Masuk
"Aku tidak bisa menunggu sampai hari pernikahan lagi." Arga memeluk kekasihnya itu dengan sangat kuat. "Kita lakukan malam pertama hari ini saja," bisiknya perlahan.
Yeshi bangkit dari tempat duduknya sembari melepaskan pelukan kekasihnya. "Tidak bisa. Sebelum pernikahan selesai di langsungkan. Aku tidak bisa melakukan hubungan suami istri. Arga, aku tidak bisa melakukannya." Melangkah menjauh. Arga menekan rasa kesalnya. Dia mendekat, "Baiklah, aku mengikuti keinginanmu." Dia mengambil ponselnya. "Aku harus pergi. Ada pembaharuan jadwal dari perusahaan. Mereka memintaku untuk segara pergi keluar Kota." Mengambil jas berwarna hitam yang ia letakkan di atas sofa. Yeshi mengangguk mengerti. Pria itu mencium kening calon istrinya baru melangkah pergi keluar dari ruangan tamu. Yeshi duduk dengan menarik napasnya dalam. Rasa bersalah tentu saja ada di saat Arga pergi. Tapi dia juga tidak ingin kesalahan yang kakak perempuannya lakukan. Akan menjadi kesalahannya juga. Panggilan telepon masuk. Wanita itu mengangkatnya. "Ya, Yah." "Malam ini nenek ingin membuat acara keluarga. Apa kamu bisa mengajak Arga juga? Dua minggu lagi pernikahan kalian akan di langsungkan. Ada bagusnya jika dia juga bisa berkumpul bersama keluarga besar," ujar Tuan Danu dalam sambungan telepon. "Biarkan aku berbicara juga dengan putriku," Nyonya Ayas merebut ponsel suaminya. "Shishi, kumpul keluarga kali ini akan ada saudara jauh dari keluarga pihak Nenekmu. Jika kalian tidak datang, keluarga kita akan merasa canggung. Nenekmu selalu saja menceritakan hubungan kalian berdua yang selalu harmonis. Dan telah langgeng menjalin kasih selama dua tahun terakhir." "Ma, aku tahu. Aku akan mencoba membicarakannya kepada Arga," jawab Yeshi dalam sambungan telepon. "Perjalanan dari Ibu Kota cukup jauh. Kamu bisa bersiap-siap terlebih dahulu. Mama dan Ayah juga sedang ikut membereskan halaman rumah," ujar Nyonya Ayas. "Iya." "Mama tutup dulu. Jaga dirimu baik-baik." "Baik." Sambungan telepon terputus. Yeshi hanya bisa terdiam menatap televisi tidak menyala di depannya. Baru saja Arga pergi melakukan tugas di luar kota. Dia tentu tidak bisa mengajaknya pergi menghadiri jamuan keluarga. Dengan menekan semua perasaannya wanita itu memutuskan pergi seorang diri. Setidaknya dia harus ikut menghadiri pesta kecil di keluarganya. "Ini saja." Kaos putih susu dengan celana Jeans ia pakai dalam perjalanan. Sedangkan gaun yang akan dia kenakan di saat acara. Telah ia siapkan dan di simpan di dalam tas kecil. Ikat rambut hitam di gunakan mengikat rambut panjangnya seperti buntut kuda. Dengan persiapan sederhana Yeshi pergi mengendarai mobilnya kearah kota kelahirannya. Membutuhkan waktu empat jam hingga dia bisa sampai di kota tempat Neneknya tinggal. Sepanjang perjalanan dia terus mendapatkan telepon dari pihak kantor tempatnya bekerja. Pekerjaan tidak pernah bisa ia tinggal meskipun hanya sesaat. "Sebentar lagi aku akan sampai," ujar Yeshi menjawab panggilan telepon dari mamanya. Panggilan di akhiri. Memasuki jalur kecil kearah rumah Neneknya. Yeshi harus menjalankan mobilnya lebih pelan. Dari jarak seratus meter saja dia sudah melihat jejeran mobil dari keluarga besarnya. Ada begitu banyak orang yang hadir. Seketika jantungnya berdekat lebih kencang dari biasanya. Dia parkirkan mobil di lahan kosong. Lahan yang memang di biarkan Neneknya untuk taman. Dan tempat untuk memarkirkan mobil keluarga jika berkunjung ke tempatnya. Pagar kayu tidak lebih tinggi dari pinggang orang dewasa. Mengelilingi kediaman dengan halaman yang cukup luas. Setiap pagar di rambati