Memiliki tetangga yang centil membuat Nana tidak bisa hidup dengan tenang. Siska tetangganya begitu getol menggoda Adrian, suami Nana. Akankah Adrian tergoda dan Siska mampu membuatnya berpaling dari Nana? Ataukah Adrian mampu menjadi lelaki setia yang tidak mempan oleh godaan tetangga penggoda?
View More"Mbak Nana, aku minta nomor hp Mas Adrian, ya?" pinta Mbak Siska sambil mencolekku saat kami berbelanja di warung Bu Silvi.
"Nomor Mas Adrian?" tanyaku heran. "Mau buat apa, Mbak?""Eh, itu, anu, maksudku, suamiku yang minta, Mbak," jelasnya sambil menggaruk kepala. "Katanya mau ngajak main badminton besok minggu." "Oh," sahutku. Meski dalam hati aku masih merasa aneh dan instingku mengatakan ada yang janggal. Namun, demi menjaga hubungan baik dengan tetangga baru, kuberikan juga nomor Mas Adrian."Makasih, loh, Mbak. Mbak Nana emang baik, deh. Udah baik, cantik lagi," pujinya dengan wajah cengar-cengir."Ah, bisa aja, Mbak. Ya, sudah, aku duluan, ya!" pamitku."Iya, ati-ati, Mbak!" seru Mbak Siska saat aku sudah di atas motor.Sepanjang perjalanan ke rumah, aku tetap merasa janggal. Ada perasaan tak suka pada Siska. Benarkah suaminya yang minta nomor Mas Adrian? Tapi, kenapa enggak minta sendiri saja?Tiba di rumah, Mas Adrian tampak sedang membongkar kardus berukuran besar. Di sampingnya terdapat tumpukan buku."Udah pulang, Mbem?" tanyanya saat menyadari kedatanganku. "Kok, wajahnya ditekuk gitu? Kenapa, Sayang?"Lelaki berkaos cokelat itu menatapku.Aku langsung menaruh kantong belanja di samping meja, kemudian menghempaskan diri ke sofa.Mas Adrian beranjak dan duduk di sampingku. "Kenapa? Ada yang gangguin kamu?"Aku menghela napas kasar. Kemudian menoleh cepat pada Mas Adrian."Tadi ada perempuan yang minta nomor hp kamu," ucapku sebal."Siapa?" Mas Adrian mengernyitkan dahi."Siska. Emang kamu kenal dia?" tanyaku dengan nada curiga.Mas Adrian menggeleng dengan raut bingung. "Yang mana, sih, orangnya?""Cantik. Mirip Zaskia Gotik," jawabku sewot.Mas Adrian malah terbahak. "Masa, sih? Emang ada orang sini yang mirip artis?""Hhm, awas, ya, kalau sampai kamu macam-macam!" "Yaelah. Parno banget, deh, istri Mas ini," ucapnya sambil mencubit gemas pipiku. "Lagian, ngapain dikasih, kalau kamu enggak rela, sih, Mbem? Cari penyakit aja!""Nah, dia bilangnya suaminya yang minta.""Terus ngapain kamu sewot? Orang yang minta suaminya? Aduh, sini, Sayang, sini!" Mas Adrian merengkuhku. Menaruh kepalaku di dada bidangnya. "Dengerin aku baik-baik!" Aku menghembuskan napas kasar dan masih bertahan dengan wajah kesal."Buat aku, aku itu udah bersyukur banget punya istri seperti kamu. Udah cantik, pinter masak, pinter nyenengin suami. Bodoh banget kalau aku sampai main gila sama wanita lain. Percaya sama aku, Mbem! Aku janji, kamu satu-satunya wanita yang aku cintai.""Tapi, aku sering baca cerita rata-rata laki-laki mudah tergoda!" Aku masih saja kesal."Memang ada yang begitu, tapi enggak semua. Misal dalam satu keranjang ada lima apel busuk, itu bukan berarti semua apel di keranjang itu busuk, kan?""Tapi, kan, bisa ketular busuknya!" debatku."Iya, mungkin saja kalau dekat-dekat sama yang busuk. Itu sebabnya, agama kita mengajarkan agar kita memilih orang untuk dijadikan teman. Kalau berteman dengan orang baik, mau enggak mau pasti kita bakal ikutan baik. Begitu juga sebaliknya. Setuju, enggak?"Aku mengangguk."Sekarang, kamu lihat teman-temanku, orangnya kayak gimana?" tanyanya."Baik-baik, sih.""Nah, makanya kamu enggak usah parno gitu, ya! Insya Allah, suamimu ini bisa jaga diri. Karena aku juga enggak mau kalau kamu sampai macam-macam di belakangku."Wajah kesalku perlahan memudar mendengar perkataan Mas Adrian."Aku pernah dengar ceramah salah satu ustaz, Mbem. Katanya gini, jagalah kesucian kehormatan kemaluan kalian, maka Allah akan jaga kesucian kehormatan kemaluan pasangan kalian. Paham, kan, maksudnya?"Aku mengangguk dengan hati lega. "Makanya, Mbem, aku enggak