Crystal berusaha keras untuk berdiri, tetapi karena mabuk, kakinya tidak mampu berdiri tegak.
Bella kembali menghampiri kakaknya itu dan menangkap tubuh Crystal yang kembali limbung. Merasakan sentuhan tangan Bella di lengannya, membuat Crystal murka dan kembali mendorong tubuh adiknya itu dengan kuat.
Brukkk!!!
Bella terduduk di atas lantai, cukup keras. Hal itu membuat Bella meringis kesakitan dan menatap Crystal dengan rasa tidak percaya.
"APA?"
"Kamu tidak senang dengan perlakuanku? Semua yang terjadi padamu bukan salahku! Semua itu terjadi karena kamu terlalu baik dan menjadi bodoh!"
"BODOH!!!"
Crystal bersandar di dinding rumah yang sudah lapuk dan menatapnya dengan penuh kebencian, kemudian lanjut berkata, "Aku hanya ingin menjadi kaya dan terlepas dari kedua orang tua bodoh itu!"
"Dan dirimu tentunya! Adik kecil yang selalu bertingkah layaknya seorang malaikat! Kau tahu, karena aku kakakmu, maka aku akan memberimu nasehat!"
"Jangan terlalu baik, itu akan membuat orang memperalat dirimu dan kemudian membenci dirimu, saat tidak ada lagi yang dapat digerogoti."
Crystal mengoceh sambil menunjuk wajahnya.
Bella sendiri, tahu kakaknya itu walau selalu terlihat tidak peduli, tetapi memiliki begitu banyak beban pikiran. Tentu saja, hal itu terlihat dari bagaimana Crystal selalu berusaha tampi sempurna. Untuk satu hal itu, Bella bersyukur tidak memiliki standar hidup yang begitu tinggi.
Bella berdiri dan kembali mendekati Crystal yang terlihat seakan dapat tertidur kapan saja. Kali ini. Crystal tidak menolak dan menjatuhkan tubuhnya, sepenuhnya bersandar pada Bella. Bella tersenyum dan teringat akan masa kecil mereka. Dulu, hubungan mereka cukup baik, tetapi semua berubah saat ayah mulai terjerat minuman beralkohol dan keuangan keluarga mereka terpuruk.
Bella merebahkan tubuh kakaknya di atas ranjang. Lalu, Bella melepaskan sepatu boot kulit yang membungkus kaki kakaknya itu.
Bella menarik selimut dan menyelimuti tubuh Crystal. Sangat cantik, walaupun mereka bersaudara, tetapi paras mereka berbeda. Crystal mirip ibu, tubuh tinggi semampai, kulit putih dan rambut hitam yang lurus. Wajah Crystal sendiri sangatlah cantik, mata bulat dengan bulu mata yang panjang, hidung mancung dan bibir tipis. Semua itu disempurnakan dengan pakaian dan riasan serta perawatan wajah yang mahal.
Sedangkan dirinya, Bella seperti Sang Ayah. Bertubuh pendek, kulit sedikit gelap dan rambut ikal kecoklatan. Wajahnya sama persis dengan wajah ayahnya, mata runcing tidak besar, hidup mancung sedikit besar di bagian depan dan bibirnya tebal. Bella tidak suka bibirnya yang begitu tebal, tetapi seperti itulah dirinya dilahirkan.
Beruntung kulit wajahnya cukup bersih, walaupun tanpa perawatan apapun. Untuk rambut, Bella angkat tangan, tidak ada yang dapat dilakukannya selain menggunting pendek sebahu. Jika tidak, rambutnya yang panjang akan mekar dan kusut di setiap tempat. Dari semua kekurangannya itu, ada kelebihan yang diberikan Yang Maha Kuasa kepadanya, yaitu otak cemerlang dan hati yang baik.
Bella menatap Crystal sekali lagi, sebelum keluar dari kamar dan menutup pintu. Bella mengambil tas tangan kakaknya yang tergeletak di lantai dan membawanya masuk ke dalam kamar, diletakkan di lemari kecil samping ranjang Crystal.
