEMUANYA, DENGAN SENDIRINYA!"

"TAPI SAMPAI KAPAN? SAMPAI KAPAN KAMU HARUS DIAM DAN BERSIKAP SEOLAH TIDAK ADA SALAH?!"

"AKU BAKAL KASIH TAHU KE RAJA SEMUANYA. AKU AKAN JELASIN KE RAJA YANG SEBENARNYA, TAPI NGGAK SEKARANG, HER! KAMU BISA, KAN, NGERTIIN AKU SEDIKIT AJA?"

"KAPAN AKU NGGAK PERNAH NGERTIIN KAMU? KAPAN, JIA? KAPAN?!"

"KAMU EGOIS, HER. KAMU EGOIS!"

"YANG EGOIS ITU KAMU, BUKAN AKU!"

"KENAPA JADI AKU?!"

"IYA, YANG EGOIS ITU KAMU!"

"MENYEMBUNYIKAN SEMUANYA DARI RAJA, DAN BERSIKAP SEOLAH TIDAK ADA SALAH. APA ITU BUKAN EGOIS NAMANYA?"

"AKU NGGAK EGOIS! AKU CUMA BUTUH WAKTU AJA, HER!"

Raja menghela napas berat. Semenjak kejadian tadi siang, di mana percekcokan antara Mama dan Papa nya, kini hubungan mereka seakan merenggang.

"Raja!"

Suara itu mengalihkan pandangan Raja yang telah menatap rumus kimia.

Berdiri kokoh sang Papa yang tengah menatapnya.

"Kenapa, Pa?"

Raja kembali menatap sang Papa.

"Bereskan semua pakaian kamu. Bawa barang-barang kamu semua, dan jangan ada yang ketinggalan sedikitpun. Papa tunggu kamu di bawah. Secepatnya!"

Setelah mengatakan itu, Heru pergi meninggalkan Raja yang telah di landa kebingungan.

"Memangnya mau kemana?" tanya Raja pada dirinya sendiri.

Tak ingin mengambil pusing, Raja segera membereskan semua pakaian dan barang-barangnya ke dalam koper dan juga kardus, yang telah di sediakan oleh salah satu bodyguard Heru.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status