Share

ANAK ADOPSIKU TERNYATA DARAH DAGING SUAMIKU
ANAK ADOPSIKU TERNYATA DARAH DAGING SUAMIKU
Penulis: Mak naqi

Mencari ibu pengasuh

"Mas, kalau kita sampai tua gak punya anak bagaimana?"

"Ya, gak apa-apa. Sekarang zamannya freechild, gak ada salahnya kan kalau kita freechid mengikuti zaman sekarang, gak usah terbebani oleh apapun Ria, aku cinta kamu apa adanya kok." Syarif pun memeluk erat sang istri.

Rianti dan Syarif adalah sepasang suami istri yang cukup harmonis. Usia pernikahan mereka sudah menginjak empat tahun, tapi mereka belum mempunyai anak.

Walaupun belum mempunyai anak, Rianti cukup bahagia, mempunyai suami yang mapan dan tampan, mempunyai mertua dan ipar yang tak julid, itu adalah sebuah rezeki baginya.

Sebenarnya, Rianti ingin sekali mempunyai seorang anak, tapi kalau tuhan belum berkehendak dia bisa apa. Tanpa sepengetahuan suaminya dia sudah ke dokter kandungan dan hasilnya rahimnya baik-baik saja.

Kemudian Rianti mengajak Syarif untuk tes kesuburan, Syarif pun bersedia dan hasilnya mereka tak memiliki masalah apapun di organ reproduksi mereka.

"Kamu gak mandul, aku juga. Kamu hanya perlu bersabar, Ria."

"Maafkan aku Mas, belum sempurna jadi istri kamu, belum bisa memberi pewaris untukmu."

"Kamu itu ngomong apa sih Ria, kamu ngomong gini aku malah kesel loh, jujur. Nikmatin aja hidup kamu apa susah nya, nanti juga kita punya anak toh gak ada yang mandul di antara kita." Syarif pun pergi meninggalkan Rianti.

Syarif pun lama-lama risih pada Rianti yang terus menerus meminta maaf padanya karna belum memberinya anak. Apa salahnya menikmati apa yang ada dan bersyukur dengan apa yang di miliki.

Padahal, dia sama sekali tak menuntut anak pada Rianti, keluarganya juga tak menuntut apapun bahkan ibunya selalu baik pada Rianti, walaupun Rianti menantu di rumah itu Rianti tak di jadikan babu seperti di novel-novel bergendre rumah tangga itu.

***

"Neng, udah bangun belum? sarapan dulu bangunin suami kamu. Ibu udah masak buat kalian sebelum jualan." Panggil Bu Aas pada Rianti, Bu Aas memang tak pernah menyebut nama menantu nya, dia memanggil dengan "Neng" atau "Nyai".

"Beruntung pisan aku mah punya mertua kaya ibu, berasa di ratukan sama mertua sendiri, hehe." Kata Rianti, sambil menarik kursi dari dalam meja makan.

"Nya harus atuh, bagaimanapun menantu juga anak kita sendiri dan ibu juga punya anak perempuan dua yang ikut suaminya, takut karma kalo ibu jahat sama kamu neng haha,

Ibu juga pernah jadi menantu seperti kamu Neng, punya mertua jahat itu gak enak, kita kan nikah sama anaknya bukan jadi babu," ujar Bu Aas sambil memasukan gorengan ke dalam baskom.

"Biar aku bantu, Bu" Rianti yang hendak makan pun berdiri.

"Gak usah, mau beres kok Neng, kamu makan aja yang jongjon,"

Bu Aas setiap hari jualan gorengan, walaupun anak-anaknya sudah sukses beliau tetap berjualan gorengan setiap pagi, sepeninggal suaminya dia memang berjualan gorengan dan memelihara beberapa ekor kambing.

Anak-anaknya melarang Bu Aas untuk berjualan gorengan terutama Syarif karna dia sekarang kerja kantoran, tapi Bu Aas menghiraukan nya, suntuk jika tak punya kegiatan, pegal-pegal malah kalau diam saja di rumah, jadi anak-anaknya pun tak bisa memaksa keinginan mereka.

"Bu, kalo misal nya anak ibu poligami apakah ibu mau mendukung, misalkan yah ini mah misalkan, Bu." Rianti membuka percapan dengan Bu Aas.

