Home / Romansa / Bukan Pelakor / Bab 2. Istri Pertama Juragan Somat

Share

Bab 2. Istri Pertama Juragan Somat

last update Huling Na-update: 2021-09-05 20:44:46

Sore yang hampir menjemput malam yang sunyi. Ada Utari yang diseret paksa oleh bapaknya untuk pergi menuju rumah juragan Somat. 

Banyak pasang mata tetangga yang memperhatikan mereka berdua, namun tidak ada yang berani untuk melawan kebengisan seorang Saman, sang preman kampung yang kerjanya suka menghutang sana sini.

“Bapak, lepasin tangan Utari! Utari enggak mau dijual sama juragan Somat!” seru Utari yang mencoba memberontak dari cengkeraman tangan Saman.

“Mulut lo bisa diam enggak, sih! Berisik banget lo kayak kambing congek!” bentak Saman semakin mengeratkan cengkraman tangannya.

“Bapak, Utari mohon jangan jual Utari. Utari janji bakalan kerja lebih giat lagi, Utari juga janji bakalan berhenti sekolah,” mohon Utari yang semakin menangis histeris saat dirinya sudah sampai di depan rumah juragan Somat.

“Waduh ... Permaisuri cantik nan jelita akhirnya sudah sampai, nih,” sambut juragan Somat pada kedatangan Utari bersama Saman.

“Juragan, saya jual anak saya ini untuk melunasi hutang saya pada juragan,” ucap Saman dengan lugas.

“Enggak! Utari enggak mau dijual, Bapak!” teriak Utari yang membantah ucapan Saman.

“Alah, kamu enggak usah sok nolak, deh. Hidup kamu akan terjamin kalau jadi istri ketiga saya Utari,” ucap juragan Somat yang memandang Utari lekat-lekat seperti seakan menelanjangi tubuh Utari.

Utari menggelengkan kepalanya tegas. Sesekali mencoba memberikan dari pertahanan Saman, namun tetap saja tenaganya kalah dengan bapaknya itu.

“Juragan, saya mohon jangan beli saya. Saya masih mau sekolah, atau enggak saya yang akan cicil hutang-hutang milik Bapak,” mohon Utari yang sudah bersimpuh di bawah kaki keriput juragan Somat.

“Enggak bisa gitu, dong. Bapak kamu sudah menandatangani surat perjanjian kontrak sama saya. Yang ada saya rugi besar.”

Tangis Utari pun semakin kencang. Harapannya sudah tidak ada lagi. Apalagi ketika melihat bapaknya yang berbinar bahagia setelah menerima uang dari juragan Somat.

“Sekarang Juragan bisa sepuasnya pakai tubuh si Utari, Makasih, ya, Juragan,” ucap Saman sambil menganggukkan kepalanya pelan dengan senyuman puas.

“Bapak, bawa Utari pulang,” mohon Utari menangis tersedu-sedu.

Saman pun memalingkan wajahnya agar tidak menatap Utari langsung.

“Kalau begitu saya pamit pulang, Juragan,” ucap Saman membungkukkan tubuhnya. Setelah itu benar-benar pergi tanpa membawa Utari pulang bersamanya.

“BAPAK ...! JANGAN TINGGALKAN UTARI!” teriak Utari histeris, saat tubuhnya diseret paksa oleh anak buah juragan Somat.

***

Sepanjang malam Utari tidak ada henti-hentinya untuk mengeluarkan air matanya. Berulang kali istri pertama Somat mengunjungi ke kamar Utari untuk mengecek keadaan gadis itu.

“Sudah lah, Nak. Kamu enggak usah terlalu banyak menangis, nanti kamu sendiri yang senang bisa hidup bergelimang harta ketika dinikahi sama suami saya,” ucap Rumih yang duduk di samping Utari.

“Tapi saya enggak mau menikah, Bu. Saya masih mau sekolah dan apalagi saya tidak mau dinikahkan dengan juragan Somat yang usianya lebih tua dari Bapak saya,” balas Utari yang kekeh menolak menikah dengan juragan Somat.

Rumih mendengus kesal atas sikap keras kepala dari Utari. “Heh, Utari! Kamu itu jangan sok belagu jual mahal, ya! Masih mending saya menerima kamu sebagai madu kedua saya, kalau tidak saya akan buang kamu ke rumah bordil!” bentak Rumih menunjuk-nunjuk wajah Utari dengan marah.