Saat itulah, Bella mendengar pintu depan rumah terbuka. Apakah itu ibu? batin Bella, sambil berlari keluar dari kamar.
Bella menelan ludah dan mulai panik. Itu bukan ibu, tetapi ayah yang sedang mabuk berat. Biasanya, ayah tidak akan kembali secepat ini. Apa yang harus dilakukannya? Ayah sudah melihat dirinya dan Bella tidak dapat kembali masuk ke kamar. Jika itu dilakukannya, maka ayah akan mengamuk dan menghancurkan semua benda yang ada di hadapannya.
"A-ayah ...!"
Panggil Bella dan berjalan cepat ke arah dapur untuk memanaskan sayur untuk ayahnya. Jantungnya berdegup kencang, dirinya tidak tahu kapan ayah akan mengamuk.
Tuan Swan, berjalan sempoyongan dan duduk di kursi meja makan yang kecil.
"AIR!!!"
Teriak Sang Ayah minta minum.
Teriakan ayah yang tiba-tiba membuat Bella terlonjak kaget dan mangkuk sayur yang ada di tangannya terlepas.
PRANGG!!!
Mangkuk kaca pecah berserakan dengan sayuran di dalamnya muncrat ke segala arah.
BRAKKK!!!
Tuan Swan memukul meja begitu keras dan kembali membuat Bella ketakutan. Bella jongkok dan tangannya tertancap pecahan kaca, karena berusaha buru-buru membersihkan kekacauan yang ditimbulkan olehnya.
"ANAK BODOH! PANGGIL IBUMU KEMARI!!!"
Teriak Sang Ayah dengan wajah merah karena mengamuk.
"I-ibu ..., ibu belum kembali!" jawab Bella dengan suara yang sangat kecil dan bergetar.
"KAU BOHONG! PANGGIL IBUMU KELUAR!"
Teriak Sang Ayah kembali.
Bella tidak berani menatap ayahnya, dirinya sibuk membersihkan pecahan kaca dengan tangan gemetar dan berlumuran darah.
"KAU MELAWAN???"
Teriak ayahnya dan berdiri, lalu berjalan sempoyongan menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai. Beruntung ayah memakai sepatu, jika tidak kakinya akan terluka parah.
"APA KAMU BISU???"
Teriak Sang Ayah kembali yang sudah berada tepat di hadapannya.
Bella menelan ludah dan berdiri dengan tangan yang memegang pecahan mangkuk tadi.
"T-tidak ...."
Bella menutup matanya dan tidak lagi mampu melanjutkan perkataannya, setelah melihat tangan ayah yang sudah diangkat tinggi hendak memukul dirinya.
"HENTIKAN!"
Teriakan Sang Ibu membuat Bella membuka mata dan air mata mulai mengalir membasahi wajahnya.
"I-ibu ...," panggil Bella dengan suara bergetar.
Ayah tidak jadi mendaratkan pukulan dan langsung berbalik menatap ibu.
"Masuk ke kamar!" perintah ibunya yang menatap tajam ke arah ayah.
Ayah berjalan sempoyongan menghampiri ibu. Bella tahu apa yang akan terjadi berikutnya, ayah pasti memukul ibu.
Bella meletakkan pecahan kaca yang ada di tangannya ke dalam bak cuci piring. Lalu, melompati pecahan kaca yang ada di hadapannya. Hal ini harus dihentikan, batin Bella.
Bella tidak lagi melihat bagaimana ayah mulai memukuli ibunya. Dengan tubuh gemetaran dan tangan berlumur darah, Bella berlari keluar rumah.
Bella berlari tanpa alas kaki dan mata buram karena air mata. Dirinya berlari ke satu tempat tujuan, yang telah lama ingin di datanginya. Berlari dengan kaki telanjang mengitari tiga blok dan berhenti tepat di depan tempat itu dengan napas memburu.
Kehadirannya, membuat orang-orang yang berada di dalam tempat itu langsung keluar dan menghampirinya.
