Di gelapnya kamar dengan hanya disinari cahaya bulan nampak jelas dua orang insan yang tengah bergulat di ranjang dengan sangat panas.Suara-suara desahan dari keduanya menggema keseluruh ruangan,untungnya ruangan itu kedap suara.
Sindi yang berada di bawah Kungkungan bosnya nampak kelelahan mengimbangi tempo yang dimainkan oleh bosnya sendiri,tapi dia tak mampu berucap untuk menyelesaikan permainan panas ini.
Mr,J dan Sindi mendesah panjang begitu pelepasan yang kesekian kalinya.
Mr,J pun turun dari atas ranjang dan memakai kembali baju beserta celananya.Detik selanjutnya pria itu melemparkan segepok uang untuk Sindi yang telah menjadi teman malamnya kali ini.Meski dirinya menjadi bos di club Sindi bekerja,mau bagaimana pun dia juga harus membayar jasa yang diberikan oleh Sindi.
"Bersihkan tubuhmu dan pulanglah,"kata Mr,J sembari menutup pintu kamarnya meninggalkan Sindi yang masih terbaring kelelahan di ranjang.
Sindi menatap kelangit-langit kamar yang bernuansa merah dan hitam itu,entah apa yang dia rasakan tiba-tiba cairan bening mengalir dari pelupuk matanya.
Ia terisak pelan meski rasanya menjijikkan dia harus terus melakukan hal kotor seperti ini.Ayahnya yang terbaring di ranjang rumah sakit lah yang menyebabkan dia menjadi wanita malam,ia tak tau harus mencari uang dimana lagi,tak mudah untuk mencari uang 100 juta dalam kurun waktu 1 bulan.Dan ia sudah 2 Minggu menjadi wanita malam di club milik Mr,J.Berbagai pria sudah ia layani,termasuk Mr,J yang notabennya sebagai bosnya sendiri.
Tangannya mengusap pelan air mata yang asik mengalir dengan derasnya.Ia pun bangkit perlahan-lahan menuju kamar mandi di kamar itu.
***
Di ruang keluarga.
"Dimana dia?"Sekertaris Jo menggeleng pelan begitu tuannya menanyakan seseorang yang sedari tadi tak ia lihat,bahkan batang hidungnya sekalipun.
Mr,J memijat pelipisnya pelan,pria berumur 37 itu nampak kesal mengingat DIA masih belum pulang sejak tadi pagi.
"Kalau dia sudah pulang beri tahu...aku ingin ke ruang kerja dulu."Sekertaris Jo membungkuk memberi hormat pada Mr,J yang berjalan meninggalkan nya.
***
Sindi nampak sudah rapi dan segar setelah keluar dari kamar mandi.Kakinya berjalan kearah sofa dan mengambil tas beserta uang yang masih berada di atas ranjang.
Sindi melirik jam di dinding kamar,pukul 11 malam.Matanya mendelik berarti sebentar lagi jam 12 malam dong.Ia bergegas menuruni anak tangga satu per satu.
Di jalan ia berpapasan dengan seorang maid yang sudah berumur,maid itupun mencegatnya.
"Nona mau pulang ya?"tanya maid yang diangguki kecil oleh sindi.
"Iya nih Bi,sindi mau pulang lagian pekerjaan Sindi sudah rampung,"jawabnya sopan nan sangat lembut.
Maid bernama Mega itupun menawarkan tumpangan yang dengan cepat di tolak oleh Sindi."Gimana kalau non Sindi pulangnya dianter Pak Supri (suaminya)"
"Tak usah bi,Sindi bisa pulang sendiri kok."Sindi memang wanita tak enakan,apalagi melihat wanita yang sudah mengeluarkan uban itu,kalau dia menyetujuinya otomatis jam istirahat wanita itu dan suaminya akan berkurang.Lebih baik pulang sendiri saja,tak usah merepotkan orang lain,itu lah yang dipikirkan Sindi sekarang.
"Beneran nih non,udah malam loh...apalagi non Sindi kan wanita,apa nggak sebaiknya diantar biar aman."Sindi menggeleng pelan.
