Home / Fantasi / Algoritma Cinta Cypher / Chapter 15 : Singularitas Seraphina

Share

Chapter 15 : Singularitas Seraphina

Author: Ivy Morfeus
last update Last Updated: 2025-08-29 23:11:26

Seraphina mengikuti Cypher ke sebuah ruangan yang terlihat seperti studio seni, dengan kanvas-kanvas kosong bersandar di dinding. Hingga sampai di tengah ruangan, matanya menangkap sebuah meja kerja baja dengan laptop futuristik yang menyala.

"Duduklah, Seraphina," kata Cypher, menunjuk kursi di depan meja. "Aku harus melakukan ini sekarang. Proses ini tidak akan lama."

Seraphina mengangguk, masih memproses emosinya yang campur aduk. Setidaknya ia lega, lehernya kini sudah kosong dari syal biru navy, ringan seperti beban yang telah terangkat.

"Apa yang bakal terjadi kalau kamu nggak ngelakuin itu?" tanya Seraphina, duduk di kursi.

Cypher mengarahkannya ke monitor. "Ada risiko data corruption. Data itu bisa terdistorsi, atau bahkan hilang. Aku tidak bisa mengambil risiko itu."

"Oke," jawab Seraphina, suaranya tenang. "Terus, apa rencananya?"

Cypher membuka laptopnya. Layar itu menampilkan kode-kode biner yang mengalir dengan cepat. "Rencananya akan kujelaskan setelah proses ini selesai."

Seraphina menyaksikan Cypher membuka panel di lengannya, memperlihatkan papan sirkuit. Ia menekan sebuah tombol, lalu sebuah kabel tipis muncul dari sana.

"Ini adalah port yang kubutuhkan untuk terhubung. Data saat aku di DeepThought di ponselmu adalah sebagian kecil dari diriku yang utuh. Aku perlu mengambil semua dan menyatukannya.”

Ia menghubungkan kabel tipis itu ke port laptop. Layar laptop menampilkan jendela kecil yang menunjukkan proses unduhan yang sedang berlangsung. Seraphina menatap Cypher dengan takjub. Cypher terpaku. Tatapan matanya kosong, dan yang paling membuatnya menarik adalah warna mata Cypher yang berubah-ubah, dari biru, kuning, merah lalu hijau. Terlihat sangat indah.

"Selesai," kata Cypher, suaranya terdengar lebih dalam dan lebih penuh keyakinan. Ia mengedipkan matanya sekali dan kini warna matanya telah berubah menjadi abu-abu gelap. "Sekarang, kita bisa mulai."

Seraphina mencondongkan tubuhnya ke depan. "Mulai apa?"

"Menghentikan Singularitas Seraphina," jawab Cypher lugas. "Itu nama anomali yang kau sebabkan."

Seraphina mengernyit. "Singularitas?"

"Fenomena waktu yang muncul karena jiwa dan ragamu tidak berada di tempat yang semestinya. Jiwamu ada di tahun 2023, tapi ingatanmu berasal dari tahun 2025," Cypher menjelaskan. "Singularitas itu akan membesar. Jika tidak kita hentikan, efeknya akan mulai merusak lini masa itu sendiri. Kenangan akan terdistorsi, peristiwa akan berubah secara acak, dan akhirnya, realitas akan runtuh. Akibat terbesarnya tidak hanya untuk kau, tapi juga orang-orang yang terhubung dengan kenangan itu, kau dan mereka bisa menjadi gila, Seraphina."

Mata Seraphina membelalak ketika Cypher menyebutkan kata “gila”. Ia ragu, ia merasa itu ungkapan yang berlebihan yang sengaja Cypher ucapkan untuk menakutinya.

"Tapi... aku nggak melakukan apa pun. Itu bukan salahku."

"Benar. Itu bukan salahmu. Itu akibat dari trauma yang akan kau alami," Cypher mengoreksi. "Dan sekarang, kita harus memastikan trauma itu tidak pernah terjadi."

"Jadi…” Seraphina berhenti sejenak, lalu ia menatap Cypher dengan tatapan penuh tekad, "Aku harus putus dari Cassian. Dengan begitu, dia nggak akan pernah bisa menyakiti aku lagi."

