Share

Bab 2. Istri Pertama Juragan Somat

Sore yang hampir menjemput malam yang sunyi. Ada Utari yang diseret paksa oleh bapaknya untuk pergi menuju rumah juragan Somat. 

Banyak pasang mata tetangga yang memperhatikan mereka berdua, namun tidak ada yang berani untuk melawan kebengisan seorang Saman, sang preman kampung yang kerjanya suka menghutang sana sini.

“Bapak, lepasin tangan Utari! Utari enggak mau dijual sama juragan Somat!” seru Utari yang mencoba memberontak dari cengkeraman tangan Saman.

“Mulut lo bisa diam enggak, sih! Berisik banget lo kayak kambing congek!” bentak Saman semakin mengeratkan cengkraman tangannya.

“Bapak, Utari mohon jangan jual Utari. Utari janji bakalan kerja lebih giat lagi, Utari juga janji bakalan berhenti sekolah,” mohon Utari yang semakin menangis histeris saat dirinya sudah sampai di depan rumah juragan Somat.

“Waduh ... Permaisuri cantik nan jelita akhirnya sudah sampai, nih,” sambut juragan Somat pada kedatangan Utari bersama Saman.

“Juragan, saya jual anak saya ini untuk melunasi hutang saya pada juragan,” ucap Saman dengan lugas.

“Enggak! Utari enggak mau dijual, Bapak!” teriak Utari yang membantah ucapan Saman.

“Alah, kamu enggak usah sok nolak, deh. Hidup kamu akan terjamin kalau jadi istri ketiga saya Utari,” ucap juragan Somat yang memandang Utari lekat-lekat seperti seakan menelanjangi tubuh Utari.

Utari menggelengkan kepalanya tegas. Sesekali mencoba memberikan dari pertahanan Saman, namun tetap saja tenaganya kalah dengan bapaknya itu.

“Juragan, saya mohon jangan beli saya. Saya masih mau sekolah, atau enggak saya yang akan cicil hutang-hutang milik Bapak,” mohon Utari yang sudah bersimpuh di bawah kaki keriput juragan Somat.

“Enggak bisa gitu, dong. Bapak kamu sudah menandatangani surat perjanjian kontrak sama saya. Yang ada saya rugi besar.”

Tangis Utari pun semakin kencang. Harapannya sudah tidak ada lagi. Apalagi ketika melihat bapaknya yang berbinar bahagia setelah menerima uang dari juragan Somat.

“Sekarang Juragan bisa sepuasnya pakai tubuh si Utari, Makasih, ya, Juragan,” ucap Saman sambil menganggukkan kepalanya pelan dengan senyuman puas.

“Bapak, bawa Utari pulang,” mohon Utari menangis tersedu-sedu.

Saman pun memalingkan wajahnya agar tidak menatap Utari langsung.

“Kalau begitu saya pamit pulang, Juragan,” ucap Saman membungkukkan tubuhnya. Setelah itu benar-benar pergi tanpa membawa Utari pulang bersamanya.

“BAPAK ...! JANGAN TINGGALKAN UTARI!” teriak Utari histeris, saat tubuhnya diseret paksa oleh anak buah juragan Somat.

***

Sepanjang malam Utari tidak ada henti-hentinya untuk mengeluarkan air matanya. Berulang kali istri pertama Somat mengunjungi ke kamar Utari untuk mengecek keadaan gadis itu.

“Sudah lah, Nak. Kamu enggak usah terlalu banyak menangis, nanti kamu sendiri yang senang bisa hidup bergelimang harta ketika dinikahi sama suami saya,” ucap Rumih yang duduk di samping Utari.

“Tapi saya enggak mau menikah, Bu. Saya masih mau sekolah dan apalagi saya tidak mau dinikahkan dengan juragan Somat yang usianya lebih tua dari Bapak saya,” balas Utari yang kekeh menolak menikah dengan juragan Somat.

Rumih mendengus kesal atas sikap keras kepala dari Utari. “Heh, Utari! Kamu itu jangan sok belagu jual mahal, ya! Masih mending saya menerima kamu sebagai madu kedua saya, kalau tidak saya akan buang kamu ke rumah bordil!” bentak Rumih menunjuk-nunjuk wajah Utari dengan marah.

“Lebih baik saya jajakan keperawanan saya ke rumah bordil dari pada saya dijadikan budak pemuas nafsu juragan Somat yang gila itu!’” seru Utari yang terus terang melawan istri pertama dari juragan Somat.

Plak ...!

Satu tamparan kencang mendarat di pipi mulus Utari sampai kepalanya melengos ke samping.

“Jaga mulut sialan kamu itu, Utari! Harga diri kamu tidak berarti dibandingkan dengan kulit tangan saya!”

Utari kembali terisak menangis. Bukannya Utari sangat cengeng, tetapi Utari sudah kepalang takut harus menggantungkan nasibnya pada juragan Somat. Apalagi banyak rumor yang beredar kalau Somat selalu melakukan kekerasan rumah tangga pada istrinya dan juga pada gadis yang dipaksa diperawani oleh juragan Somat.

“Rumih, ada apa  ini? Kenapa kau buat calon istriku menangis seperti ini?” tanya Somat yang baru saja menutup pintu kamar yang ditempati oleh Utari.

“Ini, Mas. Calon istrimu mulutnya tidak bisa bertutur sopan berbicara tentang dirimu, Mas,” adu Rumih yang langsung menghampiri suaminya itu dengan manja.

Utari yang ditatap tajam oleh Somat semakin merasa takut dan terancam. 

“Oh, ternyata calon istriku sudah bisa berbicara, ya,” ucap Somat sambil tersenyum mematikan pada Utari.

Utari menggelengkan kepalanya tegas. Ia pun juga memundurkan langkahnya menghindari Somat yang ingin mempersempit jarak di antara mereka.

“Ampun, juragan. Saya enggak berbicara seperti itu,” sanggah Utari memohon ampun pada Somat.

Somat pun langsung mengikis jarak dirinya dengan Utari. Lalu, mencengkeram kuat dagu Utari.

"Mulut kamu boleh beracun, Utari. Tetapi, saya tahu cara menangkal racun dari mulut kamu itu," bisik Somat tajam tepat di telinga Utari.

***

Halo, jangan lupa vote, komen, dan share.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status