"Saya beneran nggak apa-apa kok,lagian pasti masih banyak orang yang lalu lalang meski tak sebanyak siang hari sih.Tapi Sindi pasti aman kok,"Kata Sindi meyakinkan wanita di depannya.
"Yasudah kalau begitu saya pergi dulu ya,masih ada pekerjaan yang harus maid kerjakan"ujar maid Mega menyelonong pergi setelah mendapat 'iya-an' dari Sindi.
Sindi mulai melanjutkan jalannya.Mansion ini sangat sepi bahkan mungkin hanya terdengar suara jarum jam dan langkah kakinya.Kakinya otomatis terhenti,Ia teringat belum berpamitan dengan Bosnya,Tak sopan jika belum berpamitan dengan tuan rumah mansion ini.
Akhirnya Sindi berbalik lagi dan berniat untuk berpamitan terlebih dahulu.
Nihil,Sindi tak menemukan manusia itu.Kakinya bahkan sudah pegal mengelilingi luasnya mansion ini.
Tapi matanya seketika berbinar begitu sesosok orang melintas di depannya.Ia segera berteriak menghentikan orang itu,dan aksinya itupun berhasil.
"Hei!!!"
Orang itupun berbalik,Sindi tak dapat mengenalinya apakah itu pria atau wanita.Sebab yang dipakai oleh sesosok itu sangat tertutup,Hoodie berwarna hitam dengan topinya yang ditudungkan,juga dia memakai masker hitam.
Sesosok itu menunjuk dirinya sendiri.mungkin maksudnya apakah dia yang dipanggil oleh Sindi barusan.
Ia pun mendekati Sindi yang terlihat kelelahan dengan keringat mengucur tak hentinya.
"Apa kau tau dimana Mr,J sekarang?"tanya Sindi To the Points.
Hening,sesosok itu tak meresponnya langsung.Sindipun menanyakan kembali pertanyaan yang sama.
"Apa kau tau dimana Mr,J sekarang?"Lagi-lagi sesosok itu tak kunjung menjawabnya.
Sindi menghela nafas gusar,ia tak ada waktu untuk berlama-lama disini.
"Apa kau tau dimana Mr,J sekarang?"tanya Sindi tersenyum kecut,tangannya sudah terkepal erat karena geram dengan sesosok di depannya.
Akhirnya sesosok itu merespon jawabannya meski hanya menggunakan tangannya menunjuk ke arah pintu berwarna merah tua.
Sindi mengangguk paham."Terimakasih ya,kalau begitu saya pergi dahulu,"pamitnya dan berjalan kearah pintu yang ditunjuk oleh sesosok barusan.
DIA hendak melangkah pergi menyusul Sindi,tapi sebuah tangan memegang pundak yang otomatis membuatnya terhenti.
Saat berbalik ternyata sekretaris Jo lah orang yang memegang pundaknya.
"Apakah anda lapar?sepertinya tadi anda terlalu sibuk dengan dunia sendiri,bagaimana kalau saya buatkan makanan dahulu baru boleh pergi ke kamar."DIA mengangguk menyetujui tawaran sekertaris Jo.Ia juga tak ingin berbohong bahwa cacing yang ada dalam perutnya sudah meronta-ronta sedari tadi.
"Minumannya saya buatkan jus jambu saja ya,tadi para maid membawa banyak jambu segar dan sangat manis."DIA hanya mengangguk saja.
"Baiklah kalau begitu saya buatkan dahulu,"kata sekertaris Jo membungkuk dan berjalan menuju arah dapur yang terbilang cukup jauh.
DIA berjalan perlahan-lahan menuju pintu berwarna kemerahan itu,mulutnya tak henti-hentinya bersiul.
Tangannya mulai memutar handle pintu.Baru masuk ke dalam DIA sudah disuguhkan dengan isakan dan jeritan dari dalam ruangan itu.Ia menduga bahwa suara itu adalah milik wanita yang ia temui barusan,yaitu SINDI.
Sebelum memulai pesta malam ini,DIA tak lupa mengunci pintunya terlebih dahulu.