tanaman dengan bunga berwarna biru tua. Yeshi menghentikan langkahnya. "Akan kurang sopan jika aku datang dengan pakaian seperti ini." Melihat kesekitarnya. "Pintu belakang. Hanya lewat jalur belakang tidak akan ada yang tahu jika aku datang dengan dandanan seperti ini." Wanita itu memutar menuju pintu belakang. Karena takut seseorang melihatnya Yeshi berlari sedikit lebih kencang. "Aaaa..." Kakinya tidak sengaja terjerat tanaman merambat. Tapi untung saja seseorang telah menangkapnya. Sehingga dia tidak terjungkal ketanah yang basah karena rintik hujan beberapa jam yang lalu. "Terima kasih." Yeshi melepaskan dirinya dari pelukan itu. Di saat dia sedikit menjauhkan tubuhnya. Dia langsung saling berpandangan dengan kedua mata dingin di depannya. 'Dia cukup tampan,' gumamnya dalam hati. Saat sadar Yeshi berkata, "Terima kasih." Untuk kedua kalinya. Pria itu hanya memberikan anggukan. Dari pintu belakang Nyonya Ayas berjalan mendekat. "Di mana calon suamimu?" "Sebenarnya siapa yang jadi anak Mama? Kenapa kalian terus saja mencarinya." Yeshi menatap cemberut. "Tentu saja kamu putriku." Nyonya Ayas tertawa melihat tingkah putrinya. Wanita itu merangkul lengan Mamanya. "Arga sedang di tugaskan keluar Kota. Pagi ini dia berangkat," ujar Yeshi. Mendengar itu Nyonya Ayas sedikit kecewa tapi dia juga tahu pekerjaan calon menantunya sangat sulit di tinggalkan. "Oh iya, apa kamu masih ingat paman kecilmu?" Yeshi menatap Mamanya lalu melihat pria di depannya. "Ya, dia paman kecilmu Ethan. Saat kecil kamu selalu saja tidak ingin lepas darinya. Setiap paman kecilmu datang. Kamu pasti membuat keributan ingin menikah dengannya." Nyonya Ayas menceritakan kembali masa lalu putrinya dengan tawa. Yeshi hanya bisa tersenyum malu sembari memberikan salamnya. "Paman kecil." Pria itu juga memberikan tanggapan biasa. Anggukan kecil tanpa senyuman. "Acara sudah akan di mulai. Ethan, kita masuk bersama." Nyonya Ayas memperhatikan pria di depannya. Ethan hanya mengangguk sebagai jawaban. Sembari melangkah masuk melalui pintu belakang. Nyonya Ayas terus menanyakan kabar calon menantunya. "Apa hubunganmu dengan Arga baik-baik saja?" "Kami baik-baik saja." "Semua undangan sudah siap dan dekorasi juga telah di pilih sesuai keinginan keluarga mereka. Aku harap pernikahan kalian dapat berjalan sempurna. Mama sangat ingin melihatmu menikah. Berdiri di atas pelaminan bersama pria yang kamu cintai." Menepuk lembut tangan putrinya yang tengah bergelayut di lengannya. "Mama tidak memiliki keinginan lain. Yang terpenting putriku bahagia." Mereka melangkah masuk. Dan berpisah di lorong kecil yang ada di dalam rumah. "Ma, aku akan kembali setelah berganti dengan gaun." Yeshi berlari kecil menuju kamarnya saat kecil. Sejak usianya enam tahun dia selalu memilih hidup bersama Neneknya. Meksipun kedua orangtuanya selalu ingin di temani putri bungsunya itu. Memasuki waktu malam semua orang telah berkumpul di halaman luas. Tempat yang selalu di gunakan berkumpulnya keluarga besar. Kali ini keluarga jauh dari pihak Nenek Anin telah datang. Perbincangan juga telah di mulai tanpa henti sejak tadi sore. Hanya Yeshi yang masih sibuk mempersiapkan dirinya di dalam kamar. Gaun berwarna putih salju dengan gradasi merah muda di ujung gaun. Terlihat sangat indah berada di tubuhnya. Kepangan rambut panjang di bentuk seperti kupu-kupu. Menambah keanggunan wanita muda. High Heels alas kaca ia pakai karena selaras dengan gaun yang ia kenakan. Di saat dia keluar semua orang memperhatikan dirinya. "Yeshi selalu saja terlihat cantik." "Benar. Yeshi duduk di sini bersama