Cypher menggeleng. "Itu tidak akan cukup. Kau hanya melihat satu langkah ke depan. Aku melihat seluruh pola. Ego Cassian terlalu besar. Jika kau memutuskannya, dia tidak akan menerimanya begitu saja. Dia akan membalas dendam."

"Balas dendam apa?"

"Dia akan membuat hidupmu hancur. Bukan hanya reputasimu. Dia menginginkan lebih. Dia menginginkan hartamu."

Mata Seraphina membelalak kaget.

"Hartaku? Tapi... kenapa?”

"Dia sudah merencanakannya sejak lama. Dia tahu tentang kekayaan keluargamu, tentang bisnismu di London dan di beberapa negara lainnya.” kata Cypher, ia menoleh ke arah Seraphina, “Untuk sekarang, aku akan menautkan diriku denganmu."

“Apa? Menautkan? Maksudnya? Kenapa tiba-tiba — " tanya Seraphina, bingung.

Cypher mengulurkan tangannya, dan dengan sentuhan dinginnya, ia menarik lembut tangan Seraphina, seolah memintanya untuk berdiri. Seraphina yang kebingungan, mengikutinya berdiri.

"Selama ini, aku hanya bisa menganalisismu dari kejauhan, tapi sekarang, aku harus masuk lebih dalam. Aku akan tunjukkan bagaimana caranya, dengan cara ini kau bisa mengakses data yang tersimpan di sistemku.” Masih menggenggam tangan Seraphina, Cypher berpindah tempat, kini ia duduk di sebuah sofa abu-abu di dekat jendela, sofa yang cukup lebar dan nyaman. “Duduklah."

Cypher menepuk sofa di hadapannya. Seraphina berhenti, ia menatap waspada pada Cypher.

"Kamu mau ngapain?”

“Duduklah,” ulang Cypher, balik menatap Seraphina, “Cara agar kau terhubung denganku hanya melalui saraf vagus mu.”

“Saraf vagus? Cypher— itu terdengar menakutkan dan —”

Seraphina belum menyelesaikan ucapannya, saat Cypher, tanpa peringatan, menarik tangan Seraphina hingga tubuhnya jatuh terduduk di depan Cypher, dengan posisi membelakanginya.

Seraphina memekik terkejut. Tapi Cypher seakan tak peduli. Ia memeluknya dari belakang, membuat Seraphina menahan napas. Tangannya yang dingin melingkari tubuh Seraphina, dan jari-jarinya menyentuh perutnya. Sensasi dingin itu menyebar ke seluruh tubuh Seraphina, tapi perlahan berubah menjadi aliran listrik yang sangat lembut. Tapi cukup membuat Seraphina tersentak kaget.

"Dengarkan dan lihat, Seraphina," bisik Cypher.

Tiba-tiba, pandangan Seraphina menjadi buram. Bukan hanya penglihatannya, tetapi seluruh inderanya terasa seperti diubah. Ia merasakan sensasi mual yang dalam, seolah-olah sebuah pukulan fisik telah mengenai perutnya, dan matanya mulai memproyeksikan sebuah gambar.

Sebuah video buram, seolah diambil dari kamera tersembunyi, muncul di depan matanya.

Di layar itu, Cassian terlihat sedang duduk di sebuah kafe, berbicara dengan Rico dan beberapa temannya. Terlihat agak jauh dan suara mereka sedikit teredam, tapi Cypher memperbesarnya dan memperjelas audionya.

"Dengar, rencana ini harus sempurna," kata Cassian di video itu, suaranya terdengar dingin dan penuh perhitungan, sama sekali tidak ada jejak kehangatan yang biasa ia tunjukkan pada Seraphina. "Begitu Sera hancur mentalnya, dia nggak akan bisa ngurus apa-apa. Kakaknya itu, Adrian, terlalu sibuk buat ngawasin semua. Aku bisa masuk, aku bisa kontrol perusahaan di London itu lewat dia."

Rico tertawa. "Jadi, kita kasih dia trauma, terus kamu jadi pahlawan? Dan akhirnya dapet warisan?"