Tangannya merogoh saku dan mengeluarkan benda berkarat yang jika di teliti itu adalah sebuah pisau.
Baru beberapa langkah Sindi datang dan menubruk badannya.Jelas terlihat bahwa wanita itu sedang ketakutan,wajahnya saja sudah pucat pasi.
Apakah Sindi dikejar oleh hantu?atau sesuatu yang lebih menyeramkan dari hantu?memangnya ada yang lebih menyeramkan dari Hantu?
ADA...yaitu,manusia.
"I-ini tempat apa?k-kenapa banyak penggalan kepala yang disimpan dalam wadah berbentuk kaca transparan?"tanya Sindi yang seluruh tubuhnya gemetaran.
Wanita itu teringat sesuatu.Korban?benar korban pembunuhan berantai di kota Jakarta semua korbannya tak memiliki kepala saat di temukan.Jangan-jangan...
Sindi mundur perlahan-lahan ke belakang.Mulutnya terasa kelu tak mampu menanyakan pertanyaan itu'apakah selama ini DIA yang menjadi pembunuh semua ini?'
"A-apa kau dalang dari pembunuhan berantai ini?"tanya Sindi mendapat gidikan baru dari sosok tersebut.
"Kumohon jangan bunuh aku,"mohon nya berlutut dihadapan sesosok itu.
Sindi tercekat begitu sesosok di depannya memainkan pisau dengan santai."ku mohon tolong beri aku kesempatan untuk hidup,aku tak akan memberitahu ke polisi,tapi ku mohon jangan bunuh aku,"mohon nya sekali lagi.
"Ku mo--"Belum sempat melanjutkan ucapannya,sebuah benda menerobos masuk ke dalam dadanya.Itu masih belum sepenuhnya,tapi rasanya amat sakit.Darah segar mengalir perlahan-lahan membasahi dress yang ia gunakan.
"Kenapa ka---"Sindi mendelik,lagi DIA menusuk kan pisau berkarat itu dalam dadanya.DIA mulai memperdalam tusukannya dan memutar pisaunya di dada wanita itu.
Bisa kalian bayangkan rasa sakit yang dirasakan oleh Sinta?Itu pisau berkarat loh,terlebih pisaunya diputar didalam dadanya.
Tubuhnya seketika ambruk ke lantai."Apakah ini hari terakhir ku di dunia ini?kenapa?kenapa harus sekarang.Masih banyak hal yang belum ku lakukan,dan lagi masih ada tanggung jawab ku untuk menyelamatkan nyawa ayahku yang tengah terbaring.Apakah sekarang?ini mimpikan?ku mohon katakan bahwa ini hanya sebuah mimpi,"batinnya tak terima dengan takdir yang menimpanya malam ini.
"Mengeri..."Toni merinding sendiri melihat berita di televisi yang terdapat di ruang khusus OSIS. Berita itu berisi tentang mayat wanita yang terambang di sungai dengan kepalanya yang tak ada.Tapi polisi menemukan kartu KTP di dekat TKPnya,dan korban tersebut bernama Sindi Puspa Wati. "Ih kok makin mengadi-ngadi sih,gue kan jadi takut sendiri,"ucap Safira sang wakil ketua OSIS. Di ruangan itu memang dikhususkan untuk siswa-siswi yang memiliki pangkat Ketua,Wakil ketua, Sekertaris,dan juga bendahara OSIS.Dan Toni sendiri menjadi bendahara di sana. "Awas aja sampai psikopat nya ketemu sama gue,pasti bakalan gue ajak main Remi."Anggara Sang Ketos langsung memukul mulut sialan milik Toni,bisa-bisanya bicara sembarang seperti itu. "Nanti ketemu beneran nangis"ledek Anggara mendapat kekehan kecil dari ketiga human yang ada disana,terkecuali Toni. "Tau tuh,padahal sama kecoa aja takut apalagi sama psikopat yang levelnya bukan main...mungkin L
