Share

Bab 3

Author: Wanda
Aku menutup kotak itu dan mengembalikannya.

Rayhan mengernyitkan kening, seolah mengingat sesuatu, lalu berkata dengan canggung, "Sudah lewat tengah malam sekarang. Tunggu satu hari lagi, aku bisa bercerai dengan Mira."

"Tenang saja, aku selalu ingat janjiku."

"Besok, aku sendiri yang akan memasangkan cincin di jarimu, lalu kita akan pergi menikah."

Rayuan manisnya tidak berhasil membuatku tergerak. Aku hanya memberi jawaban yang sudah lelah kuulang.

"Ya, aku paham. Aku sudah capek, mau tidur dulu."

Senyum Rayhan membeku, untuk pertama kalinya dia menyadari ketidakpedulianku.

Sebersit panik melintas di matanya saat dia mencoba menggenggam tanganku.

Tiba-tiba, Mira keluar dari kamar mengenakan baju tidurku.

Mata mengantuknya bertemu sebentar dengan mataku, lalu dia melangkah mendekat, memegang lengan Rayhan dan berbisik dengan nada genit, "Kak Ray, Nadia sudah pulang. Ayo mandi, terus tidur."

Rayhan buru-buru menoleh padaku, menjelaskan, "Mira bertengkar dengan keluarganya, jadi aku suruh dia menginap di kamar tamu satu malam."

Setelah selesai bicara, Rayhan menatapku dengan lekat, seakan takut aku salah paham.

Aku mengangguk acuh tak acuh.

"Nggak apa-apa. Aku bisa menginap di tempat Ibu malam ini."

Rayhan membeku di tempat, jelas tidak menduga aku akan setuju begitu saja.

Tapi Mira tidak memberiku kesempatan untuk berubah pikiran. Dengan penuh kemenangan, dia berlari kembali ke kamarnya.

Saat aku menarik koperku, siap untuk pergi, Rayhan masih mematung di ruang tamu.

Dia mengatupkan bibirnya, menggenggam tanganku erat-erat, tidak mau melepaskanku.

Rasa bersalah di matanya semakin mendalam.

Akhirnya, atas desakan Mira, dia bicara.

"Besok, setelah kita menikah, aku pasti pergi jenguk Tante."

...

Saat fajar menyingsing, aku mengemasi semuanya dan kembali ke kantor untuk menyelesaikan serah terima akhir.

Begitu aku masuk, rekan-rekan kerja menatapku aneh. Setelah aku keluar, mereka berbisik dan menunjuk-nunjukku dari belakang.

Baru saat aku melihat Mira duduk di meja kerjaku, aku pun menyadari asal muasal suasana aneh ini.

Semua orang menatap layar komputer mereka, tetapi mata mereka terus melirik ke arah medan perang ini.

Saat aku tiba, Mira menatapku dengan arogan.

"Aku mulai kerja hari ini, jadi aku duduk di sini saja. Silakan cari tempat lain."

Aku menatapnya dan mengangguk dengan tenang.

"Oke, aku mau berkemas."

Percakapan kami berlangsung dengan datar, tapi melihat sikapku...

Rekan-rekan kerja mengira aku merasa bersalah saat bertemu Mira, sang istri sah.

Tapi dengan kehadiran Mira dan aku, sang tokoh utama, tidak seorang pun berani berkata apa-apa.

Mereka hanya mengetik dengan keyboard mereka, kebencian padaku tergambar jelas.

Aku ingin menjelaskan semuanya dengan jelas, tapi aku tidak tahu bagaimana memulainya.

Bagaimanapun juga, memang Mira istri sah Rayhan.

Aku hanya akan mempermalukan diriku sendiri jika berdebat lebih lanjut.

Saat aku selesai berkemas dan hendak pergi, Rayhan datang menghampiri.

Ekspresinya menegang saat melihatku membawa barang-barang.

"Kamu mau pergi ke mana?"

"Aku ..."

Mira menyela lebih dahulu, "Mejanya dikasih ke aku. Aku suka duduk di sini."

Melihat aku mulai berjalan pergi, Rayhan cepat-cepat menarik lenganku.

"Nggak, ini mejamu. Nggak ada yang boleh ..."

Sebelum kalimatnya selesai, aku memotongnya, "Kalau dia suka, biarkan saja."

Lagi pula, aku sudah mengundurkan diri. Siapa yang duduk di sana bukan urusanku.

