Darto tidak khawatir dengan orang itu, toh rumahnya belum ada barang-barang berharga, yang menggoda untuk dicuri, televisi aja model lama, yang diambil dari kamarnya sewaktu masih tinggal di rumah ibu.
Yakin tidak ada suara ataupun tanda-tanda apapun, Darto segera berangkat kerja setelah memastikan dia menutup dan mengunci pintu, dan juga pagar, Darto segera melaju ke tempat kerjanya, yang hanya berjarak sekitar 500 m.
***
Saat ini Matahari sudah lingsir (mulai terbenam)
Darto bersiap pulang, karyawannya sudah pulang, dia menghitung perolehan usahanya hari itu, seperti biasa, setelah dihitung, dan uangnya dirapikan, dimasukkan amplop, keesokan harinya akan ditabungkan di Bank.
Setiap akhir bulan dia ambil kembali tabungan itu, secukupnya untuk diberikan karyawan sebagai gaji, tak lupa, sebagian disisihkan untuk donatur anak yatim, dan yang paling penting lagi jatah bulanan untuk ibu tercinta.
Ibunya seorang single parent yang tangguh, sejak usia Darto 10 tahun, ayahnya meninggalkan keluarganya, menikah lagi.
Setelah kakaknya lulus SMA dan bekerja di pabrik, kakaknya itu membantu perekonomian keluarga, sehingga Darto dapat lulus STM.
Ketika Darto lulus, Darto juga ikut membantu perekonomian Keluarga, yang saat itu masih menyekolahkan adiknya, bahkan sebelum dapat kerja Darto rela jadi kuli panggul, agar adiknya bisa melanjutkan sekolah
Setelah kakaknya menikah, kini Dartolah yang membantu penuh ibunya, karena Darman sang kakak hidupnya juga tidak berlebih, Darto merasa kasihan, sehingga dia memutuskan dialah yang menanggung kehidupan ibunya.
Darmi adiknya juga kini sudah menikah, karena hidupnya juga terbilang pas-pasan, Darto tidak tega membebani biaya hidup ibunya pada adiknya itu, cukup adiknya merawat ibunya dengan tinggal di rumah bersama ibu, sedangkan biaya rumah dan ibu semua ditanggung oleh Darto, yang masih belum menikah, dan usahanya terbilang cukup maju.
Darto melaju motornya dengan santai, karena jarak tempat usaha ke rumahnya tidak jauh,
Memasuki gangnya, Darto melambatkan motornya, lebih di pelankan lagi, takut menabrak serombongan bocah pergi mengaji kerumah pak ustad Jepri, yang rumahnya berada tepat di depan rumahnya.
Sesampainya di depan rumahnya, dengan bersiul dia membuka pintu rumah, setelah mencopot sepatunya, dia masuk dengan melenggang, dia berlari kecil naik ke lantai atas untuk segera membersihkan diri,
Usai mandi dan berganti pakaian santai, dengan style vaforitnya, yaitu celana pendek selutut dengan banyak saku dan atasan kaos oblong yang nyaman.
Darto menuruni tangga menuju dapur, berniat untuk memasak sedikit makanan untuk diri sendiri.
Sampai di dapur dia melewati meja makan, hidungnya mencium aroma masakan yang menggugah selera, dia mengendus mencari sumber aroma tersebut, netranya menangkap sesuatu di atas meja, tudung saji segera di buka dan……
Dia terjengit, matanya melotot, dadanya berdebar, siapa gerangan yang menyiapkan ini,
Dia tersenyum, pasti tantangannya pada orang yang ngeprank tadi pagi di realisasikan.