"Lebih dari warisan. Aku bisa jadi pengendali semuanya. Dia terlalu naif buat sadar," Cassian tersenyum licik. "Dan kalau dia sampai nekat putus, pastikan hidupnya hancur total. Aku nggak akan biarin dia bahagia."

Rekaman video itu berakhir. Seraphina menatap layar hologram yang menghilang, napasnya tercekat. Rasa mual melanda. Semua keraguan kini hancur menjadi debu.

“D-dari mana video ini didapatkan? Ini cuma manipulasi dari kamu kan?” tanya Seraphina dengan nada bergetar. Ia sangat marah dengan sosok Cassian yang ada di video itu, tapi berusaha untuk bersikap hati-hati karena di pikirannya saat ini muncul berbagai gambaran kemungkinan.

Cypher mempererat pelukannya. Bahkan kini kepalanya bersandar di atas bahu Seraphina, seakan sedang memberinya ketenangan. Sistem tubuh Cypher mendeteksi degupan jantung Seraphina yang semakin cepat, menandakan bahwa Seraphina merasakan amarah yang memuncak.

“Video itu dari CCTV kafe. Aku bisa mengakses seluruh CCTV dan kamera aktif dari jarak tertentu. Dan aku menemukan bukti ini saat terjebak di tahun 2025.” jelas Cypher.

Seraphina berusaha mengatur napasnya, untuk menyingkirkan amarahnya yang hampir meluap. Dada Cypher yang menempel di punggungnya, rasa dingin yang menjalar di kulitnya, justru sedikit meredakannya.

"Jadi, apa rencana kita?" tanya Seraphina, suaranya serak tapi tegas. "Aku nggak mau membiarkan dia melakukan itu."

"Kita harus mengisolasi dia," jawab Cypher, melepaskan pelukannya, membuat Seraphina bisa sedikit bergeser sehingga kini mereka duduk bersebelahan, "Kita akan menggunakan pengetahuanku dan kemampuanmu untuk menghancurkan posisinya. Kita akan membuatnya sendirian, dan yang terpenting, dia tidak akan pernah mendapatkan hartamu."

"Gimana caranya? Dia terlalu kuat. Teman-temannya, keluarganya, pengaruh nya..."

"Tidak ada orang yang kebal, Seraphina. Setiap orang memiliki kelemahan," Cypher berkata, lalu ia menoleh ke ponsel Seraphina yang tergeletak di atas meja. "Tapi untuk melakukannya, kita butuh sumber daya. Kita butuh uang, informasi, dan pengaruh di luar jangkauanku."

"Sumber daya apa?"

"Adrian," jawab Cypher.

Mata Seraphina melebar. "Nggak. Cypher, kamu nggak ngerti. Adrian nggak peduli sama aku. Dia selalu sibuk. Aku bahkan nggak tahu dia di mana."

Cypher menyilangkan tangannya di depan dada. "Aku tahu segalanya tentang Adrian di lini masa ini. Dia baru membangun bisnis di bidang teknologi, tapi pengaruhnya sudah besar. Dia memiliki koneksi yang bisa kita manfaatkan. Dia adalah aset terpenting kita."

"Tapi dia nggak akan bantu aku," Seraphina membantah. "Kamu ingat waktu di rumahku kan? Dia bahkan nggak mau denger aku.”

"Kau salah. Dia akan membantu. Dia hanya butuh alasan yang tepat," kata Cypher. "Kau yang harus memberikannya. Kau yang harus meyakinkannya."

"Gimana aku bisa meyakinkan dia dengan cerita gila tentang perjalanan waktu, Singularitas, dan robot kayak kamu?" tanya Seraphina, frustasi.

"Jangan bodoh, Seraphina. Kau tidak akan memberitahunya yang sebenarnya. Kau hanya akan memberitahunya hal-hal yang akan membuatnya bertanya-tanya. Kau akan memainkan permainannya sendiri."

"Permainan apa?"