Rayhan berdiri kaku, wajahnya kelam dan tidak terbaca.

Baru setelah sosokku menghilang membawa barang-barang, dia tersadar dari lamunan.

Rayhan mendorong Mira yang sedang bersenandung sambil merapikan meja. Lalu di hadapan semua orang, menampar wajahnya.

"Apa aku menikah palsu denganmu biar kamu besar kepala dan bertindak seenaknya?"

"Apa kamu lupa aku sudah memperingatkanmu, jangan ganggu Nadia?"

Setelah meninggalkan kantor, ponselku bergetar menerima pesan dari Rayhan.

[Besok, aku tunggu kamu di pintu masuk Kantor Catatan Sipil.]

[Dokter spesialis yang kucarikan buat Tante juga datang besok.]

[Setelah menikah, kita temui Tante sama-sama.]

Aku tersenyum, tiba-tiba merasakan pahit dalam hatiku.

'Rayhan, selamat tinggal.'

Aku mengemas semua barangku dan berangkat ke bandara.

Keesokan harinya, Rayhan berdiri di pintu Kantor Catatan Sipil, memegang akta cerai yang baru diterbitkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 27 Hari Menanti Janji Palsu   Bab 9

    Rayhan menatap bekas luka di pergelangan tangan wanita itu, yang pernah dipakai untuk membohonginya dengan pengakuan KDRT. Dia tiba-tiba tertawa sinis."Orang-orang sepertimu, bahkan neraka pun nggak mau kamu masuk karena kamu terlalu kotor."Mata Mira menyipit, lalu dia berbalik dan menghilang di tengah kerumunan.Tiga hari kemudian, sebuah laporan berita mengungkap ledakan kapal pesiar di Samudera Pasifik. Sebuah paspor yang ditemukan di reruntuhan kapal bertuliskan nama Mira....Musim hujan datang tak terduga.Saat aku memasuki studio sambil memegang tumpukan sketsa desain, aku bertabrakan dengan Elvan yang berdiri di pintu, dengan payung terangkat."Ketepatan waktumu masih perlu ditingkatkan."Pria itu tersenyum dan mengibaskan tetesan air dari payung. Kacamata berbingkai emasnya berembun.Tiba-tiba, suara serak menembus tirai hujan di luar."Nadia ..."Rayhan berdiri basah kuyup di sudut jalan. Jas mahal yang dia kenakan kusut seperti kain lap. Tangannya memegang kotak beludru ya

  • 27 Hari Menanti Janji Palsu   Bab 8

    Menjelang pekan mode, di belakang panggung, rambutku tersangkut pada renda di leherku.Pintu ruang ganti tiba-tiba terbuka. Elvan bersandar pada bingkai pintu dan bersiul."Apakah sang putri membutuhkan seorang ksatria untuk menyelamatkannya?""Semangat ksatriamu datang di tempat yang salah."Wajahku memerah saat aku mencoba melepaskan rambut yang tersangkut, tapi dia menahan pergelangan tanganku."Jangan bergerak."Dia mengeluarkan sepasang gunting perak entah dari mana. Bilahnya yang dingin menyentuh leherku. "Jangan khawatir, aku sering membantu ibuku memodifikasi pinggang bajunya."Saat rambutku berjatuhan ke lantai, embusan napasnya menyentuh leherku.Lampu ruang ganti tiba-tiba berkedip. Dalam bayangan yang berkelap-kelip, cermin memantulkan bayangan kami yang hampir menempel.Jari-jari Elvan tanpa sadar memilin ujung-ujung rambutku yang terurai hingga hitungan mundur pembawa acara terdengar dari luar."Waktunya tampil."Dia mundur, menyimpan guntingnya di saku, dan kembali menja

  • 27 Hari Menanti Janji Palsu   Bab 7

    "Bingkai foto murahan ini harusnya sudah dibuang sejak lama! Rayhan, bangun! Nadia mungkin sedang di ranjang laki-laki lain sekarang ..."Byur!Sebuah ember penuh air kotor mendarat tepat di kepala Mira.Tangan karyawan yang memegang ember kosong itu gemetar."Bu Mira, aku sudah gatal ingin melakukan ini sejak kamu merusak kaktus Kak Nadia."...Angin laut membawa aroma lembap dan asin, menyelinap melalui jendela yang setengah terbuka. Aku menorehkan garis terakhir pada sketsa dan mendongak menatap Elvan yang bersandar di ambang pintu.Dia memegang dua cangkir kopi. Mata indah di balik kacamata emasnya sedikit melembut."Pola sayap di versi final "Burung dalam Sangkar" ditambah tiga retakan lebih banyak daripada versi pertama."Jari-jariku terhenti. Sayap burung yang hancur dalam gambar itu tetap tegak ke atas, mencerminkan kondisi mentalku malam itu, saat aku menggambar di gudang perusahaan.Aku mengulurkan tangan dan mengambil kopi itu. Rasa pahitnya menyebar di lidahku. "Retakan ada

