Share

BAB 4 : Menjablai!

                Predikat janda yang disandangnya oleh Diana, membuat orangtuanya tidak nyaman dan merasa was-was, sebab begitu banyak janda yang dilabrak oleh ibu-ibu yang merasa suaminya digoda olehnya. Padahal jika ingin jujur lebih banyak pria hidung belang beristri yang suka menggoda janda, baik untuk dijadikan istri siri atau hanya pemuas saja.

            Image buruk yang melekat pada diri seorang janda,membuat Diana merasa tidak nyaman dengan posisinya sebagai janda muda nan cantik dan aduhai. Banyak pasang mata lelaki hidung belang yang sudah beristri atau belum menggodanya hampir setiap hari, ada saja ulah mereka ketika ingin menmuinya yang disebut mereka sebagai janda kembang.

            Banyaknya kumbang yang menghampiri dirinya, membuat Diana gerah dan tidak aman. Apalagi tingkahnya yang mulai nakal dengan tak segan menerima ajakan lelaki untuk pergi bersenang-senang atau sekedar pelesiran ke tempat wisata menenangkan diri dan menyejukkan pemandangan mata.

            “Diana, Ibu lihat setiap hari kamu sekarang pergi dengan lelaki,” ujar Ibunya saat mereka sedang duduk santai di teras rumahnya di suatu petang.

            “Memang salah kalau Diana sering pergi, Bu?” tanyanya kepada Ibunya meminta penjelasan.

            “Salah sih tidak. Cuma lihat lelakinya, kalau dia sudah punya istri mbok jangan lah,” nasehat ibunya melarang pergi dengan lelaki yang telah beristri.

            “Diana tidak meminta mereka pergi bersama,Bu. Mereka saja yang menawari jalan-jalan, ya Diana terima daripada pusing tidak ada kerjaan,” curhat Diana kepada ibunya bahwa dia butuh refreshing untuk menghilangkan kepusingan dirinya setelah bercerai muda dari Herman.

            “Ibu minta kamu tetap menjaga diri dan perasaan, jangan sampai ibu dilabrak istri orang yang mengajak kamu jalan-jalan,” kata Ibunya menasehati Diana agar menjaga diri dan perasaan jangan sampai orang merasa tersinggung.

            “Kalau aku tahu mereka sudah beristri langsung kutolak, Bu.” Kata Diana kepada ibunya bahwa dia menolak pria beristri yang ingin mengajaknya jalan-jalan.

            “Ibu hanya mengingatkanmu agar keluarga kita tidak menjadi bahan cibiran orang sekampung,” kata Ibunya ketakutan dengan buah bibir orang yang tidak suka dengan kelakuan anaknya.

            Semua nasehat Ibunya, entah didengar atau tidak oleh Diana. Jika tidak mengikuti ajakan jalan-jalan, ajakan membuat acara makan bersama, karaokean bersama atau sebangsanya yang jelas senang-senang dan makan-makan Diana akan selalu hadir diajak oleh teman gadisnya yang suka disuruh oleh lelaki untuk mengajak mengikuti acara tersebut termasuk acara muda-mudi.

            Diana tak kikuk, dengan status janda yang disandangnya. DIa masih dengan cueknya mengikuti acara-acara yang diadakan bila mengajak dirinya. Hanya saja orangtuanya secara diam-diam mengawasinya dengan ketat melalui mata seorang lelaki kepercayaan Ibunya untuk menguntit setiap acara dan kegiatan yang dilakukan oleh Diana bersama temannya baik lelaki atau perempuan.

            “Bagaimana Danang, Ayukmu tidak berbuat macam-macam?” tanya ibunya kepada orang kepercayaan yang sering memata-matai kegiatan Diana yang tanpa disadarinya.

            “Aman, Bik. Ayuk masih dalam kondisi sadar dan tidak berbuat macam-macam!” terangnya kepada Ibunya Diana yang setiap anaknya pergi selalu memintanya menjadi  informan yang mengawasi gerak gerik Diana dan temannya.

            “Syukurlah. Pantau terus, Ayukmu. Kalau dia mau macam-macam laporkan!” tegas Ibunya Diana kepada Danang.

