"Siapa dia? Aku tidak mau yang seperti dia! Lebih baik aku makan yang pedas lagi dan sangat banyak, agar tidak bangun selama sebulan. Pergi!"Teriakan berisi usiran itu membuat Nesya sangat terkejut. Ia seolah terpental sangat jauh jaraknya. Ia masih tidak bisa percaya. Ia memegangi dadanya yang merasakan detakan kencang jantungnya.Lehon segera menarik gadis itu untuk menjauh dari sana. Ia memberikan sebotol air mineral, berharap bisa mengurangi kecemasan juga keterkejutan yang dialami. Rasanya ia sangat merasa bersalah sekarang. "S-saya harus apa, Pak? Kenapa saya diusir seperti itu? Bahkan sebelum berjuang?" tanya Nesya polos dengan kaki yang masih bergetar di tempatnya. Lehon menggeleng sempurna. Ia menutup wajahnya frustasi. "Kamu sebaiknya pulang saja ke kantor. Saya akan memerintahkan orang lain datang ke sini," ucap Lehon setelahnya."Pulang ke kantor, Pak?" tanya Nesya tidak percaya. Rasanya akan sangat malu ketika semua orang tahu jika kepergiannya tidak berguna. "Baiklah
Nesya tampaknya sangat merasa frustasi dengan masalah yang sedang ia alami. Rasa kesalnya tak bisa ia bendung. Ternyata, ia tidak pulang ke rumah dan hanya berjalan kaki hingga tanpa sadar jika malam telah tiba. Cahaya lampu jalan membuat ia sadar setelahnya.Matanya menatap ke sekeliling dan sejenak mengistirahatkan kaki dan berhenti di depan bar milik Ben. Ia masuk lalu memesan beberapa botol minuman, memilih tempat paling sudut dan sepi. Ia ingin menghabiskan waktu di sana.Beberapa saat kemudian, pemilik tempat itu datang untuk memeriksa keadaan dan memastikan jika Abi tak lagi bekerja di sana. Tatapannya tertuju pada Nesya yang tengah menyendiri di sana. Tekadnya ia bulatkan untuk menemui gadis itu.Beberapa saat membujuk dan merayu, keduanya pun larut dalam obrolan. Tatkala berniat mendapatkan informasi tentang kejadian di malam itu, gadis itu malah terus membicarakan Lehon, lagi dan lagi tanpa adanya rasa lelah juga bosan.Ben tak menyangka jika gadis ini akan sangat mencintai
Sudah dua hari ini, Mery tidak mau makan. Ia benar-benar tidak mau menyentuh makanan setelah mendapat makian dari gadis itu. Pikirannya kacau, ia kesal namun tidak ingin menyakiti Kiara. Hal itu benar-benar menjadi rahasia bagi mereka bertiga dari Lehon."Nenek, kalau terus-terusan begini, siapa yang akan mengurusi perusahaan? Aku tidak mau terus-menerus melakukan pekerjaan dua orang. Aku ini bukan robot, belum lagi memikirkan keadaanmu." Tampaknya pria itu sudah mulai frustasi dengan beratnya kehidupan yang ia alami.Mery segera membalikkan badan agar tidak melihat keadaan cucunya yang bahkan datang untuk menjenguk dan masih membawa laptop untuk bekerja di sana."Aku bahkan nggak bisa makan dengan baik, tidur apalagi. Nenek masih mau sembuh apa gimana, sih?""Kamu mau nenek mati secepatnya?" Mery segera duduk dengan tegak setelah mendengar keluhan dari cucunya itu.Lehon tampak bingung. Sepertinya ia telah salah bicara dan sangat salah hingga membuat neneknya ini sekesal itu. Namun,
Nesya merasa kacau setelah ia berdebat dengan Kiara. Rasa bersalahnya tak bisa dibendung dan sangat ingin meminta maaf dengan segera. Toilet umum di rumahnya menjadi tempat nongkrong paling nyaman bagi Nesya. Selain tidak sering digunakan, juga bisa mencium masakan orang dapur karena jaraknya cukup dekat.Berbeda dengan kakaknya Lutri, ia lebih senang memasak ketika merasa pusing. Ia lebih baik menghabiskan waktu di sana dibanding berjalan-jalan atau shopping seperti wanita pada umumnya, termasuk juga Nesya.Gadis itu masih tak ingin keluar dari sana, apalagi setelah mendengar kakaknya mengeluhkan tentang video. Nesya buru-buru membuka ponselnya dan memeriksa galeri. Iya, dirinya tidak merasa pernah mengambil video ketika Lehon mencium Kiara.Lalu, video apa yang dimaksudkan oleh Lutri? Tatkala masakannya sudah selesai, wanita itu mengambil ponselnya dan memeriksa pesan terkirim pada Lehon yang ternyata sudah dibaca."Centang biru, artinya sudah dilihat, sudah dibaca artinya sudah dit