Tante." Tante Runan mengulurkan tangannya. Yeshi meraih tangan itu. Dia di arahkan duduk di dekat Neneknya. "Benar-benar sangat cantik." Pujian itu terus di lontarkan. "Besok saat memakai gaun pengantin. Dia pasti akan jauh lebih cantik." "Benar. Aku sudah tidak sabar melihat keponakanku memakai gaun pernikahannya." Yeshi hanya tersipu malu. "Yeshi, kenapa calon suamimu tidak ikut datang?" Tanya Tante Jian. Wanita itu duduk di samping keponakannya. "Arga sedang di tugaskan di luar Kota dan baru saja berangkat tadi pagi. Jadi dia tidak bisa ikut serta dalam acara keluarga," jelas Yeshi. "Direktur pemasaran memang selalu sibuk. Tante mengerti," ujar Tante Jian dengan menepuk lembut tangan keponakannya. Yeshi tersenyum memberikan tanggapan. Acara malam itu berlangsung cukup meriah. Semua orang bersendau gurau tanpa adanya kecanggungan. Hanya satu orang yang terlihat tidak memperdulikan keadaan di sekitarnya. Ethan memilih untuk duduk menyendiri sembari menyalurkan kegilaanya terhadap rokok. Selama dua jam dia telah menghabiskan beberapa batang rokok. Jika bukan karena ancaman Ayahnya. Dia tidak mungkin bersedia datang keacara keluarga yang membosankan menurut dirinya.Di dalam mobil yang melaju kencang Wanita itu hanya bisa diam dengan tubuh bergetar. Dalam hatinya hanya berharap Paman kecilnya segara datang membantu dirinya lepas dari genggaman pria itu."Aaaa..." Pria yang tengah memegang kendali mobil kehilangan kendali. Tangan kirinya menekan kepalanya. "Data, data, data..."Dia terus mengulangi kata yang sama sepanjang perjalanan.Di menit berikutnya pria itu memperhatikan wanita di sampingnya. "Kamu harus menyimpan datanya. Jangan sampai ada orang yang mengetahui keberadaan data itu."Yeshi memperhatikan dengan air mata yang terus mengalir."Aku tidak akan membunuhmu. Hanya kamu satu-satunya orang yang dapat menerima data itu." Kedua mata itu sangat menakutkan. "Cari benda tajam." Suara-suara aneh terus saja berdatangan tanpa henti. Membuat isi kepala pria itu terasa hampir meledak. "Cepat."Dengan tangan yang masih terikat. Yeshi mencari benda tajam yang bisa dia berikan kepada pria itu. Dia menemukan cutter kecil di samping tempat duduknya.
Saat malam hari kediaman itu menjadi sangat sunyi. Hanya suara hewan malam yang terdengar saling bersautan.Tokk...Suara ketukan pintu terdengar.Yeshi bangkit dari atas tempat tidur meletakkan laptop yang ada di pangkuannya. "Tunggu sebentar." Dia berjalan menuju pintu. Saat dia membuka pintu itu Pak Tua Zack sudah berdiri di hadapannya."Nyonya muda, makan malam sudah siap."Yeshi keluar dengan baju casual.Di meja makan dua puluh lauk berbeda ada di atasnya."Paman Zack, apa Paman kecil sudah pulang?" Tanya Yeshi."Tuan muda masih ada banyak pekerjaan di luar. Mungkin malam ini tidak bisa kembali," ujar Pak tua Zack."Lalu, semua makanan ini?" Menatap semua makanan yang ada di depannya."Untuk anda."Jawaban sederhana dari Pak tua Zack membuat wanita itu menelan ludah kecut di tenggorokannya. Pandangan matanya teralihkan menuju pria tua di samping meja. "Paman Zack, aku tidak mungkin menghabiskan semua ini.""Tidak masalah. Nyonya bisa mengambil secukupnya," saut pria tua itu."La
