Share

Bab 9 Tantangan Raras

Author: Fei Adhista
last update Last Updated: 2025-08-19 23:52:59

Setelah suasana di aula mereda, Raras dan Rakai melangkah menuju kamar mereka. Rakai menutup pintu perlahan, lalu menoleh, menatap istrinya dengan mata yang dalam.

“Nimas,” ucapnya serak, “kau tahu kan… aku ini pria normal.” Tangannya terulur, berusaha meraih pinggang Raras.

Namun Raras menahan diri, mundur selangkah. “Kang Mas… jangan. Aku… aku masih belum siap,” katanya lirih, matanya menunduk. “Kau bukan suamiku… keris itu yang menjadi suamiku.”

Rakai tersenyum, separuh geli, separuh penasaran. “Benarkah? Tapi keris itu hanya besi dingin. Sedang aku nyata di depanmu.”

Raras menyilangkan tangan di dada, seperti membuat perisai. “Itulah masalahnya, Mas. Kau terlalu nyata. Dan nyata itu… kadang lebih menakutkan daripada ilusi.”

Rakai melangkah lebih dekat, hingga tubuh Raras terdesak di sudut ranjang. Senyumnya melembut. “Nimas… jangan terus menjauh. Aku hanya ingin kiya merasakannya.”

Raras mendongak, menatap mata suaminya dengan kilat nakal. Bibirnya bergerak pelan di telinga Rakai,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Asmaraloka Sang Putri Pusaka    Bab 12 Pesta yang Ternoda

    Balairung utama Istana Mandalajati malam itu berdiri gagah, diterangi ratusan pelita minyak dan obor besar di setiap sudutnya. Cahaya kuning berkilauan di dinding berukir naga, memantul pada kain sutra yang menjuntai dari langit-langit tinggi. Musik gamelan berpadu dengan tabuhan genderang, menandai kemegahan pesta yang seharusnya menjadi saksi kemuliaan pengantin baru. Namun di singgasana, Raras duduk seorang diri. Kebaya ungu tua berlapis emas tersemat di tubuhnya, wajahnya terhias riasan lembut. Cantik, anggun, dan tampak tenang. Tetapi di balik ketenangan itu ada sesuatu yang tak terlihat orang lain, rasa hampa karena suaminya, Rakai, tak hadir di sisinya. Para bangsawan berdatangan, memberi hormat, memuji kecantikannya, dan mengucap doa. Raras membalas dengan senyum sopan, meski senyum itu tak pernah benar-benar menyentuh matanya. Di belakangnya, Alin berdiri tegak. Hanya seorang pelayan di mata orang lain, namun sikapnya berbeda. Matanya awas, terus menyapu kerumunan yang ber

  • Asmaraloka Sang Putri Pusaka    Bab 11 Pernikahan Yang Gagal

    Pagi itu, sinar matahari menyusup malu-malu melewati tirai putih kamar pengantin. Rakai baru saja keluar dari kamar mandi, tubuhnya masih dibalut handuk di pinggang. Matanya langsung jatuh pada sosok istrinya, Raras, yang masih terlelap di atas ranjang. Wajah itu tenang, seakan tak terusik oleh hiruk pikuk persiapan pesta yang terdengar dari luar istana.Namun ketenangan itu pecah saat seorang pengawal mengetuk pintu dan melaporkan kabar darurat, perbatasan kembali bermasalah. Rakai berdiri kaku beberapa detik, menimbang antara kewajiban sebagai panglima atau haknya sebagai seorang suami di hari pernikahan. Dengan langkah berat, ia mendekat ke ranjang, duduk di sisi istrinya.“Raras...” suaranya rendah, nyaris bergetar. “Aku harus pergi sebentar. Ada hal yang harus kuselesaikan di perbatasan. Tapi malam nanti... kita akan tetap rayakan pesta, percayalah.”Raras membuka mata, menatapnya sekilas tanpa sepatah kata. Diam. Pandangan itu membuat Rakai semakin sulit. Ia meraih tangan istrin

  • Asmaraloka Sang Putri Pusaka    Bab 10 Diam

    Langkah kaki Jendral Arya Gumelar bergema di aula istana, berat dan penuh wibawa. Rakai hanya melirik sekilas, lalu mengangkat tangan memberi isyarat agar ia duduk.“Bagaimana hasil laporanmu,” ucap Rakai rendah, tegas.Arya menunduk hormat sebelum membuka gulungan catatan. “Tentang wanita itu… Putri Raras.”Gerakan dagu Rakai menjadi tanda agar ia melanjutkan.“Dia bukan sembarang gadis,” suara Arya mantap. “Seperti yang ia akui padamu, Raras memang seorang putri… putri terbuang. Sejak kecil disembunyikan dari garis keturunan sah demi kepentingan politik. Untuk menjaga stabilitas Wanasari, ia akhirnya diserahkan mengikuti seleksi selir di Majakirana.”Rakai hanya mengangguk tipis. "Jadi benar. Bukan dongeng belaka apa yang pernah diucapkan gadis itu."Arya mengamati wajah sahabatnya, mencoba membaca sesuatu di balik ketenangan itu. “Namun sejauh penyelidikan, aku tidak menemukan tanda-tanda bahwa dia mata-mata. Bukan dari Wanasari, bukan pula Majakirana. Ia hanya korban keadaan, ters