akan macam-macam di belakangmu. Karena aku enggak mau kamu begitu juga.""Makasih," ucapku sembari tersenyum menatapnya."Gitu doang?""Apaan lagi emangnya?" candaku."Ih, kamu mah enggak peka!" protes Mas Adrian."Apaan?" Akhirnya sore itu kami lalui dengan bercanda. Lima tahun menjadi istri Mas Ardian, aku benar-benar merasa begitu bahagia. Meskipun, sampai saat ini Allah belum mempercayakan kami buah hati, tetapi kami tak pernah mempermasalahkan itu. Keempat orang tua kami pun begitu.Karena anak adalah rezeki dan itu hak prerogatif Allah. Sebagai hamba, kami hanya bisa berusaha. Aku melihat jam di dinding sudah menunjuk angka empat saat terdengar suara orang mandi. Tentu itu Mas Adrian, karena di sebelahku sudah tak ada dirinya.Aku menyibak selimut, kemudian turun dari ranjang. Segera kurapikan tempat tidur kami."Buruan mandi, Mbem!" titah Mas Adrian begitu keluar dari kamar mandi.Seperti biasa setelah mandi dan solat subuh, aku menyiapkan makanan untuk sarapan. Sementara Mas Adrian menyapu dan mengepel. Kami memang selalu kerjakan pekerjaan rumah bersama-sama.Pagi ini kusiapkan nasi goreng ayam kesukaan Mas Adrian. Lelaki itu memakannya dengan lahap."Aku nambah, ya, Mbem?" pintanya."Nanti ngantuk, loh, Mas, kalau kekenyangan!" tegurku."Ya, udah. Jadiin bekalku aja, ya!" "Oke, deh."Setelah sarapan dan menyiapkan bekal untuk Mas Adrian, aku ke kamar. Mengganti baju dengan seragam tempatku bekerja.Saat aku mematut diri di depan cermin, ponsel Mas Adrian berdenting. Sepertinya ada pesan masuk."Siapa, ya, pagi-pagi begini?" Aku bicara sendiri. Karena Mas Adrian sedang melakukan ritual di toilet, aku membuka pesan tersebut.[Met pagi, Mas Adrian.][Ini nomor Siska, disimpan, ya!][Makasih, ya, bantuannya kemarin.]Bantuan? Bantuan apa?Jadi, Mas Adrian sudah kenal sama Siska? Kenapa kemarin dia pura-pura enggak tahu?"Mas! Tunggu! Mas!" teriak Siska sembari mengenakan pakaiannya. Wanita itu seolah sudah tak peduli berapa banyak pasang mata yang menyaksikan tubuh polosnya. Setelah mengenakan seluruh pakaiannya, Siska berlari hendak mengejar Mas Guntur. Namun, Bu Mirna menghalanginya. "Mau ke mana kamu?" Bu Mirna mencekal lengan Siska. "Lepas! Bukan urusanmu!" ketus Siska. Plak! Siska mengelus pipinya yang terasa pedih dan panas oleh tamparan Bu Mirna. Kontan mata Siska melotot pada Bu Mirna. Aku benar-benar baru tahu kalau pelakor lebih galak dari istri sah. Bahkan Siska sama sekali tak merasa takut atau bersalah pada Bu Mirna. “Apa? Mau apa kamu?” tantang Bu Mirna. Sementara Siska melotot pada istri selingkuhannya sembari memegangi pipinya.“Bawa mereka berdua!” titah Bu Mirna pada warga yang berbondong-bondong di kamar hotel Pak Abas dan Siska. “Jangan gila kamu, Bu!” seru Pak Abas sembari memegangi selimutnya agar tidak lolos dari tubuh polosnya. “Lepas!” teriak Pak Abas lagi. Tanganny
Mas Adrian membuka kunci pintu pagar. Bu Mirna langsung mendekat saat pintu telah terbuka."Mbak Nana!" panggilnya."Iya, Bu. Maaf, ini ada apa, ya?" tanyaku sembari memandangi beberapa tetangga yang sudah berkumpul di depan rumahku."Mbak, saya mau minta tolong." Kali ini Mas Guntur yang bicara."Iya, Mas, mau minta tolong apa?" tanyaku sembari menoleh pada Mas Adrian. Aku takut kalau apa yang kulakukan pada Siska berbalik ke arahku."Boleh kami masuk, Mbak? Biar enggak di pinggir jalan gini," pinta Mas Guntur."Oh, iya, iya. Silakan masuk!" perintah Mas Adrian.Para tetangga berbondong-bondong masuk sampai memenuhi halaman rumahku yang tak begitu luas. Mas Guntur, Bu Mirna, Pak RT, Bu RT, Pak RW dan Bu RW berdiri di teras rumahku."Ada apa ini, Mas Guntur?" tanya Mas Adrian."Maaf sekali, Mas, sebelumnya. Mas Adrian pasti kaget, ya?" tanya Mas Guntur.Aku dan Mas Adrian kompak mengangguk. "Iya, ada apa?" tanya Mas Adrian lagi."Jadi, tadi aku dan Bu Mirna ngobrol-ngobrol. Intinya te