Bella mengatakan apa yang terjadi dengan terbata-bata. Dirinya tidak yakin apa yang diucapkannya, tetapi sepertinya pria-pria berseragam itu mengerti apa yang dikatakannya. Mereka mulai sibuk dan memberi perintah. Bella tidak lupa memberitahukan di maka alamat tempat tinggalnya.
Setelah itu, seluruhnya pandangannya gelap gulita. Tubuhnya tidak bertenaga, limbung. Bella bersiap merasakan rasa sakit di tubuhnya yang akan terjatuh di atas aspal yang kasar. Namun, dirinya mendarat di pelukan yang empuk dan hangat. Bella merasa lega dan dirinya tidak lagi sadarkan diri.
***
Bau antiseptik memenuhi indera penciuman Bella. Bau itu membuatnya mengernyitkan dahi, perlahan Bella mencoba membuka matanya. Namun, hal itu terasa sangatlah sulit. Seakan kelopak matanya sangat berat atau melekat erat.
Setelah berusaha begitu keras, akhirnya perlahan matanya terbuka. Sinar lampu terang, menyilaukan pandangannya, hal itu membuat Bella kembali memejamkan matanya.
Bella menutup matanya kembali dan ingatannya akan malam itu berputar jelas di benaknya. Hanya dengan mengingat kejadian itu, membuat jantung Bella berdegup dengan kencang.
Ingatan terakhir menghampiri benaknya, ingatan dirinya berlari ke kantor polisi dan itu membuat Bella membuka matanya lebar-lebar.
David bukanlah pria suci, walaupun memiliki impian yang mulia. David sudah begitu sulit mengendalikan diri, terhadap setiap rayuan yang dilancarkan oleh Bella. David tahu, dirinya hanya akan menjadi bagian dari rencana balas dendam wanita ini. Mirisnya, peran yang dipikul hanyalah sebatas teman kencan bagi Bella, tidak lebih.Apakah dirinya mampu menjalani hubungan seperti itu? Apakah dirinya mampu melanggar semua norma yang dijunjung tinggi selama ini? Yang terpenting adalah, bagaimana dirinya menjalani hidup pada saat Bella meninggalkannya?Bella mempererat pelukan dan memperdalam ciumannya. Bibir pria ini amat berbeda dengan bibir Ben. Bella menyukai rasa David, bahkan ingin rasa pria ini yang tertinggal pada dirinya.Pertahanan David luluh lantak. Ya, anggap saja ini bagian dari petualangan yang tidak berarti.Malam itu, Bella menerima David dengan penuh sukacita. Perlakuan David yang begitu lembut dan memuja dirinya, membuat B
Anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak menghubungi. Namun, hal itu lebih membuat David merasa khawatir. Seakan, ada sesuatu yang direncanakan oleh kedua orang tuanya itu.TING TONG!Bel apartemennya berbunyi."Sial!" gerutu David dan bangkit dari sofa. Dirinya tahu, ayah dan ibu tidak akan tinggal diam. Mereka pasti datang untuk membicarakan apa yang terjadi tadi.Namun, David akan mengusir mereka pergi. Bagaimana mereka tidak mengerti, bahwa dirinya butuh waktu sendirian.Dengan kesal, David membuka pintu kasar."BUKANKAH SUDAH KUBILANG-"Teriakan David terhenti saat melihat siapa yang berada di depan pintu apartemennya.Bella langsung melangkah masuk dan memeluk pria itu. Seperti perkiraannya, memeluk pria ini terasa begitu tepat dan nyaman. Seakan apa yang menggerogoti jiwanya seketika sirna, ditelan kehangatan pria itu.David mengangkat kedua tangannya ke atas. M