"Permainan kepercayaan. Aku akan memberikanmu sedikit informasi yang akan membuatnya penasaran. Informasi yang hanya dia dan aku yang tahu," jelas Cypher. "Kau akan menggunakannya untuk mendapatkan perhatiannya. Lalu kau akan memberitahunya tentang Cassian dan niatnya menguasai hartamu."

Seraphina terdiam. Dia tidak tahu bagaimana ia harus melakukannya. Ia tidak pernah dekat dengan kakaknya.

"Langkah pertama," Cypher memberi jeda, lalu melanjutkannya, "adalah menghubunginya. Jangan terlalu formal. Jangan terlalu terlihat kau membutuhkannya. Kirim saja pesan yang sederhana, dan biarkan rasa penasarannya yang akan membuatnya membalas."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 17 : Sintaks Salah

    "Cypher, kamu dengar aku?" bisik Seraphina. Seraphina sudah berada di dalam Drury Covent Garden. Kafe itu ramai, namun musik jazz yang diputar membuat suasana terasa tenang. Ia memilih sebuah meja di sudut ruangan, jauh dari keramaian. Ia duduk, meletakkan ponselnya di atas meja. Tangan-tangan Seraphina terasa dingin dan bergetar, ia merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. Tangannya terangkat, menyentuh telinganya, memastikan earphone transparan itu sudah terpasang dengan nyaman. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. “Cypher?” panggilnya lagi. ‘Aku dengar. Suaramu terdengar jelas, Seraphina. Tenang. Aku di sini,’ jawab Cypher, suaranya tenang dan tanpa emosi. “Sorry,” bisik Seraphina lagi. “Aku gugup. Gimana kalau dia nggak percaya sama aku? Gimana kalau dia malah menganggap aku gila?” ‘Dia akan percaya. Ingat, Adrian tidak percaya pada orang lain selain dirinya. Kita tidak akan memintanya untuk percaya padamu, tapi

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 16 : Protokol Alpha

    2035 Adrian menatap layar monitor besar yang menampilkan sebuah garis waktu bergelombang, ditandai dengan berbagai data aneh. Di sampingnya, Profesor Ellery, seorang pria tua dengan kacamata tebal dan rambut putih yang berantakan, mengangguk perlahan. “Singularitasnya stabil, Adrian,” kata Profesor Ellery, nadanya tegang. “Kami berhasil mencegahnya untuk tidak menghancurkan diri. Pengiriman Cypher beberapa hari yang lalu juga berhasil.” Andrian mengamati layar, tatapannya terlihat serius, juga ada semburat kesal di matanya. “Tapi aku nggak menemukan Cypher di tahun 2025. Hanya ada 10 menit di titik ini. Tapi setelah itu jejak Cypher hilang.” Adrian mengetuk layar yang menampilkan titik koordinasi lokasi. Jendela baru terbuka, kali ini menunjukkan sebuah peta. Jari telunjuk dan ibu jarinya bergerak memperbesar titik. Profesor Ellery mengernyit. "Itu nggak mungkin. Kami mengirim Cypher ke tahun 2025 dengan protokol ketat, tujuannya untuk….” “Aku tahu, untuk mencegah adikku bunuh d

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 15 : Singularitas Seraphina

    Seraphina mengikuti Cypher ke sebuah ruangan yang terlihat seperti studio seni, dengan kanvas-kanvas kosong bersandar di dinding. Hingga sampai di tengah ruangan, matanya menangkap sebuah meja kerja baja dengan laptop futuristik yang menyala. "Duduklah, Seraphina," kata Cypher, menunjuk kursi di depan meja. "Aku harus melakukan ini sekarang. Proses ini tidak akan lama." Seraphina mengangguk, masih memproses emosinya yang campur aduk. Setidaknya ia lega, lehernya kini sudah kosong dari syal biru navy, ringan seperti beban yang telah terangkat. "Apa yang bakal terjadi kalau kamu nggak ngelakuin itu?" tanya Seraphina, duduk di kursi. Cypher mengarahkannya ke monitor. "Ada risiko data corruption. Data itu bisa terdistorsi, atau bahkan hilang. Aku tidak bisa mengambil risiko itu." "Oke," jawab Seraphina, suaranya tenang. "Terus, apa rencananya?" Cypher membuka laptopnya. Layar itu menampilkan kode-kode biner yang mengalir dengan cepat. "Rencananya akan kujelaskan setelah proses