"Mas, kita jahat banget apa enggak, sih?" tanyaku pada Mas Adrian saat kita sudah bersiap tidur."Ke Siska?" tanya lelaki berkaos putih itu.Aku mengangguk. "Kayaknya tadi dompetnya terkuras, deh. Dia sampai rela nebeng kita padahal sempit gitu.""Udahlah, biarin aja." Mas Adrian langsung memelukku dan memejamkan mata.Sementara Mas Adrian tidur, mataku tak juga bisa terpejam. Akhirnya aku mengambil ponsel Mas Adrian, ingin melihat hasil kerjanya tadi pada Siska.Rupanya Mas Adrian berhasil menyadap WA Siska. Segera kulihat percakapan wanita itu di WA.Terlihat baru saja dia mengirim pesan untuk Pak Abas. Dia mengadu tentang kejadian traktiran tadi. Namun, dia tak mengatakan yang sebenarnya. Siska bilang, aku yang memintanya mentraktir sebagai balas budi Mas Adrian telah membantunya mendapatkan pekerjaan. Karena hal itu, sekarang uang gajinya ludes. Sehingga dia meminta uang pada Pak Abas. Aku salut, sih. Dia pintar sekali merayu untuk meminta uang seperti itu. Namun, balasan Pak Ab
Gara-gara membaca pesan Siska yang berusaha mengadu domba aku dengan Mas Adrian, aku jadi penasaran ingin melihat status WA-nya. Apakah dia menyindirku, atau seperti apa?Kuatur WA Mas Adrian agar tak muncul namanya saat melihat status orang lain. Setelahnya baru kucari status Siska.Status pertama di-posting kemarin sore.[Dasar enggak punya attitude! Bermesraan di depan umum! Wanita rendahan, ya, begitu! Dicium di mobil, kok, mau!]Dahiku mengernyit membaca status itu.Kira-kira dia ngatain siapa, ya? Ternyata dia enggak cuma penggoda, tetapi suka julid juga.Ck! Dasar!"Apaan, Mbem?" tanya Mas Adrian."Ini, Siska bikin status kemarin. Ngata-ngatain orang ciuman di mobil.""Oh, ya? Jangan-jangan kemarin dia lihat kita?" tebak Mas Adrian."Kita?" tanyaku bingung."Iya, pas di garasi, loh, Mbem!" Mas Adrian mengingatkan."Masa, sih? Emang bisa kelihatan dari luar?""Mungkin aja. Garasi kita kan lebih tinggi dari halaman, jadi orang bisa lihat dari balik pagar.""Tapi, kan, pasti engga
"Mas, kita udah melangkah, Siska udah masuk ke perangkap. Kalau kita mundur, Siska enggak mungkin mau keluar dari perangkap kita. Yang ada dia akan semakin menjadi-jadi," ucapku sembari meyakinkan diri sendiri."Jadi, kita lanjutin, Mbem?""Harus!" jawabku mantap. "Masalah salah paham ini, nanti bisa diluruskan saat rencana kita berhasil.""Ya udah, Mbem. Bismillah." Mas Adrian tersenyum hangat."Makasih, ya, Mas!""Makasih, doang? Ogah, ah!""Ish! Ngelunjak!" ketusku."Oh, awas kamu, Mbem!"Mas Adrian menarikku dan menghujaniku dengan ciuman. Aku menjerit-jerit sembari tertawa menahan geli.Malam hari saat kami bersantai sembari menonton televisi, terdengar suara bel berdentang."Siapa, ya, Mas?" tanyaku. Karena tak biasanya kami kedatangan tamu. "Jangan-jangan Siska lagi!""Coba aku lihat."Mas Adrian beranjak dari sofa kemudian berjalan menuju pintu pagar. Aku mengikutinya dari belakang.Dari teras aku bisa melihat siapa yang bertamu. Bukan Siska, tetapi seorang laki-laki. Karena c
Mas Adrian menyetujui rencanaku untuk memberi pelajaran pada Siska. Semoga dengan apa yang nanti aku lakukan, bisa membuat perempuan itu jera."Kamu harus janji, loh, Mbem, enggak boleh cemburu! Kalau kamu ribut sendiri, aku enggak mau," ucap Mas Adrian."Iya, yang penting kamu turuti aku."Kemudian kubalas pesan dari Siska, seolah-olah Mas Adrian yang membalasnya.[Iya, Bu.]Tak berselang lama Siska membalas.[Jadi Mas terima tawaran makan dariku? Tapi, Mas jangan panggil aku bu terus, dong!][Iya.] balasku.[Wah, senang banget aku, Mas. Makasih, ya. Mas benar-benar baik. Mas adalah laki-laki terbaik yang pernah aku temui.]Aku menatap balasan dari Siska tanpa bisa berkata-kata.Ya Allah, gini banget ini perempuan!"Kenapa, Mbem?" tanya Mas Adrian.Mungkin dia bingung melihat ekspresiku setelah membaca pesan dari Siska. Segera saja kutunjukkan pesan itu padanya.Di luar dugaan, Mas Adrian malah terbahak-bahak."Apanya yang lucu?" tanyaku sembari menatapnya aneh."Hahahaha. Ada, ya, M
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments