Seraphina mengikuti Cypher dengan linglung. Mobil yang terbuka kuncinya dengan sekali sentuh oleh Cypher, bukanlah hal yang paling mengejutkan yang ia lihat hari ini. Begitu duduk di kursi penumpang, Seraphina menatap Cypher yang kini mengemudi. Di bawah sinar matahari yang bersinar terang, wajahnya terlihat sempurna. Kulitnya, gerak-geriknya, bahkan kedipan matanya, semuanya tampak alami. Tidak ada sedikitpun celah yang menunjukkan bahwa ia hanyalah sebuah mesin.
"Aku tahu aku bakal terlihat bodoh kalau tanya seperti ini, tapi… kamu beneran robot?" gumam Seraphina. Suaranya terdengar tidak yakin. "Entitas," Cypher mengoreksi, matanya tetap fokus pada jalanan. "Aku adalah entitas yang dirancang." "Tapi... kulitmu terasa nyata. Sentuhanmu. Suaramu. Bola matamu… ah, aku pernah melihatnya menyala waktu kamu tangkap aku di taman malam itu. Tapi hanya itu satu-satunya yang terlihat aneh," kata Seraphina, teringat malam saat ia mencoba terjun dari balkon rumahnya, dan Cypher berhasil menangkap tubuhnya dengan tepat waktu. "Gimana bisa?" "Model fisikku terbuat dari bio-polimer sintetik. Dirancang untuk meniru anatomi manusia secara sempurna. Itu mempermudah interaksiku dengan manusia, dan... memudahkanku untuk memanipulasi lingkungan fisik di sekitarku," jelas Cypher. Tiba-tiba, Cypher mengangkat kedua tangannya dari kemudi, dan melipatnya di depan dada. Seraphina memekik kaget. "Cypher! Apa yang—" Meskipun tangannya tidak memegang kemudi, mobil itu berbelok perlahan, mengikuti lekuk jalan dengan presisi. ‘Auto pilot?’ gumam Seraphina dalam hati, ia memegang erat seat belt nya dengan wajah tegang. Walaupun di 2025 mobil autopilot bukan sesuatu yang baru, tapi ia kini berada di tahun 2023, terlebih lagi di London, di mana pemerintah Inggris baru akan menargetkan memiliki mobil “tanpa pengemudi” di jalan raya pada tahun 2026. Jadi, mobil yang ditumpanginya saat ini tentu bukan mobil autopilot. "Aku terintegrasi dengan sistem operasional mobil," kata Cypher tenang, seakan mendengar keributan di pikiran Seraphina, "Aku bisa mengendalikan data dan teknologi apa pun di area tertentu." Seraphina menatap jalanan di depan, jantungnya berdebar kencang. ‘Jadi, dia yang mengendalikan mobil ini?’ pikirnya lagi. Ia melirik ke tangan Cypher, lagi. “Kau mau mencoba memegangnya, Seraphina?” tanya Cypher, ia menyodorkan lengannya ke arah Seraphina. Seraphina menatap tangan Cypher ragu. Tapi rasa penasarannya jauh lebih besar, perlahan ia menyentuh kulit lengan Cypher. Lembut, halus — Seraphina sedikit menekannya — kenyal, elastis, sangat mirip dengan manusia, hanya saja dingin dan tanpa pori-pori. Kulitnya terlihat sempurna, sempurna yang aneh. “Kau mencari apa?” tanya Cypher sambil memiringkan kepalanya, melihat Seraphina terus menekan bagian lengan bawahnya. “Seharusnya di sini kan?” gumam Seraphina, ia masih menekan lengan Cypher. “Tombol itu — di mana kamu sembunyikan itu?” “Oh. Ini.” Cypher mengambil jari telunjuk Seraphina dengan lembut, lalu mengarahkannya ke suatu area di lengannya. Jantung Seraphina berdegup dengan kencang. Perlakuan lembut Cypher membuat ribuan kupu-kupu di perutnya bereaksi. “Ketuk dua kali.” perintah Cypher. Seraphina mengikutinya. Ujung jarinya terlihat sedikit bergetar mengikuti irama jantungnya yang kuat. Ziinng… Suara samar desingan mesin terdengar. Kulit lengan Cypher terbuka, menampilkan kotak mesin berwarna silver di baliknya, beberapa tombol dan juga layar yang menampilkan angka biru yang menyala. “Woaaa…” Seraphina menatapnya dengan takjub. Saat Seraphina mencoba untuk menyentuhnya, Cypher dengan cepat mengetuk kembali lengannya, dan dengan suara desingan samar, lengannya kembali tertutup dengan sempurna, seolah seperti lengan manusia sehat yang mulus, tanpa cacat atau goresan luka. “Kau boleh menyentuhnya, setelah