“Lebih baik saya jajakan keperawanan saya ke rumah bordil dari pada saya dijadikan budak pemuas nafsu juragan Somat yang gila itu!’” seru Utari yang terus terang melawan istri pertama dari juragan Somat.

Plak ...!

Satu tamparan kencang mendarat di pipi mulus Utari sampai kepalanya melengos ke samping.

“Jaga mulut sialan kamu itu, Utari! Harga diri kamu tidak berarti dibandingkan dengan kulit tangan saya!”

Utari kembali terisak menangis. Bukannya Utari sangat cengeng, tetapi Utari sudah kepalang takut harus menggantungkan nasibnya pada juragan Somat. Apalagi banyak rumor yang beredar kalau Somat selalu melakukan kekerasan rumah tangga pada istrinya dan juga pada gadis yang dipaksa diperawani oleh juragan Somat.

“Rumih, ada apa  ini? Kenapa kau buat calon istriku menangis seperti ini?” tanya Somat yang baru saja menutup pintu kamar yang ditempati oleh Utari.

“Ini, Mas. Calon istrimu mulutnya tidak bisa bertutur sopan berbicara tentang dirimu, Mas,” adu Rumih yang langsung menghampiri suaminya itu dengan manja.

Utari yang ditatap tajam oleh Somat semakin merasa takut dan terancam. 

“Oh, ternyata calon istriku sudah bisa berbicara, ya,” ucap Somat sambil tersenyum mematikan pada Utari.

Utari menggelengkan kepalanya tegas. Ia pun juga memundurkan langkahnya menghindari Somat yang ingin mempersempit jarak di antara mereka.

“Ampun, juragan. Saya enggak berbicara seperti itu,” sanggah Utari memohon ampun pada Somat.

Somat pun langsung mengikis jarak dirinya dengan Utari. Lalu, mencengkeram kuat dagu Utari.

"Mulut kamu boleh beracun, Utari. Tetapi, saya tahu cara menangkal racun dari mulut kamu itu," bisik Somat tajam tepat di telinga Utari.

***

Halo, jangan lupa vote, komen, dan share.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Pelakor   Bab 20. Kekejaman Sarah

    Di sebuah Villa keluarga Munthe.Utari ingin memberitahukan kepada Samu tentang kabar ini. Namun, Utari harus mengumpulkan keberanian untuk menelepon Darsa.Dalam lima detik, panggilannya ditolak. Karena itu, Utari hanya bisa mengirim pesan dengan takut-takut untuk memberitahunya bahwa dia memiliki sesuatu untuk dikatakan dan berharap Darsa bisa pulang malam ini.Pernikahan mereka sekarang sedang jalan menuju satu bulan, namun Darsa tidak pernah menghabiskan malam di rumah. Utari akan selalu sendirian di kamar tidur, dan Utari tahu betul di mana Darsa menghabiskan malamnya.Darsa tidak mengangkat teleponnya juga tidak membalas pesannya. Karena itu, hati Utari menjadi resah karena dia tahu Darsa tidak akan pulang malam ini juga.Utari pun beranjak dari duduknya untuk mandi. Setelah itu hendak beristirahat. Namun, ketika pintu dibanting hingga terbuka lebar membuat Utari mengur

  • Bukan Pelakor   Bab 19. Terpaksa Menikah

    Gemercik suara air yang bertabrakan dengan lantai menjadi pengiring irama di sela-sela tangisan Utari. Tubuh mungil nan rapuhnya bergetar hebat menahan dingin dan kehancuran secara bersamaan.“Hiks ... Kenapa harus aku yang mengalami semua ini ...!” jerit Utari frustrasi yang tertelan dengan kehancuran hati dan fisiknya.“Kenapa semua orang selalu enggak percaya sama aku? Padahal aku sudah berkata dengan sejujurnya,” lirih Utari yang menangis pilu sambil menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.Tubuh Utari pun perlahan merosot begitu saja di lantai. Membiarkan tubuhnya terus-menerus dihujami oleh rintikan air dari shower. Ia menekuk kedua lututnya, menyembunyikan wajahnya di balik lipatan lututnya, dan kembali menangisi nasib malangnya.Tok ... Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu membuat kesadaran Utari kembali. Terlebih suara yang sangat familiar bagin