  • 27 Hari Menanti Janji Palsu   Bab 6

    "Menurutku menarik, seseorang dengan sayap yang patah masih bisa menggambar tentang kebebasan."Elvan mendorong kacamata berbingkai emasnya. Mata di balik lensa melengkung membentuk bulan sabit."Aku salah satu juri tahun itu, dan perlu kamu tahu, aku memberimu nilai tertinggi.""Kamu mulai kerja besok. Gaji tiga kali lipat dari sebelumnya, dengan syarat kamu menyelesaikan seri "Burung dalam Sangkar" ini.""Tentu saja!"..."Pak Rayhan, Bu Mira datang lagi ..."Asisten Rayhan berdiri di luar pintu, tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi menahan diri."Suruh dia pergi!"Rayhan membanting ponselnya ke lantai. Saat layar pecah seperti jaring laba-laba, suara klik-klak sepatu hak tinggi Mira mendekat."Kak Ray, ada apa? Nadia benar-benar meninggalkanmu?"Dia bersandar di pintu, menenteng tas Hermès barunya, senyum mengejek tersungging di bibir merahnya."Sekarang, seluruh dunia tahu kamu mencampakkan istri yang baru kamu nikahi demi mantan kekasihmu. Betapa dalamnya cinta dan kesetiaanmu."

  • 27 Hari Menanti Janji Palsu   Bab 5

    "Dua puluh tujuh kali."Rayhan tertawa terbahak-bahak, ujung akta cerai yang tajam menusuk telapak tangannya."Selama 27 hari Nadia memohon padaku, kamu sakit perut 12 kali, mobilmu mogok 7 kali, dipukul keluargamu 4 kali, bahkan anjing Chihuahua-mu kena diare akut 4 kali. Mira, kamu pikir aku sebodoh itu?"Beberapa pasangan muda yang sedang mengurus pernikahan di lobi diam-diam mengangkat ponsel mereka.Wajah Mira pucat pasi. Rambutnya yang dikeriting rapi menempel di pelipisnya karena keringat dingin."Kamu yang janji mau membantuku membohongi keluargaku! Sekarang kamu pura-pura jadi korban? Di mana kamu saat Nadia di sini ...""Diam!"Rayhan menghantamkan tinjunya ke mesin antrean elektronik. Retakan menyerupai jaring laba-laba langsung menyebar di layarnya."Kamu tahu sendiri ibunya ..."Layar yang hancur memantulkan wajahnya, membentuk bayangan yang terdistorsi. Kenangan yang sengaja ditekan kembali meluap.Kenangan saat aku berjongkok di depan printer pada pukul tiga pagi merevis

  • 27 Hari Menanti Janji Palsu   Bab 4

    Pesawat bersiap mendarat di tujuan. Di kota pesisir yang belum pernah kukunjungi, tapi sudah lama kuimpikan.Di sini, tidak ada Rayhan, tidak ada Mira, tidak ada gosip menyesakkan yang membuatku seperti tercekik.Saat pesawat terbang menembus awan di luar jendela, aku tiba-tiba teringat pada malam penuh badai enam tahun lalu. Ketika Rayhan basah kuyup di lantai bawah gedung rumahku dan menyatakan cintanya kepadaku."Nadia, maukah kamu jadi pacarku? Aku janji akan memberimu hidup yang baik!"...Aku membuka ponselku dan melihat 17 pesan yang belum dibaca. Pesan terbaru dikirim lima menit lalu.[Nadia, aku di pintu masuk Kantor Catatan Sipil. Kapan kamu akan datang?]Menatap layar, aku tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.Ironis sekali.Dua puluh tujuh hari memohon, hanya untuk dibalas dengan janji "aku akan menikahimu tiga hari lagi."Dan kini, tiga hari itu telah berlalu, tapi aku bahkan tidak punya tenaga untuk merobek kebohongannya.Jari-jariku meluncur di atas nomor yang sangat lekat d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status