Nesya akhirnya tiba di kafe di mana Kiara bekerja. Ia duduk selama beberapa saat tanpa membuat pesanan. Semua orang merasa bingung dengan sikap itu, sehingga beberapa orang dari mereka pun mulai bertanya."Selamat sore, Kak. Ada yang bisa dibantu? Kenapa semua pelayan kami tidak dipedulikan? Mereka sudah bertanya sejak tadi.""Aku ingin bicara dengan Kiara. Aku merasa bersalah padanya. Tolong bawa dia ke mari dan akan kubayar kalian dua kali lipat gaji sehari ini," jawab Nesya masih dengan ketidakfokusan seolah ia sedang berkhayal."Kenapa Kiara semakin laris saja akhir-akhir ini?" gumam mereka yang segera memanggil gadis itu.Kiara tidak mau, ia malah menolak. Menolak untuk memastikan siapa yang ingin bertemu dengannya. Senyumannya hilang ketika teman-temannya bilang jika yang datang adalah seorang wanita.Berpikir jika itu adalah Mery yang mungkin telah sembuh, Kiara memilih fokus pada pekerjaannya yang masih banyak. Walau begitu, ia tetap fokus dan tetap setuju untuk diajak bicara
"Kamu habis ketemu siapa barusan?" tanya Lutri pada sang adik yang merasa malas dan belum puas akan apa yang ia lakukan.Sudah seminggu ini, Nesya mencari celah untuk bisa bertemu dan mengobrol dengan Kiara, namun usahanya selalu berhasil. Hal itu membuatnya sedikit frustasi dan tidak ingin mengobrol dengan siapapun."Kamu dengar kakak ngomong nggak, sih? Kamu tau akibatnya kalau pulang malam begini? Kamu mau kakak hukum?!" bentak Lutri menggunakan kekuasaannya sebagai seorang kakak."Apa sih, Kak?! Bisa diam tidak? Udahlah, urus diri sendiri aja. Aku nggak suka dengan kakak, malas, muak! Memangnya yang Kakak lakukan selama ini apa ada benarnya? Kakak yang nggak mau nganggap aku sebagai saudara di kantor, kakak yang jahat sama Kiara karena dia mendapat perhatian dari Pak Lehon, kakak yang mencuri foto itu dariku. Apa lagi, apa?!"Lutri terdiam membisu. Menatap ke sembarang arah sembari membuang napas dengan kasar. "Terus, maunya kamu apa?" tanya wanita itu melemparkan kaca matanya ke
Dua hari berlalu, Kiara merasa heran sebab kehilangan keberadaan Nesya dan Lutri. Entahlah ke mana mereka. Namun, hal itu berhasil membuat semua orang bertanya-tanya dan dia lah yang menjadi sasarannya.Gadis itu tampak termenung ketika seseorang kembali bertanya padanya. "Aku tidak tau. Kalian semua kenapa bertanya pada—" Tatkala hendak protes, Lutri tiba-tiba datang dengan berkas bersamanya. Entah apa isinya.Ia berjalan melewati ruangannya, hanya menatap sekilas ke arah orang-orang yang padahal selama dua hari ini telah bertanya-tanya. Ia segera memalingkan pandangannya ketika Kiara menganga, hendak bertanya. Ia berjalan lurus lalu masuk ke ruangan Lehon.Wanita itu tampaknya telah ditunggu oleh sang general manager yang sedang memainkan pena nya. Tampak jika di sana ada Abi."Dari mana aja kamu, Lutri? Apa maksudnya tidak memberi kabar pada kami semua? Lihatlah semua pandangan ke arahmu sejak tadi. Kamu sudah menjadi seleb dadakan," ucap Lehon menyambut kedatangan wanita itu semb
Kiara berhasil membawa gadis itu masuk ke dalam apartemen yang segera ia istirahatkan di kamarnya. Ia berpikir jika Ben sama sekali tidak tahu sebab pria itu belum pulang. Sesungguhnya, ia cukup ragu untuk membawa Nesya pulang bersamanya. Namun, keadaan yang cukup mengkhawatirkan memaksa ia harus melakukannya."Makasih, Kiara. Maaf kalau selama ini aku udah jah—""Tidak, Nesya. Jangan bahas hal semacam itu untuk sekarang. Aku ambilin minum dulu buat kamu," potong Kiara yang segera berlalu dan masuk ke dapur.Ia menengok ke segala arah dengan hati-hati agar tidak ketahuan oleh Ben. Ia khawatir jika pria itu tahu perbuatannya."Ehem!" Deheman itu membuat Kiara kaget. Ia bahkan hampir melompat dari posisinya sekarang. "Kenapa kamu sekaget itu? Ada yang kamu sembunyikan?"Pertanyaan itu seolah membuat Kiara tersudutkan. Pertanyaan yang sangat ia khawatirkan malah keluar. "Iya. M-maafkan aku. Aku...""Kenapa kamu bawa dia ke sini? Kenapa nggak di tempat lain saja?" Kiara merasa bersalah s