Bian terlihat sedang mengerjapkan matanya berulang kali. Ia berusaha untuk membuka matanya yang terasa berat. Bian pun heran, karena tidak biasanya ia mengantuk saat jam pelajaran.
Ia segera bangkit dari tempat duduknya, dan meminta izin untuk pergi cuci muka. Seluruh teman-temannya, sontak menoleh ke arah Bian dengan tatapan heran.
Bian paling anti untuk ke toilet saat jam pelajaran. Saat sedang ingin buang air pun, ia rela menahannya sampai kelas berakhir karena takut tertinggal materi. Sekarang, laki-laki ini justru izin ke toilet hanya untuk cuci muka karena mengantuk.
Bian masa bodoh dengan semua penghuni kelas yang sedang menatapnya dan memilih untuk segera berjalan keluar kelas. Saat baru saja keluar dari kelasnya, ia tak sengaja berpapasan dengan Misell dan Salsa yang sedang me
"Bian, kamu ke mana aja? Itu temen kamu udah di kamar dari tadi nungguin kamu," ucap Mila, Mama Bian, saat Bian baru saja melepas sepatunya."Temen? Temen siapa?" tanya Bian heran, karena dia tidak merasa ada janji sebelumnya."Tama sama Arya."Bian membelalakkan matanya tak percaya dengan jawaban Mamanya. Kedua sahabatnya itu, bagaimana bisa ada di sini.Bukannya mereka sedang ke warung Bi Eni?Bian segera melangkahkan kakinya dengan tergesa. Ia mengingat terakhir kali mengizinkan Tama dan Arya ke kamarnya, mereka berdua mengacak-acak kamar tidurnya yang selalu rapi. Rasa was-was itu timbul kembali.Bagaimana jika kali ini, mereka membuat kamarnya menjadi kapal pecah lagi?
"Dek, Abang pinjemflashdisk, dong!" teriak Bang Reihan pada Misell yang sedang sibuk menulis soal."Cari aja di tas Misell," kata Misell tanpa menoleh sama sekali.Setelah Reihan berhasil menemukanflashdisktersebut, matanya mengarah pada selembarsticky noteyang sudah kusut karena tertimpa buku-buku di dalam tas. Senyumnya merekah karena menemukan bahan untuk menggoda adiknya."Dek?" panggil Reihan."Hmm?" Misell menjawab tanpa menengok.Bukannya Reihan segera berbicara, ia justru berjalan mendekati meja di mana Misell duduk. "Segitu senengnya dapet obat darifans? Sampesticky note-nya kamu
Sebenarnya Gerald bukan kesal dengan Bian dan Misell. Ia kesal pada dirinya sendiri, karena telah gagal. Gerald tak pernah tahu di mana ia bisa menemukan Misell, sedangkan Misell memilih untuk mencari orang lain daripada dirinya. Orang itu adalah, Bian."Syukurlah, kamu sudah balik." Gerald memilih mengucapkan kalimat itu, daripada harus mengucapkan kalimat lain yang nantinya akan menimbulkan banyak perdebatan.Namun ternyata, Misell sadar jika laki-laki di depannya ini butuh penjelasan. "Ger, kita bicara besok ya? Maaf, aku masuk dulu," kata Misell kemudian berlalu masuk ke dalam rumah.Gerald menatap punggung Misell yang semakin hilang di balik pagar. Rasa kecewa dan kesal pada dirinya sendiri semakin berteriak. Namun, ada sedikit perasaan lega, karena melihat perempuan itu baik-baik
Gerald melewatiweekend-nya dengan buku-buku latihan soal UN yang sangat memusingkan ini. Namun, baru dua jam lamanya ia sudah lelah belajar.Telepon yang ia tunggu-tunggu dari Misell, tak kunjung datang. Sudah dua hari lamanya ia tidak fokus belajar karena selalu bolak-balik untuk mengecekhandphone-nya.Entah sudah berapa kali Gerald mengeceknya, hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk menelepon Misell lagi terlebih dahulu.Suara gadis itu muncul di seberang sana. "Hallo, Ger?"Singkat, padat, nada yang datar. Tiga hal itu bukan jawaban Misell seperti biasanya. Sebelumnya, Misell selalu mengangkat telepon dengan nada ceria dan langsung bicara panjang lebar. Namun, berbeda saat ini. "Kamu k
Sesuai janjinya, setelahtry outhari ini selesai, Misell menunggu Gerald di dekat lab komputer. Bukan untuk pulang bersama, tapi menyerahkan soal-soal kimia yang sudah dibuatnya."Makasih, Sell. Sabar ya, pasti aku kerjain. Sekarang fokustry outdulu," kata Gerald ketika menerima tumpukan kertas dari Misell.Misell tersenyum. "Aku juga nggak maksa kamu buru-buru kok. Sampe lulus juga nggak apa-apa, hahaha."Gerald balas tersenyum seraya mengelus puncak kepala Misell lembut.Mata Misell menangkap keberadaan Bian yang baru saja keluar dari lab komputer bersama Tama dan Arya. Ya, kelas mereka juga termasuk kelas yang satu sesitry outdengannya.
Pradipta melempar kertas hasil try outGerald setelah ia membacanya."Sudah tahu 'kan, apa yang harus kamu lakukan?" tanya Pradipta dengan penuh penekanan.Gerald dengan ragu menjawab, "Pa, Gerald bisa buktiin ditry outselanjutnya.""Di dunia ini nggak ada yang namanya kesempatan kedua, Ger! Kalau kamu terus mengandalkan kesempatan kedua, kamu akan jauh di belakang orang-orang yang sudah berhasil di kesempatannya yang pertama."Gerald diam. Lalu, Papa Gerald kembali membuka suaranya. "Siapa peringkat satu paralel?""Emm—""Bian?" potong Pradipta tepat sasaran.
Mobil hitam yang dinaiki oleh Gerald dan Misell berhenti di sebuah toko bunga yang terletak tak jauh dari sekolahnya.Sebelumnya, mereka juga sempat berhenti di toko kue dan membeli kue ulang tahun. Misell masih bertanya-tanya,sebenarnya Gerald ingin mengajak ke mana? Memangnya siapa yang ulang tahun?"Kita mampir ke toko bunga sebentar, ya?" kata Gerald pada Misell yang terlihat kebingungan."I-iya Ger." Misell mengiyakan, walaupun sebenarnya ia juga sedang penasaran.Harumnya bunga memasuki indra penciuman Misell tanpa diminta, saat ia melangkahkan kakinya masuk ke toko bunga tersebut. Sangat tenang dan sejenak mampu membuatnya melupakan segala masalah yang sedang dihadapi.
"Gadis bodoh! Kenapa dia lebih pilih kamu daripada Bian? Padahal 'kan, Bian jauh lebih baik dari kamu," kata Pradipta pada Gerald, saat sedang perjalanan pulang.Gerald menoleh seraya menampilkan wajah bingungnya. "Kok Papa—""Papa tau dia waktu Papa ke rumah Bachtiar," jelas Papa Gerald. Ia melanjutkan ucapannya, "Saingan itu nilai pelajaran! Bukan saingan perempuan!"Gerald diam. Ia tidak mau membantah perkataan papanya karena sudah lelah menanggapinya. Yang ia harapkan sekarang adalah segera sampai ke rumah, dan menelepon Misell untuk memberinya sedikit kepastian.*****Misell tak tahu mengapa hatinya sesakit ini, mendengar ucapan Papa Gerald kepadanya. Ia memilih pergi dan