kita sepakat dengan beberapa aturan.” ucap Cypher, “Sebentar lagi kita akan sampai ke tujuan.” Walaupun sedikit kecewa, Seraphina berusaha menyembunyikannya. Ia menyandarkan punggungnya ke jok mobil. Mencoba untuk membuat dirinya lebih nyaman. "Oke, aku ngerti," katanya. "Tapi aku ingin tahu hal lain. Apa yang bisa dan nggak bisa kamu lakukan?" "Aku bisa mengumpulkan data, menganalisis pola, dan memprediksi hasil. Aku bisa memanipulasi teknologi apa pun yang terhubung dengan jaringan," jawab Cypher. "Mmm… bagaimana dengan hal lebih manusiawi lainnya seperti —” Sementara Seraphina sedang memilih kata-kata yang tepat untuk dilontarkan, tiba-tiba Cypher menginjak rem, membuat mobil berhenti di pinggir jalan yang sepi. Di samping mereka, hanya ada pepohonan rindang. Ia menoleh perlahan ke arah Seraphina. Tatapan matanya yang abu-abu menembus Seraphina. Seraphina menahan napas. Hatinya berdebar, bukan karena takut, tapi karena sensasi yang belum pernah ia rasakan. "Aku bisa menciummu.” ucap Cypher, mendekatkan wajahnya. Seraphina meremas roknya. Kali ini, ada rasa gelisah yang menyelimutinya. Sepintas suara tawa mengerikan Rico dan kawan-kawannya itu terdengar lagi. Spontan, tangan Seraphina menahan dada Cypher. Cypher berhenti. "Sekarang kita bisa bicara," kata Cypher, ia menjauhkan tubuhnya dari Seraphina. "Kau punya banyak pertanyaan." Seraphina segera menarik napas panjang dengan rakus, seolah ia harus segera mengisi seluruh rongga dadanya dengan udara setelah sempat menahan napas. Ia berdehem beberapa kali. Mencoba rileks. "Bukan cuma pertanyaan. Aku mau tahu kebenarannya. Kamu bilang kamu punya bukti, kan? Bukti kalau Cassian—" "Aku tahu," Cypher memotongnya. Ia menggerakkan tangannya ke udara, dan sebuah hologram holografik muncul di depan mereka. Hologram itu menampilkan beberapa tangkapan layar percakapan. "Ini adalah data dari ponsel Cassian di tahun 2025. Aku menyalinnya dari jaringan cloud sebelum kau menghancurkan ponselmu." Seraphina mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya fokus pada tulisan di hologram itu. *** Dari Cassian ke Rico Cassian: "Danny dan yang lain udah siap di sana?" Rico: "Sudah, Bro. Sesuai rencana. Kenapa?" Cassian: "Aku udah kirim Sera ke sana. Aku bilang mau ketemuan berdua. Nanti kalian urus dia. Kasih dia pelajaran." Rico: "Pelajaran gimana, Bro? Kita cuma disuruh nakut-nakutin, kan?" Cassian: "Lakukan apa pun. Aku mau dia nangis dan sadar kalau dia tidak bisa melakukan apapun tanpa aku, bahkan untuk melindungi dirinya sendiri." *** Seraphina membaca percakapan itu berulang kali. Tangannya gemetar. Kilasan ingatan mengerikan kembali. Tangan yang mencoba meremas, aroma alkohol, suara tawa. Bukan tawa yang polos, tapi tawa yang penuh niat jahat. Jika ini benar, ini adalah kebenaran yang kejam. "Ini... nggak mungkin," bisik Seraphina. "Ini... salah. Cassian nggak akan—" "Itu alasan kenapa kau selalu merasa ragu padanya. Dia tidak peduli denganmu," kata Cypher dengan tenang. "Dia membuatmu dalam keadaan rentan dan menunggumu untuk datang kepadanya sebagai pelindung. Dia membuatmu merasa seolah-olah dia adalah satu-satunya orang yang bisa kau andalkan." Air mata mulai mengalir di pipi Seraphina. Hatinya terasa hancur. Ia menyadari ia telah ditipu selama ini. "Kenapa dia lakukan ini?" "Dia tidak ingin kau lebih mandiri darinya. Dia ingin kau selalu butuh dia," jawab Cypher. "Anomali ini diciptakan oleh trauma yang kau alami, tetapi titik pemicunya adalah pengkhianatan emosional Cassian. Emosimu, Seraphina. Itulah yang berharga. Peristiwa itu sangat menyakitkan sehingga membelah realitas, membuat fragmen-fragmen ingatanmu bertebaran." Seraphina menatap Cypher, "Jadi, kamu datang ke sini untuk apa?" "Untuk mencegahnya," jawab Cypher. "Untuk mencegah anomali itu. Selama