  • Asmaraloka Sang Putri Pusaka    Bab 9 Tantangan Raras

    Setelah suasana di aula mereda, Raras dan Rakai melangkah menuju kamar mereka. Rakai menutup pintu perlahan, lalu menoleh, menatap istrinya dengan mata yang dalam.“Nimas,” ucapnya serak, “kau tahu kan… aku ini pria normal.” Tangannya terulur, berusaha meraih pinggang Raras.Namun Raras menahan diri, mundur selangkah. “Kang Mas… jangan. Aku… aku masih belum siap,” katanya lirih, matanya menunduk. “Kau bukan suamiku… keris itu yang menjadi suamiku.”Rakai tersenyum, separuh geli, separuh penasaran. “Benarkah? Tapi keris itu hanya besi dingin. Sedang aku nyata di depanmu.”Raras menyilangkan tangan di dada, seperti membuat perisai. “Itulah masalahnya, Mas. Kau terlalu nyata. Dan nyata itu… kadang lebih menakutkan daripada ilusi.”Rakai melangkah lebih dekat, hingga tubuh Raras terdesak di sudut ranjang. Senyumnya melembut. “Nimas… jangan terus menjauh. Aku hanya ingin kiya merasakannya.”Raras mendongak, menatap mata suaminya dengan kilat nakal. Bibirnya bergerak pelan di telinga Rakai,

  • Asmaraloka Sang Putri Pusaka    Bab 8 Kemesraan

    Sore itu, senja perlahan turun di langit perbatasan. Cahaya jingga menyapu pepohonan, sementara suara serangga mulai terdengar dari balik semak. Di kejauhan, Rakai berjalan menghampiri Raras yang tengah duduk di atas batu besar, menatap lembah dengan senyum tipis.“Raras,” suara Rakai dalam namun lembut, “Ayo kita pulang. Kau sudah terlalu lama di perbatasan. Udara dingin begini bisa membuat tubuhmu lemah.”Raras menoleh, matanya berkilat jenaka. “Kangmas… mengapa buru-buru pulang? Aku justru merasa nyaman di sini. Orang-orang sederhana di perbatasan ini baik hati, dan aku sudah terbiasa dengan udara dingin dan para prajurit di sini. Bukankah Kangmas yang sering berkata aku harus kuat?”Rakai menarik napas, menahan senyum kecil. Ia tahu betul Raras sedang menguji kesabarannya.“Bukan begitu, Nimas. Aku hanya khawatir. Kau ini putri seorang bangsawan, bukan prajurit penjaga perbatasan. Betah di sini sampai lupa jalan pulang, bagaimana aku tidak pusing?”Raras terkekeh, suaranya ringan

  • Asmaraloka Sang Putri Pusaka    Bab 7 Aku Di Jual Ke Majakirana

    Di barak, Raras tengah duduk di kursi bambu sambil memutar-mutar gelang perak di tangannya. Malam itu udara terasa dingin, aroma kayu terbakar dari tungku meruap samar.Seorang prajurit berlari menuju barak, dengan tergesa-gesa, "Kanjeng Putri ... Kanjeng Putri!" Begitu melihat Raras mendekat dan saling pandang, lalu buru-buru menunduk."Kanjeng Putri, mohon maaf. Saya mau ambil barang atas perintah Kanjeng Gusti.""Hmm, ambil saja barangnya.''“Kanjeng Putru… ini barang permintaan Gusti Pangeran untuk dibawa ke ruang interogasi. Saya—” pria itu tiba-tiba meringis, memegangi perutnya. “Aduh… maaf, perut saya… tidak kuat…”Raras berdiri, menatap bingung. “Lho, terus ini siapa yang antar?”“Mohon… kanjeng putri saja. Gusti Pangeran sedang menunggu. Penting sekali. Dan tidak boleh dibawa orang lain!" Belum sempat Raras bertanya, prajurit itu sudah kabur sambil menahan perut.“Duh Gusti…” gumam Raras. “Aku ini istri pangeran atau kurir?”Dengan langkah mantap, ia membawa kotak itu menuju

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status