"Buat apa poligami, satu aja tanggung jawabnya berat. Ibu juga jadi mertua takut gak adil, anak ibu juga takut gak adil, emang nya Neng mau di poligami?"

"Amit-amit sih, Bu. Tapi, aku juga takut gak bisa ngasih anak sama Mas Arya, Bu."

"Neng, anak itu rezeki kalau belum di kasih anak ya emang belum rezeki nya, lagipula baru empat tahun nikah kan? masih terbilang baru. Santai aja atu Neng, berarti allah mau kalian pacaran lebih lama."

Bu Aas terus memberi suport pada menantunya, walaupun dia tak pernah menanyakan cucu, tapi tetangga di sekitar yang sering tanya-tanya kapan hamil.

"Dek, kemari. Ada yang mau Mas perlihatkan," Syarif memanggil Rianti.

"Ada apa, Mas?" Syarif memperlihatkan hp nya pada sang istri

[ Di ibu pengcariasuh untuk anak saya, tapi silahkan bawa anak saya tinggal bersama anda, gaji akan saya transfer. Saya hamil di luar nikah dan kelarga saya tak tahu kalau saya hamil dan punya anak. Saya adalah Mahasiswa yang kuliah sambil kerja, saya harus tetap melanjutkan pendidikan dan pekerjaan saya, silahkan inbox jika bersedia] status seseorang di salah satu grup media sosial berlogo F .

[Dasar wanita murahan, mau-maunya di tiduri sebelum nikah] komentar seseorang

[anak nya seolah-olah di buang]

[Kok bisa yah hamil gak keliatan]

[Hamil gak diinginkan kan gak bakal keliatan, bayi seakan sembunyi, bisa aja emak nya pake sweater terus biar gak keliatan]

[Kalo udah kejadian di luar nikah seperti ini, pasti wanita yang rugi]

[kalo mbak nya bisa jaga diri, pasti gak bakal begitu]

Rianti membaca ribuan komentar kebanyakan menghujat si pembuat status, dia pun melihat profil sang status, sayang nya itu akun fake, dia pun meng inbox sang penulis status.

[Mbak, saya bersedia jadi pengasuh anak mbak. Boleh saya minta alamat Mbak, biar saya jemput bayi nya]

[Silahkan ke kontrakan saya yang beralamat di jl. Anwar rt 13 kontrakan milik Hj. Imas]

"Aku mau, dan bersedia jadi pengasuh nya, kamu setuju kan?" Kata Rianti

"Iya, setuju. Terserah kamu saja aku dukung kamu itung-itung mancing yah."

"Iya, kamu bener itung-itung mancing."

"Tapi, kamu kesana sendiri yah. Soalnya aku sibuk, gak apa-apa kan kamu kesana tanpa aku."

"Iya, gak apa-apa kok".

Rianti menuju ke alamat yang akan di tuju dengan mengendarai sepeda motor bersama Bu Aas. Bu Aas juga mengizinkan kalau menantunya kerja mengasuh anak tersebut.

Suasana di kontrakan begitu memprihatinkan, sampah di mana-mana, puntung rokok di mana-mana, sepertinya sang ibu perorokok, Rianti merasa iba pada bayi.

Setelah melihat sang bayi, entah mengapa Rianti merasa jatu cinta pada bayi tersebut, bayi yang begitu tampan. Mata yang bersinar, bulu mata yang lentik hidung yang mancung, walaupun bayi tersebut berjenis kelamin laki-laki, tapi cantik seperti perempuan.

Bayi terus menerus menangis saat di gendong ibunya, Rianti mengambil alih menggendong bayi tersebut setika bayi tersebut berhenti menangis.

"Wah, Neng langsung berhenti nangis nya, pasti dia mau di asuh sama kamu."

"Iya bu, semoga anak ini betah yah tinggal sama kita. Siapa namanya ini anak ganteng teh."

"Syahil Ammar Abidzar, panggil saja Ammar," jawab Hilda.

"Nama yang bagus, sama kaya anak nya ganteng. Dede Ammar, panggil aku ibu yah"

"Nama ku Hilda kak. Aku pacaran sama seorang laki-laki, kami kebablasan akhirnya aku hamil dan melahirkan. Orang tuaku dan keluargaku tak tahu aku hamil, dan aku tak ingin mereka tahu.