peristiwa itu belum terjadi, masih ada kesempatan untuk menghapusnya." "Gimana caranya?" "Dengan memecah siklus ini," kata Cypher. "Kau harus mengubah masa depanmu. Kau harus menghentikan peristiwa yang terjadi." Seraphina menggeleng. "Gimana bisa? Aku... aku nggak bisa hadapi dia. Aku cuma perempuan biasa. Aku takut." "Bukan. Kau adalah penjelajah waktu, Seraphina," Cypher berkata. "Kau memiliki pengetahuan tentang masa depan yang tidak dimiliki orang lain. Kau memiliki aku, dengan semua dataku, untuk membantumu. Kau bukan lagi korban, Seraphina. Kau adalah kunci." "Kunci apa?" tanya Seraphina dengan suara serak. Ia semakin tak mengerti. "Kunci perubahan. Aku adalah data, aku memiliki rencana. Tapi kau, kau memiliki intuisi dan emosi. Kau bisa memengaruhi orang-orang di sekitar. Aku tidak bisa melakukan itu. Aku membutuhkanmu untuk membantuku memahami apa yang mereka rasakan. Aku membutuhkanmu untuk memengaruhi Cassian dan teman-temannya. Kau harus mengubah nasibmu. Dan itu akan mengubah takdir banyak orang. Aku tidak bisa memberitahu siapa saja. Tapi, yang pasti, ini berhubungan dengan Adrian juga." Seraphina menatap hologram Cassian. Matanya kini tidak lagi berkaca-kaca karena kesedihan, melainkan karena kemarahan yang membara. Syal di lehernya kini terasa berat dan menyesakkan. Ia melepaskannya dan melemparkannya ke jok belakang. "Apa yang harus kita lakukan?" tanya Seraphina, suaranya tenang dan tegas. "Apa rencana selanjutnya?" Cypher tersenyum. Bukan senyum ramah, tapi senyum puas. "Aku akan memberitahumu. Tapi ada satu hal lagi yang harus kau ketahui." "Apa?" "Cypher di DeepThought. Ia harus segera diupgrade.”"Cypher, kamu dengar aku?" bisik Seraphina. Seraphina sudah berada di dalam Drury Covent Garden. Kafe itu ramai, namun musik jazz yang diputar membuat suasana terasa tenang. Ia memilih sebuah meja di sudut ruangan, jauh dari keramaian. Ia duduk, meletakkan ponselnya di atas meja. Tangan-tangan Seraphina terasa dingin dan bergetar, ia merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. Tangannya terangkat, menyentuh telinganya, memastikan earphone transparan itu sudah terpasang dengan nyaman. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. “Cypher?” panggilnya lagi. ‘Aku dengar. Suaramu terdengar jelas, Seraphina. Tenang. Aku di sini,’ jawab Cypher, suaranya tenang dan tanpa emosi. “Sorry,” bisik Seraphina lagi. “Aku gugup. Gimana kalau dia nggak percaya sama aku? Gimana kalau dia malah menganggap aku gila?” ‘Dia akan percaya. Ingat, Adrian tidak percaya pada orang lain selain dirinya. Kita tidak akan memintanya untuk percaya padamu, tapi
2035 Adrian menatap layar monitor besar yang menampilkan sebuah garis waktu bergelombang, ditandai dengan berbagai data aneh. Di sampingnya, Profesor Ellery, seorang pria tua dengan kacamata tebal dan rambut putih yang berantakan, mengangguk perlahan. “Singularitasnya stabil, Adrian,” kata Profesor Ellery, nadanya tegang. “Kami berhasil mencegahnya untuk tidak menghancurkan diri. Pengiriman Cypher beberapa hari yang lalu juga berhasil.” Andrian mengamati layar, tatapannya terlihat serius, juga ada semburat kesal di matanya. “Tapi aku nggak menemukan Cypher di tahun 2025. Hanya ada 10 menit di titik ini. Tapi setelah itu jejak Cypher hilang.” Adrian mengetuk layar yang menampilkan titik koordinasi lokasi. Jendela baru terbuka, kali ini menunjukkan sebuah peta. Jari telunjuk dan ibu jarinya bergerak memperbesar titik. Profesor Ellery mengernyit. "Itu nggak mungkin. Kami mengirim Cypher ke tahun 2025 dengan protokol ketat, tujuannya untuk….” “Aku tahu, untuk mencegah adikku bunuh d