Toni sang bendahara sedang menghitung lembar demi lembar uang,matanya sampai melotot takut jika dia salah hitung uangnya. "Gimana?"tanya Anggara yang sama sekali tidak mendapat respon dari sang empu. Toni masih komat-kamit membolak-balik kan selembar demi lembar uangnya,mungkin ini sudah ke 5 kalinya. "Meskipun Lo hitung sampai sejuta kali nggak akan berubah ogeb!!"timpal Tasya menyeruput Americano yang berada di depannya. Anggara,Safira,Toni dan juga Tasya kini berada di sebuah cafe.Keempatnya benar-benar sibuk akhir-akhir ini,bukan hanya empat orang ini sih tapi seluruh anggota OSIS juga,karena sebentar lagi adalah ulang tahun Stride Highschool yang ke-21. "Kok uangnya gak lebih sih,"kata Toni sembari menaruh uangnya di meja.Ia memijit-mijit tangannya yang sedikit pegal. "Gak usah ngarep dapat uang lebih dari hasil iuran ini,"timpal Anggara memasukkan uangnya kedalam amplop berwarna coklat. "Tau tuh padahal uang orangtuanya a
Safira berjalan menyusuri jalan setapak demi setapak,ditelinga nya tersumpal sebuah earphone dan tangannya membawa sebuah kantong plastik,sepertinya dia baru saja berbelanja.Untungnya ada minimarket yang buka di jam 1 malam,alhasil perutnya yang lapar tak mendemo lagi. Angin malam terasa seperti menusuk-nusuk setiap inci tubuhnya.Helaian rambutnya berterbangan kemana-mana. Jalanan terasa begitu sepi.Hanya terdengar derap kaki Safira dan suara siulan. Tunggu siulan? Tenang yang bersiul kali ini adalah Safira sendiri. Langkahnya seketika terhenti begitu bayangan orang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri,sepertinya orang yang dilihat oleh Safira tak menyadari keberadaan nya. Tangannya melepas earphone,dan dengan perlahan menghampiri orang itu. Tubuhnya tercekat begitu mendapati pakaian orang itu dilumuri darah.Rasa kagetnya belum berhenti,saat orang itu memutar tubuhnya Safira langsung terlonjak kaget. "Apa yang kau la
Deburan ombak besar menghantam setiap batu karang.Rambutnya berterbangan kemana-mana mengikuti alunan angin yang berhembus sedikit kencang.Ia merasakan gesekan antara kaki dan juga pasir pantai. Matanya terpejam rapat menikmati euforia yang menyerangnya saat ini.Rasanya ia seperti diculik dan dibawa ke Utopia,tempat indah yang benar-benar sempurna. "Enggak capek berdiri terus?"tanya Safira datang dengan membawa 2 kelapa muda,yang satunya untuk ia minum dan satu lagi untuk perempuan yang sedari tadi diam membeku menatap pantai,siapa lagi kalau bukan Fitri. "Terimakasih"Alis Safira terangkat keatas."untuk apa?"tanyanya. "Terimakasih sudah membawa Fitri ke sini,"ujar Fitri tersenyum manis.Safira hanya berdehem. Keduanya menyeruput kelapa mudanya dengan sangat antusias.Untungnya sekarang sudah pukul 3 sore otomatis rasa panas mataharinya tak terlalu menyengat kulit. Fitri menatap kearah gadis di sampingnya.Safira yang peka pun langsung men
Ega,Nabila,dan Ratna seketika berdiri dari tempat duduknya setelah melihat orang yang mereka tunggu akhirnya datang juga ke sekolah.Ketiganya langsung mencegat Fitri yang hendak masuk ke kelas. "Kenapa tak pernah masuk sekolah?"tanya Ega melipat kedua tangannya di depan dada dan bersandar di dinding. "Sejujurnya gue nggak peduli sih mau Lo sekolah atau enggak...gue cuman mau tanya dari mana uang untuk menebus diri Lo sendiri."Fitri menggerutkan keningnya tak mengerti dengan apa yang Ega katakan.Menebus dirinya sendiri? Benar juga Fitri kan sudah dijual oleh mereka selama 3 hari.Tapi Fitri tak pernah datang lagi ke club DIONYSIUS.Alasannya karena belakangan ini Safira terus mengajaknya jalan-jalan.Dia juga sudah lupa dengan permasalahan ini. "Lo cari om-om yang lebih kaya kan?"tuduh Nabila yang mendapatkan gelengan dari sang empunya. "Jika bukan,Lo pasti nyuri kan?"Lagi-lagi Fitri menggeleng cepat menampik tuduhan yang diberikan oleh Ratna.