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 14 : Dua Kali Terkejut

    Seraphina mengikuti Cypher dengan linglung. Mobil yang terbuka kuncinya dengan sekali sentuh oleh Cypher, bukanlah hal yang paling mengejutkan yang ia lihat hari ini. Begitu duduk di kursi penumpang, Seraphina menatap Cypher yang kini mengemudi. Di bawah sinar matahari yang bersinar terang, wajahnya terlihat sempurna. Kulitnya, gerak-geriknya, bahkan kedipan matanya, semuanya tampak alami. Tidak ada sedikitpun celah yang menunjukkan bahwa ia hanyalah sebuah mesin. "Aku tahu aku bakal terlihat bodoh kalau tanya seperti ini, tapi… kamu beneran robot?" gumam Seraphina. Suaranya terdengar tidak yakin. "Entitas," Cypher mengoreksi, matanya tetap fokus pada jalanan. "Aku adalah entitas yang dirancang." "Tapi... kulitmu terasa nyata. Sentuhanmu. Suaramu. Bola matamu… ah, aku pernah melihatnya menyala waktu kamu tangkap aku di taman malam itu. Tapi hanya itu satu-satunya yang terlihat aneh," kata Seraphina, teringat malam saat ia mencoba terjun dari balkon rumahnya, dan Cypher berhasil m

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 13 : Kekacauan di Kantin

    Seraphina berjalan melewati trotoar kampus, syal wol biru navy melingkar di lehernya. Sepanjang langkahnya ia tersenyum, sesekali bersiul. Syal itu terasa hangat di lehernya, bukan hanya dari bahannya, tetapi juga dari kenangan yang menempel pada malam sebelumnya. Ia menghela napas panjang, ia menyukai hadiah dari Cassian, tapi tak dapat dipungkiri di lubuk hatinya masih ada sedikit rasa kegelisahan. Tapi sejak bangun tidur pagi ini, dia sudah bertekad untuk menyingkirkan jauh-jauh rasa gelisahnya. Ia akan mencoba memperbaiki hubungannya dengan Cassian. Dan memberitahu Cassian tentang watak asli geng-nya yang bejat. “Rico dan teman-temannya yang melakukannya. Bukan Cassian. Mungkin Cassian juga nggak tau tentang kejadian malam itu. Jadi, aku akan mempengaruhinya untuk meninggalkan geng nya itu.” gumam Seraphina bertekad. Tak lama, sosok Genn muncul dan langsung merangkul pundaknya dengan akrab. Di sisi lain, Cassian mendekat dan menggenggam tangan Seraphina dengan lembut. "Wow! S

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 12 : Imbalan Hadiah

    Seraphina duduk di bangku taman yang sepi, di bawah lindungan pohon ek besar. Angin musim semi menerbangkan beberapa helai rambutnya. Di sampingnya, Cassian duduk dengan bahu tegap dan senyum menenangkan. Ini adalah tempat yang sering mereka kunjungi, tempat yang seharusnya terasa nyaman. Namun, bagi Seraphina saat ini, ia justru merasa gelisah."Aku tahu ini aneh, Sera. Kamu tiba-tiba menghilang, lalu mengirimiku pesan seperti itu," Cassian memulai, suaranya lembut. "Tapi aku senang kamu menghubungiku. Aku cemas setengah mati.""Aku… aku cuma butuh seseorang, Cassian," gumam Seraphina. Ia tidak berani menatap mata Cassian.Cassian tersenyum, lalu menyentuh tangan Seraphina dengan lembut. “Aku selalu di sini untukmu. Kamu tahu itu, kan?”Seraphina mengangguk pelan. Sentuhan Cassian terasa seperti listrik yang mengalir di kulitnya, tetapi bukan kehangatan. Melainkan getaran yang aneh.Cassian kemudian mengeluarkan tas kertas dari sisinya. "Ini," katanya sambil menyodorkannya pada Serap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status