Aku ingin tetap menjaga nama baikku dan keluarga ku. Jadi, saya mohon tolong rawat anak ini, tolong cintai dia seperti anak sendiri, aku tahu kaka orang baik.

Aku akan melanjutkan kuliah ku, aku tak bisa membawa anakku bersamaku aku mohon, tolong jaga anakku kak, aku yakin kakak orang yang tepat.

Aku akan meng gaji kakak setiap bulan, akan ku transfer lewat rekening, baju, susu, popok sudah ku persiapkan di tas yang merah itu.

Setelah ini aku juga akan pergi jauh dari sini mencari kontrakan yang lain, karna aku sudah malu di sini namaku sudah tercoreng buruk." Hilda menceritakan kisah hidupnya.

"Turut prihatin yah Neng. Setelah ini, bertaubatlah Neng, sesungguhnya allah maha pengampun dan penerima taubat, jangan ulangi kesalahan yang sama yah Neng, kembali ke jalan yang lurus." Bu Aas memberi petuah pada Hilda.

Hilda hanya mengangguk, dan menyeka air mata nya.

"Kalau boleh, aku ingin mengadopsi anak ini. Aku sudah jatuh cinta pada bayi ini, Aku sudah jatu cinta pada Ammar boleh kah?

Karna kebetulan aku belum mempunyai anak, sepertinya Ammar juga menyukaiku. Tapi kamu tak usah khawatir, kamu boleh menemui Ammar kapan saja." Rianti memohon pada Hilda,

Syarif sendiri yang mengusulkan kalau anak itu di adopsi saja kalau ibunya tak mau merawat nya, dan ternyata Rianti jatuh cinta pada anak tersebut.

"Baiklah, aku setuju." jawab Hilda.

Hilda memeluk dan menciumi Ammar, sebelum mereka berpisah, Hilda dan Rianti pun saling bertukar no ponsel.

Akhirnya bayi Ammar pun di boyong ke rumah Bu Aas, mereka menaiki kendaraan yang sama sewaktu berangkat tadi yaitu sepeda motor, toh jarak dari kontrakan Hilda ke rumah Bu Aas jarak nya tak terlalu jauh.

"Yaa allah. lihat Neng, badan nya penuh dengan bintik-bintik merah." Bu Aas kaget saat akan mengganti diapers Ammar, tubuh bayi itu di penuhi bintik merah di sekitar perut dan punggung nya.

"Yaa ampun, kasihan sekali kamu Nak, itu obat nya apa yah, Bu?"

"Kalau waktu zaman ibu sih minyak kelapa, pake minyak kelapa sampai telaten sampai bersih, ibu bikin yah, tapi pasti lama nunggu beberapa jam."

"Gak perlu Bu, ibu tunggu di sini aja biar aku beli minyak kelapa di apotek siapa tahu ada kan."

Tak butuh waktu lama, Rianti datang membawa minyak kelapa dalam botol berukuran kecil.

"Neng, ini teh beneran minyak kelapa kok warnanya bening begini," ujar Bu Aas karna minyak yang biasa ia buat berwarna kuning atau keruh.

"Ini teh minyak kelapa zaman sekarang Bu, namanya VCO virgin coconut oil atau bisa juga di sebut minyak kelapa perawan."

"Oh, berarti yang sering ibu bikin minyak kelapa janda nya yah,haha" mereka pun tertawa.

Dengan telaten Rianti membalurkan minyak kelapa pada tubuh bayi Ammar, dia senang sekali bisa merawat bayi Ammar.

Rianti terus memeluk dan menimang-nimang bayi Ammar, ia terus melantunkan sholawat nabi dan dzikir pada anak itu.

"Sholatullah, salamullah 'alaa thohaa rasulillah"

"Sholatullah, salamullah 'alaa yaa siin habiibillah"

"Wah, jagoanku anak ganteng sudah ada di sini," ucap Syarif yang baru datang kemudian, mencium Rianti dan bayi Ammar.

"Kamu tahu dari mana kalau anak ini berjenis kelamin laki-laki, Mas?" Tanya Rianti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status