Bella menundukkan wajahnya. Setidaknya dengan begitu, dirinya tidak perlu melihat wajah buruk pria itu. Lift berhenti dan pintu terbuka. Ben menarik kasar dirinya keluar dari lift. Sepanjang koridor, dapat dikatakan Bella diseret. Dengan sepatu setinggi ini, membuat Bella sulit menyamakan langkah kaki lebar pria itu.Beberapa kali, Bella hendak terjungkal. Namun itu tidak terjadi, sebab cengkeraman Ben begitu kuat.Bella tidak tahu ini lantai berapa, dirinya bahkan tidak peduli. Dirinya masih membutuhkan pria ini. Saat langkah ini diambil, Bella tahu jelas tidak ada jalan mundur. Kecuali, dirinya melepaskan rasa dendam dan kebenciannya. Namun, itu tidaklah mungkin.Ben memasukkan kartu dan mendorong pintu kamar hingga terbuka lebar. Lalu, dengan satu tarikan kuat, menarik Bella masuk ke dalam dan melepaskannya. Tubuh Bella limbung dan menabrak dinding kamar itu. Ben membanting pintu kuat hingga tertutup dan melangkah maju, menutup jarak di anta
Langkah kaki David terhenti. Tatapannya terkunci pada sosok yang berada di hadapannya. Sosok memukau yang melangkah pasti ke arahnya. Gaun merah itu ikut bergoyang mengikuti hentakan langkah kaki indah itu. Yang sesekali akan menyelinap keluar dari belahan gaun yang begitu tinggi.Semua itu dilihat David dalam gerakan lambat. Seketika suasana di sekitarnya menjadi hening. David hanya mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri. Yang perlahan dan pasti, itu berdetak semakin kencang.Bella mengunci tatapannya, hanya kepada pria itu. Selain untuk menghindar dari Crystal, Bella juga ingin membuktikan perubahan dirinya. Apakah dirinya mampu mencium David di tengah ruangan yang ramai ini? Bahkan, di hadapan kedua orang tua pria itu? Bagaimana jika, David mendorongnya? Tidak, Bella tidak akan mengizinkan hal tersebut terjadi.Setelah menjadi seorang wanita dewasa, penuh percaya diri dan sadar akan kemolekannya, Bella yakin, dirinya tidak akan mampu
Mereka tiba di ballroom hotel mewah itu dan tempat itu dihias dengan begitu mewah, nuansa warna hitam dan emas. Penjagaan sangat ketat, hanya mereka yang memiliki undangan dipersilakan masuk.Bella menyerahkan undangan yang dikirimkan oleh Ben. Mereka diantar masuk ke dalam dengan penuh hormat dan menempati bangku di meja paling dekat dengan jalur catwalk.Suasana begitu meriah dan para tamu yang hadir terlihat spektakuler. Bella dan David duduk saling berhadapan, pelayan datang menawarkan sampanye. Bella juga mulai belajar minum minuman beralkohol dan siapa sangka, dirinya memliki daya tahan yang cukup tinggi. Bahkan, dirinya tidak pernah mabuk setelah minum bergelas-gelas. Jadi, Bella tanpa ragu mengambil satu gelas sampanye dan meneguknya.David melakukan hal yang sama, mengambil satu gelas sampanye dan meneguknya. Dirinya tidak lagi khawatir saat melihat wanita itu minum, karena David tahu jelas Bella tidak akan mabuk. Tidak seperti pertama
"Tidak! Itu tidak normal dan perlu ditemukan penyebabnya. Jika tidak, maka itu akan menjadi trauma!" tegas David, yang tidak lagi memiliki selera makan. Dirinya tidak suka membahas hal tersebut dengan Bella, tetapi profesionalitasnya diuji kali ini."Benar, aku yakin juga seperti itu. Itu salah satu alasan, mengapa aku ingin memiliki pengalaman lebih akan hal tersebut," ujar Bella yang sambil menyantap makanannya."Kamu tidak bisa menikmatinya dengan Ben, itu artinya juga akan sulit dengan pria lain. Ben, kamu mengenalnya dan kamu kesulitan. Apalagi dengan pria yang tidak kamu kenal," jelas David.Bella mengangguk dan kembali berkata, "Mungkin itu benar. Tetapi, alasan mengapa aku tidak dapat menikmati percintaan itu adalah saat kami bercinta, aku akan memikirkan bagaimana perlakuan Ben terhadap wanita lain. Itu yang menggangguku! Karena itu, aku ingin memiliki pria lain, seperti Ben!" jelas Bella."Apakah kamu mencintainya? Ada ke