Kenan merencanakan berlibur dengan Nayla dan Allea ke Puncak Bogor. Ia mempersiapkan segalanya termasuk urusan kantor yang diserahkan pada asistennya di kantor, tetapi ia tidak lepas dari tanggung jawab, Kenan masih membawa laptop untuk mengerjakan tugas kantor melalui internet. Tentu saja Allea senang karena akan berlibur ketika kenaikan kelas. Apalagi ia mendapat juara satu di kelasnya sehingga membuat Nayla dan Kenan semakin bangga memilikinya. Ia anugerah yang tidak diinginkan oleh sang nenek, tetapi ia begitu disambut baik oleh kedua orangtuanya. Mungkin ia bagaikan noda, tetapi noda yang menciptakan banyak warna dalam hidup. Noda yang memberikan banyak pelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Malam tiba. Nayla berangkat ke bar setelah Allea terlelap. Seperti biasanya ia mencium kening putrinya sebelum bekerja. Sudah lebih dari enam tahun Nayla tidak bisa tidur menemani putrinya. Mungkin bisa dihitung memakai jari ketika ia menemani tidur putrinya karena Nayla lebih sering masu
Setelah perbincangan panjang lebar bersama Madam Sahara, akhirnya Nayla sekalian pamit meminta ijin untuk beberapa hari tidak masuk kerja. Ini kali pertama ia meminta libur cukup panjang setelah lebih dari enam tahun bekerja di bar. "Oke, saya ijinkan. Selamat bersenang-senang, Nay. Tidak usah memikirkan hal lain, cukup pikirkan keinginan dan masa depanmu," ucap Madam Sahara. *** Fajar telah bangkit dari peraduannya, menggantikan eksistensi rembulan yang sudah lelah menjelang pagi. Bersama warna kuning keemasan sang fajar memeluk bumi. Inah sudah menyiapkan keperluan apa saja yang dibutuhkan oleh majikannya. Ia terlihat mengecek ulang agar semua yang ditulis oleh Nayla sudah ada dalam koper. Sedangkan Nayla sibuk membangunkan Allea. "Ayo, Sayang. Hari ini kita akan jalan-jalan," ucap Nayla membangunkan putri kecilnya. "Mataku masih ngantuk, Mom," kilah Allea. "Kita mau pergi ke mana si? Kok, pagi banget," keluh Allea. "Nanti Lea tau, pokoknya pemandangannya indah, Lea pasti suka
Kenan tersenyum sepanjang jalan melewati setiap sudut vila saat keluar dari kamar utama menuju halaman untuk mengambil koper yang ada di mobilnya. Langit saat ini cukup cerah dan cuaca di Bogor memang cukup dingin meskipun siang hari. Ia membayangkan indah sekali kalau sampai dirinya, Nayla dan Allea bercanda di atas ranjang seperti keluarga kecil yang harmonis dan bahagia. Setelah koper dan barang-barang lain sudah berada di tangan, akhirnya Kenan kembali ke kamar dengan imajinasi membahagiakan di dalam otaknya. "Daddy sudah ba––" ucap Kenan terhenti saat melihat di dalam kamar sudah kosong. "Ke mana mereka?" gumam Kenan setelah meletakkan koper Nayla di kamarnya. Kenan mendekat ke jendela, lalu membuka tirai kamar yang masih tertutup gorden putih. Cahaya mentari kini menerangi kamar dengan leluasa dan ia melihat sosok bidadari di pinggir kolam. Dua bidadari berbeda usia, tetapi wajah mereka sama-sama cantik di mata Kenan. Saat ini hanya Nayla dan Allea yang ia prioritaskan dalam
Sedikit demi sedikit semuanya terkuak meski sesungguhnya Kenan belum percaya sepenuhnya tentang apa yang ia dengar. Namun, tidak mungkin juga Nayla berbohong padanya apalagi hingga memfitnah ibunya. Berkali-kali Kenan meminta maaf, tetapi hal ini tidak dapat menyembuhkan luka terlebih Kenan bukanlah orang yang bersalah. "Sudah, Kak. Hal ini sudah berlalu, sesungguhnya aku hanya ingin hidup tenang tanpa dibayang-bayangi ancaman dari mama Kak Ken aja," ucap Nayla. Sesungguhnya terlalu banyak kata-kata dan sumpah serapah yang menyakitkanku dulu, Kak. Tetapi aku tidak ingin menguak kembali rasa sakit itu dan sudah cukup, biar hanya aku yang tau. Nayla berbicara dalam hatinya saat menatap lekat wajah Kenan. "Nay?" Kenan memanggil Nayla saat ia berjongkok di hadapan kekasihnya yang sedang duduk di ayunan."Iya," jawab Nayla."Nikah, yuk!" ajak Kenan dengan binar penuh pengharapan. "Tidak untuk sekarang, Kak. Aku belum memiliki apa-apa." "Tapi aku berkewajiban untuk menafkahi kalian. Ak