Pesta pernikahan berakhir di jam dua belas siang. Semua tamu undangan juga telah meninggalkan gedung pernikahan. Hanya keluarga dari kedua mempelai yang masih berbincang di dalam gedung pernikahan.Sedangkan kedua mempelai telah berada di dalam ruangan penata rias.Di dalam ruang mereka hanya diam. Hingga Erhan memulai pembicaraan lebih dulu. "Untuk sementara kamu bisa tinggal di apartemenku. Nanti aku akan minta seseorang membeli rumah pernikahan." Mengambil satu batang rokok. Tapi tidak menyalakannya hanya di putar berulang kali di antara jari-jari tangan."Tidak perlu. Aku tahu paman kecil menyetujui pernikahan ini karena paksaan keluarga." Menatap kearah pria di ujung ruangan bagian kanan. "Besok aku akan menyiapkan surat perceraian untuk mengakhiri pernikahan ini." Yeshi menatap dengan perasaan tidak enak.Mendengar itu Erhan langsung menatap kearah wanita berbalutkan gaun pengantin. "Tunggu sampai semua tenang. Jika kita langsung bercerai Ibu pasti akan membunuhku."Pemantik ele
Arga di seret keluar dari ruangan itu.Melihat dirinya sudah aman Yeshi justru merasakan kakinya sangat lemas. Saat dia hampir pingsan Ethan langsung menahan tubuhnya. Wanita itu di arahkan untuk duduk di kursi.Nyonya Ayas segara memeluk putrinya."Kakak pertama, sebenarnya apa yang terjadi?" Tuan Hazhi mencoba meluruskan masalah yang tidak mereka mengerti.Pintu ruangan di tutup rapat. Tidak mengizinkan orang luar masuk kedalam.Tuan Danu menceritakan semua masalah yang terjadi kepada adik sepupunya tanpa terlewat."Bocah itu memang layak mati," ujar Tuan Hazhi menggertakkan giginya. Dia menatap kearah kakak sepupunya. "Tapi tidak mungkin juga kalian membiarkan Yeshi duduk di pelaminan seorang diri.""Sebentar lagi acara akan di mulai. Ibu juga tengah menyaksikan melalui kamera yang telah di pasang di aula utama. Jika pesta gagal kami takut keadaan Ibu menjadi semakin buruk." Tuan Danu menekan kepalanya."Bukankah kakak juga masih lajang. Kenapa tidak dia saja yang menggantikan memp
Pernikahan yang seharusnya di langsungkan dua minggu lagi. Kini Yeshi harus melakukan pengaturan ulang. Memberikan biaya tambahan kepada Wedding organizer (WO). Yaitu penyedia jasa profesional yang membantu calon pengantin dalam merencanakan, mengatur, dan melaksanakan acara pernikahan.Karena pihak Wedding organizer juga hanya memiliki waktu kosong di tanggal dua belas. Tiga hari dari waktu pemberitahuan. Yeshi dan kedua orangtuanya tetep menyetujui pengaturan itu. Di hari itu juga mereka semua langsung menyebarkan undangan yang telah disimpan. Mereka melakukannya seperti pengaturan awal. Agar Nenek Anin tidak curiga.Acara mendadak itu tentu saja membuat semua orang merasa bingung. Namun juga ikut senang karena pernikahan di segerakan.Hari-H pernikahan.Di salah satu ruang rias khusus untuk kedua mempelai yang ada di gedung pernikahan. Yeshi menatap diam di depan cermin cukup besar. Dia menarik napas berulang kali. Mencoba mengatur emosi dan perasaannya. Senyuman indah yang coba ia
Yeshi meraih botol kaca yang ada di dekatnya.Pranggg...Botol di hantamkan kuat kearah kepala Arga."Arhhh..." Pria itu menekan rasa sakit di kepalanya. Seketika dia melepaskan cengkeraman tangannya.Darah mengalir dari bekas hantaman."Pergi..." Ujung lancip pecahan botol di tekan di lehernya. "Lebih baik aku mati. Dari pada harus menyerahkan kesucianku kepadamu." Tangannya bergetar. Tangis tidak lagi dapat di tahan. Rasa takut telah menyelimutinya. "Pergi, atau kita mati bersama..." Yeshi berteriak lebih kuat.Arga terus menekan kepalanya. Darah terus mengalir dari celah jari jemarinya. "Shishi, aku sangat mencintaimu. Tidak akan aku biarkan kamu lepas begitu saja." Dia berjalan pergi dari rumah itu.Yeshi berlari menuju kepintu. Dengan tangan bergetar dia segara mengganti sandi akses masuk kerumahnya. Dia jatuh terduduk di lantai."Aaaaaaa..." Tangisannya pecah.Hatinya terluka sangat dalam oleh pria yang ia telah percayai. Dan ingin ia serahkan seluruh masa depannya kepadanya. Se