Kali ini rasa penasarannya tidak terbendung lagi, dia harus segera menemukan orang itu,
Darto kembali mengedarkan pandangan, dia berlarian membuka laci-laci bawah meja dapur, kalo-kalo ada yang bersembunyi, bukankah sekarang marak seperti berita luar negri, ada orang yang numpang hidup di apartemen atau rumah orang lain dengan sembunyi-sembunyi, Darto berlari ke segala arah, ke tempat-tempat yang memungkinkan untuk bersembunyi, termasuk kamar-kamar, yang kosong, tapi dia tidak menemukan hal apapun,
Dengan nafas yang masih ngos-ngosan Darto duduk kembali di meja makan, dia pandangi makanan itu, dia ragu untuk memakannya, atau sekedar mencicipi, takutnya ada sesuatu dimakanan itu,
“Hai… Siapa kamu, tampakkan dirimu, siapapun kamu, aku akan memaafkan kamu, dan menerimamu jika kamu memang ingin menumpang hidup disini” kata Darto dengan intonasi yang lembut agar tidak menakuti orang tersebut
Hening, tidak ada sahutan apapun
“Hai… Keluarlah, gak usah malu, aku sudah capek main umpetan, mau kamu perempuan ataupun laki, ga apa-apa, keluarlah, mari makan bersama” sambung Darto
Tiba-tiba Darto melotot, dia terkejut setengah mati, saking kagetnya dia berdiri spontan, dengan demikian perutnya sedikit menabrak meja, meja bergetar, dan kursi yang diduduki terbalik, dia hendak berlari tapi kakinya terantuk kaki kursi, diapun terjerembab
Darto memegangi lututnya yang sakit sambil bergulingan, nafasnya tak beraturan, wajahnya menampakkan ketakutan yang amat sangat,
Dia hendak melarikan diri dari situ, dengan gemetar dan menahan sakitnya, dia berusaha berdiri, sebelum dia sanggup berdiri, posisinya masih duduk dengan lutut didada, kembali dia dikejutkan sesuatu hal, dan diapun pingsan.
Mereka melihat di depan ada seorang nenek dengan berkebaya kuno dan memakai jarik, yang berjalan tenang menyeberang jalan. Yai Sepuh menyipitkan matanya mengamati orang itu, sedetik kemudian matanya melebar, dadanya berdebar-debar. "Mungkinkah dia,?” batin yai Sepuh "Mbok Rah! " "Rah! " Darto dan yai sepuh berseru bersamaan. Darto kaget dengan seruan yai sepuh, demikian juga yai sepuh terkejut dengan seruan Darto, sontak mereka saling memandang "Kamu mengenalnya nak Darto?" "Ysi Sepuh mengenalnya? " Darto dan yai sepuh saling bertanya bersamaan "Ingeh yai beliau ikut dirumah kami beberapa bulan, kamarnya yang kita temukan botol keramat itu yai" Darto menjelaskan sedangkan yai sepuh manggut-manggut, sambil mengelus-elus janggutnya, sedetik kemudian mereka saling bertatapan dengan mata membulat, "Kita harus menangkapnya!" teriak mereka Darto dan yai sepuh bersamaan, Tanpa komando mereka berdua segera melompat keluar dari mobil dan berlari mengejar orang yang di maksud, me
“LEMPAR...,” suaranya melengking tinggi, tapi tertelan suara ombak yang menderu-deru, meski demikian ustad Reyhan yang memegang botol sangat sigap, segera dia melempar botol itu, tepat saat percikan air laut sudah menghantam bibir batu karang tempat mereka berpijak, ombak itu seperti makhluk laut yang sangat besar dan mengerikan “ALLAHUAKBAR...,” teriak guru dan murid itu bersamaan. SWING... CLUNG Botol itu terlempar tepat di tengah ceruk omba, yai Sepuh dan ustad yang lain berdiri kokoh di bibir tebing, sarung mereka berkibar kibar, di tengah suara ombak yang menderu-deru, masih dengan posisi yang sama ombak itu seakan hendak mencaplok mereka, puncak ombak itu bertahan di atas kepala mereka tapi seolah ada yang manahan, ustad Daru mengalunkan adzan dengan nada yang indah, sedangkan yang lain memejamkan mata dan mendengar dengan khidmat, tidak mempedulikan sekitar dimana alam seolah sedang bergejolak, “......LAA ILAAHA ILLALLAAH” ustad Danu menyelesaikan adzan dan segera menengadah