Seraphina mengikuti Cypher ke sebuah ruangan yang terlihat seperti studio seni, dengan kanvas-kanvas kosong bersandar di dinding. Hingga sampai di tengah ruangan, matanya menangkap sebuah meja kerja baja dengan laptop futuristik yang menyala. "Duduklah, Seraphina," kata Cypher, menunjuk kursi di depan meja. "Aku harus melakukan ini sekarang. Proses ini tidak akan lama." Seraphina mengangguk, masih memproses emosinya yang campur aduk. Setidaknya ia lega, lehernya kini sudah kosong dari syal biru navy, ringan seperti beban yang telah terangkat. "Apa yang bakal terjadi kalau kamu nggak ngelakuin itu?" tanya Seraphina, duduk di kursi. Cypher mengarahkannya ke monitor. "Ada risiko data corruption. Data itu bisa terdistorsi, atau bahkan hilang. Aku tidak bisa mengambil risiko itu." "Oke," jawab Seraphina, suaranya tenang. "Terus, apa rencananya?" Cypher membuka laptopnya. Layar itu menampilkan kode-kode biner yang mengalir dengan cepat. "Rencananya akan kujelaskan setelah proses
Seraphina mengikuti Cypher dengan linglung. Mobil yang terbuka kuncinya dengan sekali sentuh oleh Cypher, bukanlah hal yang paling mengejutkan yang ia lihat hari ini. Begitu duduk di kursi penumpang, Seraphina menatap Cypher yang kini mengemudi. Di bawah sinar matahari yang bersinar terang, wajahnya terlihat sempurna. Kulitnya, gerak-geriknya, bahkan kedipan matanya, semuanya tampak alami. Tidak ada sedikitpun celah yang menunjukkan bahwa ia hanyalah sebuah mesin. "Aku tahu aku bakal terlihat bodoh kalau tanya seperti ini, tapi… kamu beneran robot?" gumam Seraphina. Suaranya terdengar tidak yakin. "Entitas," Cypher mengoreksi, matanya tetap fokus pada jalanan. "Aku adalah entitas yang dirancang." "Tapi... kulitmu terasa nyata. Sentuhanmu. Suaramu. Bola matamu… ah, aku pernah melihatnya menyala waktu kamu tangkap aku di taman malam itu. Tapi hanya itu satu-satunya yang terlihat aneh," kata Seraphina, teringat malam saat ia mencoba terjun dari balkon rumahnya, dan Cypher berhasil m
Seraphina berjalan melewati trotoar kampus, syal wol biru navy melingkar di lehernya. Sepanjang langkahnya ia tersenyum, sesekali bersiul. Syal itu terasa hangat di lehernya, bukan hanya dari bahannya, tetapi juga dari kenangan yang menempel pada malam sebelumnya. Ia menghela napas panjang, ia menyukai hadiah dari Cassian, tapi tak dapat dipungkiri di lubuk hatinya masih ada sedikit rasa kegelisahan. Tapi sejak bangun tidur pagi ini, dia sudah bertekad untuk menyingkirkan jauh-jauh rasa gelisahnya. Ia akan mencoba memperbaiki hubungannya dengan Cassian. Dan memberitahu Cassian tentang watak asli geng-nya yang bejat. “Rico dan teman-temannya yang melakukannya. Bukan Cassian. Mungkin Cassian juga nggak tau tentang kejadian malam itu. Jadi, aku akan mempengaruhinya untuk meninggalkan geng nya itu.” gumam Seraphina bertekad. Tak lama, sosok Genn muncul dan langsung merangkul pundaknya dengan akrab. Di sisi lain, Cassian mendekat dan menggenggam tangan Seraphina dengan lembut. "Wow! S
Seraphina duduk di bangku taman yang sepi, di bawah lindungan pohon ek besar. Angin musim semi menerbangkan beberapa helai rambutnya. Di sampingnya, Cassian duduk dengan bahu tegap dan senyum menenangkan. Ini adalah tempat yang sering mereka kunjungi, tempat yang seharusnya terasa nyaman. Namun, bagi Seraphina saat ini, ia justru merasa gelisah."Aku tahu ini aneh, Sera. Kamu tiba-tiba menghilang, lalu mengirimiku pesan seperti itu," Cassian memulai, suaranya lembut. "Tapi aku senang kamu menghubungiku. Aku cemas setengah mati.""Aku… aku cuma butuh seseorang, Cassian," gumam Seraphina. Ia tidak berani menatap mata Cassian.Cassian tersenyum, lalu menyentuh tangan Seraphina dengan lembut. “Aku selalu di sini untukmu. Kamu tahu itu, kan?”Seraphina mengangguk pelan. Sentuhan Cassian terasa seperti listrik yang mengalir di kulitnya, tetapi bukan kehangatan. Melainkan getaran yang aneh.Cassian kemudian mengeluarkan tas kertas dari sisinya. "Ini," katanya sambil menyodorkannya pada Serap