Dafa menunduk kebawah begitu para teman-teman sekelasnya melontarkan kata-kata menyakitkan untuknya. 'Sudah bodoh sering bolos dijam pelajaran lagi' 'Kalau tak niat sekolah mending keluar saja dari STRIDE HIGHSCHOOL' 'Otak bodohmu itu bisa menular pada kita' 'Kenapa diam saja?tidak hanya bodoh kau juga sudah bisu ya?' 'Mati saja sana...' Dan masih banyak lagi.Dafa mendongak menatap kearah gurunya yang memilih diam tak peduli. "Pak Arga"serunya membuat wali kelasnya itu menatap kearah nya. "Pergilah,aku tak menerima murid yang otaknya saja tak ada." "Eh?!!"Dafa mundur perlahan ke belakang,kenapa gurunya justru ikut-ikutan mengatakan hal itu.Bukannya menengahi malah memusuhinya. "Tapi kenapa?saya hanya bolos jam pelajaran dua kali kan,itu pun karena saya ingin menghirup udara segar."Dafa tentunya tak terima dengan keputusan yang diberikan oleh gurunya.Sekolah disini saja bayar banyak,masa dengan mudahnya n
Beberapa polisi ditugaskan untuk kerumah Dafa dan berniat untuk mengintrogasi anak remaja itu.Sayangnya orangtua Dafa bilang kalau Dafa tak pulang setelah memberikan secarik kertas.Setelah membuka kertas tersebut orangtuanya benar-benar terpukul,menangis dimalam itu juga.Isi dari secarik itu terbilang cukup menyedihkan jika dibaca oleh keduanya yang menyandang sebagai ayah dan ibu.Kira-kira begini isi dari secarik kertas itu:--Untuk mu laki-laki kuat dan perempuan terhebat, terimakasih banyak sudah membesarkan ku hingga kini.Aku senang kalian yang menjadi orangtua ku.Jika aku tak lagi membuka mataku besok pagi,anakmu ini tak akan pernah menyesal.Hidup menjadi anak kalian adalah sebuah keindahan.Jangan mencari ku karena aku sudah bahagia disini.Pastikan kalian bahagia juga ya,maaf jika Dafa pernah melakukan kesalahan.Dafa benar-benar mencintai kalian--Orangtua mana yang tak menangis saat membacanya coba.Polisi akhirnya memilih menutup kasus ini
Ega dan Nabila terlihat berseteru mempermasalahkan sesuatu.Keduanya saling beradu argumen dan ngotot tidak mau mengalah. "Udah dong jangan berantem lagi,"ujar Ratna menengahi mereka. "Ngaku aja deh,gue juga nggak buta kok...gue ngeliat Lo jalan sama pacar gue kemarin di mall,"kata Ega sembari mendorong tubuh Nabila ke tembok. "Ngaku apaan sih,kan udah gue bilang kalau itu bukan gue,"kilah Nabila membela diri sendiri. "Kalau Lo mau pacar gue bilang aja,bakal gue kasih kok.Tapi tolong jujur aja sama gue,kalau itu emang Lo,"ujar Ega mencari kebenaran dari Nabila.Pacar tak berarti untuknya,ia hanya ingin kejujuran dari mulut temannya itu. "Gue kan udah bilang kalau itu bukan gue,kenapa Lo ngeyel banget sih,"bentak Nabila membuat gadis didepannya sedikit terkejut.Pasalnya baru kali ini Nabila meninggikan suaranya saat berhadapan dengan nya langsung.Ini kah sifat asli sahabatnya? "Nabila,"seru Ega tak percaya. "Kenapa?Lo kaget