            Pernah suatu ketika Danang melihat Diana sedang bersama seorang lelaki yang mabuk dan hendak berlaku asusila, dengan sigap dia memberitahu orang lain sehingga urunglah niatnya. Setahu Danang Ayuknya masih sangat membatasi diri dalam pergaulan walaupun dia sering pergi dengan lelaki yang suka mengajaknya.

            “Ibu tidak tahan dengan prilaku kamu yang sering pergi tak karuan,” ucap Ibunya memarahi Diana ketika dia baru pulang dari refreshing ke salah satu tempat wisata Air Terjun yang banyak terdapat di daerahnya.

            Daerah wisata yang terkenal di daerah Kabupaten tempat Diana tinggal memang menyuguhkan pemandangan nan elok air terjun dari ketinggian tertentu yang jatuh mengembun deras ke bawah, dimana lokasi jatuhnya air tersebut menjadi tempat mandi bagi pengunjung yang berani. Beberapa objek wisata tersebut sudah dikelola dengan baik oleh Kelompok Sadar Wisata masing-masing Kampung bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dalam memajukan objek wisata air terjun tersebut yang dalam bahasa daerahnya sering disebut Curup.

            Disamping itu bisa juga untuk adu nyali rafting dengan rakit bamboo untuk tiga atau empat orang sekaligus, atau boleh juga merasakan sensasi batang pisang yang dinaiki, bisa juga menggunakan ban dalam mobil yang disewakan khusus. Derasnya air yang mengalir dengan bebatuan  hitam keras siap meremukkan atau memarkan tulang bagian tubuh yang terhempas ke bebatuan.

            Diana sering diajak main ke curup, tapi dia tidak mau jika diajak susur sungai apalagi kalau hanya berdua saja. Bukan dia tidak berani dengan derasnya air yang mengalir dan bebatuannya, tetapi lebih kepada norma etika yang tidak pantas saja. Teman lelaki suka mencuri kesempatan dengan leluasa memegang bagian tubuh teman perempuannya dengan alasan melindunginya. Bagi lelaki yang nakal menggunakan kesempatan tersebut dengan baik untuk melancarkan aksi bejatnya dengan memegang,merengkuh bahkan meremas barang yang bukan haknya.

            “Kenapa sih kamu nggak suka sekali aku ajak rafting kan obat penghilang stress?” tanya Aksan, lelaki yang bersusah payah mengajaknya untuk menyusuri sungai dengan rakit bambu.

            “Aku takut jatuh,” tolak Diana memberikan alasan yang masuk akal.

            “Kan ada abang yang jagain,” katanya menyakinkan.

            “Takut sama abangnya sekalian jatuh malah celaka dua belas,” candanya nakal.

            “Abang pasang badan untuk Adik. Biarlah abang yang jatuh asalkan adik tidak jatuh,” ucapnya genit menggoda Diana.

            “Nggaklah Bang! Kalau abang mau, rafting sendiri aja atau ajak teman yang lain.” saran Diana kepada Bang Aksan tetap menolak dengan halus, beranjak pergi menjauhi pria yang dipanggul Abang tadi.

            Dalam pandangan mata batinnya, terukur sudah kalau Abang Aksan mempunyai niat yang kurang baik mengajaknya menyusuri sungai berdua. Dia tak mau lagi terulang peristiwa beberapa saat yang lalau ketika mereka ramai melakukan rafting, itukan karena mengikuti chalange  berhadiah dari kawannya. Terpaksalah dia memberanikan dirinya, dengan pengalaman yang miris, ya karena takut terpaksa memasrahkan diri untuk berada dalam pelukan lelaki yang berpura melindunginya agar tetap berada diatas rakit.

            Sejak saat itulah , dia merasa kapok untuk rafting lagi, walaupun diimingi dengan hadiah uang sekalipun. Cukuplah pengalaman pertama dan terakhir saja yang membekas di hatinya, saat mendapat perlakuan asusila. Jikapun ingin sekali arum jeram, dia memilih teman sesama cewek yang tidak akan mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk berbuat asusila.

             

                BERSAMBUNG BAB 5

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status