Kenan yang baru saja bangun dan membekap mulut Nayla seolah langsung tersadar. Mata sipitnya terbuka meski terlihat bersemu merah. Wajah Kenan semakin mendekat hingga tubuh mereka hampir merapat dan detak jantung Nayla semakin kencang saat wajah mereka sangat dekat. "Ssstttt ... nanti Lea bangun," bisik Kenan tepat di telinga Nayla. Wanita itu mengangguk meski ia sadar sedang mengatur napasnya yang masih memburu. Kenan melepaskan tangannya yang sedang membekap bibir Nayla, perlahan ia merapikan rambut Nayla. Saat ini keduanya masih sama-sama tidur menyamping. Sungguh, hal ini membuat Nayla menjadi tidak keruan akan debar yang sedang ia rasakan. "Kak, jangan macam-macam," gumam Nayla di sela mengatur debar yang semakin menjalar. Kenan tersenyum. "Untuk apa? Dengan seperti ini, pun, aku sudah bahagia. Biarkan aku menikmati wajahmu, Nay. Aku rindu saat menatap wajahmu sedekat ini," ucap Kenan pelan. Hati ingin menolak tetapi bibir enggan bersua. Seolah membiarkan tangan Kenan mema
Allea dan Nayla sama-sama beristirahat dalam kamar, Kenan juga masuk ke kamarnya yang hanya bersisian dengan kamar utama. Nayla menceritakan dongeng untuk Allea hingga akhirnya putri kecilnya tertidur pulas di pangkuannya. Merasa putrinya telah terlelap, perlahan Nayla memindahkan kepalanya ke bantal. Nayla benar-benar bersyukur melihat putri kecilnya tumbuh dengan sehat juga pintar. Tidak terasa kebersamaan dengan putri membuat dirinya tumbuh menjadi sosok yang kuat dan mandiri. Mungkin awalnya Allea bukanlah sosok anak yang didambakan kehadirannya, tetapi setelah tangisnya pecah di ruang persalinan, pada saat itu Nayla bertekad untuk selalu menjaga sekuatnya. Ia tidak ingin anaknya terluka oleh siapapun. Allea tampaknya sudah tertidur pulas, tenggorokan Nayla terasa begitu kering, ia haus dan memutuskan untuk ke dapur mengambil air minum karena gelas yang ada di nakas sudah ikut mengering. Saat Nayla berjalan keluar dari kamar, tiba-tiba ia mendengar suara gigil dari dalam kamar
Sepasang mata nyalang kini terlihat dari Rebecca. Ia begitu tidak suka melihat laki-laki yang dicintainya memeluk wanita lain. "Jadi Mas ke sini dengan dia?!" Rebecca menunjuk wajah Nayla. "Maksudnya?" Kenan tidak mengerti. "Kata Mama, Mas ke sini untuk urusan kerja. Makanya aku datang ke sini untuk memberikan surprise buat Mas, tapi ternyata malah aku yang Mas kasih kejutan menyakitkan!" Rebecca terlihat marah dan kecewa. Kenan memang bicara pada ibunya ke Puncak Bogor sambil bekerja dan Kenan memang sengaja tidak memberitahunya. "Mbak, ini enggak seperti apa yang Mbak liat. Kami enggak ngapa-ngapain," ucap Nayla di tengah-tengah perdebatan Rebecca dan Kenan.Rebecca tersenyum sarkas. "Diam, kamu cewek murahan! Sudah tertangkap basah masih mau ngeles, hah?!" Rebecca menyorot tajam pada Nayla. "Jaga bicaramu, Rebecca!" Kenan tidak suka mendengar ada orang yang menjelekkan Nayla, siapapun itu. Rebecca tersenyum sarkas pada Kenan. Namun, ia juga takut kehilangan laki-laki yang ia
Kenan memutuskan untuk pulang malam. Ia sudah menyuruh Nayla untuk membereskan barang bawaannya. Suasana di vila sudah tidak enak semenjak ada Rebecca."Kak, kenapa harus mendadak seperti ini? Kita masih ada waktu libur," kata Nayla. "Aku sudah muak dengan Rebecca, Nay. Baru saja dia berada di sini berapa jam, sudah bikin moodku hancur. Bagaiman kalau masih berhari-hari?" Nayla terdiam dan merasa bersalah. "Maaf, ya? Lain kali kita berlibur lagi dan aku harap kita nanti sudah menjadi suami istri," ucap Kenan sambil memegang kedua bahu Nayla. **Awalnya Allea menolak untuk pulang malam ini. Anak kecil itu seperti sudah betah di vila Kenan. Namun, setelah Nayla memberikan pengertian akhirnya ia mau menurut juga. "Kenap kamu di sini?" tanya Kenan saat Rebecca duduk di sampingnya. "Lalu? Aku harus di belakang dan membiarkan dia duduk di sampingmu, Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat. "Ah, tentu saja karena dia kekasi––" ucap Kenan terhenti saat Nayla menyela. "Kaaaak, udahlah, mas