  • Bukan Pelakor   Bab 18. Sosok itu Utari

    Sarah mengacak rambutnya sambil mengerang frustrasi. Kepalanya berdengung sakit ketika memaksakan tubuhnya bangkit dari tempat tidurnya. Ia mengingat semua kejadian di ruangan kerja Darsa semalam.“Sial! Kenapa Darsa harus pergi menghilang begitu saja! Padahal dia lagi dalam keadaan terbakar gairah. Harusnya dia meminta bantuan padaku,” dengus Sarah yang menggeram marah.Memang benar Darsa menghilang tanpa jejak ketika ia izin ke toilet. Sampai acara puncak di ruangan itu pun dia tetap tidak kembali. Dan akhirnya, Sarah harus menanggung malu dan kekalahan atas taruhannya pada dirinya sendiri bahwa Darsa masih bisa ditaklukkan oleh pesonanya.“Kalau berakhir kayak gini sama saja aku yang rugi!” decak Sarah yang masih tidak terima dengan kekalahannya.Sarah pun lantas keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju ke dapur untuk mengambil minum.Ruang tamu rumah Indri -ibunya Darsa- sudah kembali rapi dan bersih berkat p

  • Bukan Pelakor   Bab 17. Ingin Punya Anak

    Bab 17.Utari mengambil semua pakaian yang sedang di jemur. Teriknya matahari membuat Utari kegerahan. Terlebih ranjang pakaian bersih yang terlihat besar menutupi tubuh Utari.“Bagaimana Darsa? Apa ‘kah rumah kamu yang ada di sana sudah selesai di bangun?”Langkah kaki mungil milik Utari terhenti. Ia tidak sengaja mendengar suara Nyonya besar yang sedang berbicara dengan Tuan Darsa. Meski Utari tahu menguping adalah sebuah kesalahan, tetapi Utari merasa perlu mendengarkan percakapan mereka berdua.“Mah, mamah tenang saja. Saya sudah menyiapkan semuanya di rumah itu. Lagian renovasinya sudah selesai lama. Mamah tidak usah khawatir. Secepatnya saya bersama istri saya akan pindah,” ucap Darsa dengan tenang penuh dengan kejelasan.“Mamah tahu soal itu, Darsa. Tapi Mamah enggak mau istri kamu itu menunda momongan lagi. Sudah hampir lima tahun pernikahan kamu berjalan, tapi sampai sekarang belum juga dapat momongan,&r

  • Bukan Pelakor   Bab 16. Mesin Cuci

    Bab 16.Sinar matahari yang sangat menyorot terik membuat tubuh atletik milik Darsa semakin berkilau karena keringat yang membasahi sekujur tubuhnya.“Huh, sudah berapa lama saya enggak olahraga lagi? Padahal cuma baru setengah jam saja napas saya sudah ngos-ngosan,” gumam Darsa yang mendesa lelah.Darsa menyeka keringat di wajahnya menggunakan handuk kecil yang terlampir di bahunya. Tidak sengaja, mata Darsa bertemu dengan bokong Utari yang seksi.“Pagi-pagi sudah disuguhkan pemandangan yang luar biasa sempurna nan indah,” decak Darsa sambil menggelengkan kepalanya pelan dengan senyuman culasnya.Karena tidak mau membuang waktu lama, Darsa langsung menghampiri Utari yang sedang sibuk menyirami tanaman milik ibunya.“Ehem!” Darsa berpura-pura batuk untuk mengalihkan fokus Utari.“Eh, Tuan Darsa. Ada apa ya, Tuan?” tanya Utari terkejut, buru-buru ia menaruh selang di atas tanah.&l

  • Bukan Pelakor   Bab 15. Tergagap

    Prang ...! Nampan yang dipegang Utari sontak terjatuh ke lantai ketika mata sucii Utari benar-benar melihat belalai panjang, besar, dan berurat milik Darsa. "Utari!" *** Kedua mata Utari terpejam sangat erat sekali dengan kedua tangan saling meremas sisi samping bajunya untuk mengurangi rasa takut, cemas, dan juga malu. Sarah langsung naik ke daratan guna mengambil handuk untuk suaminya, sedangkan Darsa hanya menenggelamkan dirinya di dalam kolam renang agar mata Utari tidak lagi jelalatan. "Pakai ini, Mas." Sarah memberikan baju handuk tersebut kepada Darsa. Dengan gerakan cepat Darsa naik ke atas daratan dan juga langsung memakai baju handuk itu untuk menutupi tubuhnya. Kali ini, Sarah menatap tajam ke arah Utari. "Heh, Utari! Siapa yang suruh kamu ke sini, hah! Pasti kamu sengaja kan ganggu kegiatan kami berdua!" tuduh Sarah dengan suara menggeram marah. Utari menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak, Nyonya. S

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status