"Botol itu, botol itu, botol itu," gagap ustad Reihan sambil jarinya menunjuk di tempat botol itu diletakkan,HA...!Semua orang dalam mobil itu tersentak, matanya membelalak, mulutnya melongo, Tak terkecuali Darto sangat terkejut, hatinnya sungguh tergetar, dia takut, kalau-kalau botol itu hilang, lalau terjatuh di tangan orang jahat, atau botol itu pecah lalu penghuninya bebas bergentayangan, dia jadi ngeri, bagaimana dengan nasibnya. ‘Astaghfirullahhaladzim, kalian itu diuji sedikit saja sudah melupakan Allah, kita pasrahkan dan minta sama Allah, ingat tak selembar daun jatuh tanpa seijin Allah, dan apabila botol itu benar-benar hilang, itu berarti memang seijin Allah, mari kita berdoa dan berikhtiar, tenangkan hati kalian, ayo kita cari dengan tenang, karena saat kita panik atau marah, setan menutup mata kita,” tutur yai Sepuh tenang dan bijak, ASTAGHFIRULLAHHAADZYM Seru semua orang itu bersamaan, kemudian dengan tanpa komando mereka semua mengatur nafas agar lebih tenang, “A
DUARRRR ASTAGFIRULLAHAADZIM ... ALLAHUAKBAR seru semua penumpang mobil Mobil bergetar hebat, Darto yang memegang kemudi sampai tangannya terasa kesemutan, Spontan Darto menginjak rem, Ciiiiiiiiit BRUAKKK BRAK BRAK Darto dan semua penumpang saling berpandangan, mata mereka tampak terkejut, "Bagaimana ini Yai sepuh?" tanya Darto dengan suara bergetar, hatinya masih berdebar karena kaget, sedangkan penumpang yang lain hanya terdiam, semua nampak tegang, yah nampaknya sedang terjadi tabrakan beruntun, "Sabar dulu, kita diam dulu, anak-anakku, mari kita berdoa sama-sama, mohon petunjuk dan perlindungan sama Allah SWT, agar kita deberi jalan keluar yang terbaik" titah Yai sepuh pada semua yang ada dalam mobil, "Siap Yai, laksanakan dawuh" serempak para ustad murid Yai Sepuh menjawab, Yai sepuh segera melaksanakan sholat sunah dalam mobil, diikuti oleh para santrinya itu, tak terkecualli Darto, seusai sholat Yai Sepuh memanjatkan doa, suasana namapak hening dan mencekam, nyaris tid
PRUANGSemua tersentakASTAGHFIRULLAHHAADZIMSeru mereka semua bersamaan dan menoleh kearah sumber suara, dan tanpa komando mereka semua menuju ke arah sumber suara itu, betapa terkejutnya mereka dengan apa yang, terjadiUstad Danu sedang terpaku melihat pecahan beling dengan kuah yang berserakan di lantai, sementara Susi berjongkok memunguti pecahan beling,“Ya ampun mbak Susi, kenapa, apa mbak Susi, kurang enak badan ...?” seru Ninik khawatir, ikutan jongkok, dia melihat wajah Susi pucat, bahkan dilihatnya tangannya bergetar,“Eh, oh, nggak mbak Ninik, sa ... sa ... sa ....” Susi gugup hingga sulit menyelesaikan kata-katanya.Dalam hati Susi sangat malu sekali dengan kejadian itu, tanpa mereka ketahui dalam hati Susi sangat merutuki kecerobohannya sendiri, hanya karena tadi tanpa sengaja berpapasan dengan ustad Danu yang keluar dari kamar kecil, dia jadi gugup, dadanya berdetak dengan kencang, entah masih shok dengan kejadian waktu adegan pusaka atau hal lain, yang jelas dia begitu
Yai Sepuh melihat gelagat Darto, dia bisa memahami gestur Darto yang salah tingkah,“Hmm, baiklah, saya akan bicara berdua dengan nak Darto,” ujar Yai Sepuh, sontak membuat tim rukyah mengernyitkan dahi, tapi mereka sangat percaya Yai Sepuh punya perhitungan dan alasan sendiri,“Apakah kita bisa bicara berdua Nak Darto, bisa kita disiapkan kamar?” lanjut Yai Sepuh,“Baik Yai, mari ikut saya” ujar Darto, dia sedikit terkejut dengan manuver Yai sepuh, seolah tahu apa yang diresahkan olehnya,Segera Yai Sepuh mengikuti langkah Darto menuju mushola keluarga yang, dan segera menutup pintunya, kemudian mereka bersila berhadapan,“Dek Darto, aku tahu, kamu mengenal wanita dalam lukisan itu bukan?” tanya yai Sepuh lembut tanpa penekanan, dia ingin Darto terbuka dengan suka rela,“I_ya Yai ... “ jawab Darto gagap sambil menunduk, ada perasaan campur aduk, dia malu sekali mengingat masa gelap itu“Apa hubungannya denganmu?” cecar Yai Sepuh lagi, tetap dengan mode lembut.“saya, saya ... “ Darto