Share

Bab 08

Ketika jam menunjukan 06:34 WIB, Ardi telah sampai di perusahaan. Di sana, Lia juga sampai dan mengajak Ardi serta anaknya untuk ikut ke rumah sakit. Lia memberikan sebuah kejutan kepada Rehan.

"Adik, tutup mata dulu! Satu.. Dua.. Tiga.." saat Rehan membuka kedua matanya, dia tersenyum puas. Tanpa rasa malu, Rehan langsung memeluk tubuh Lia dengan tiba-tiba.

Ardi yang melihat itu panik, dia segera menasehati putranya.

"Nak.. Jangan kayak gitu.." belum selesai Ardi berkata Lia segera memotongnya.

"Udah, biarin aja. Rehan mau duduk di mana? Di depan sama kakak! Atau di belakang sama ayah?"

"Sama kakak." dengan antusias, Lia segera membukakan pintu. Rehan sudah merasa sangat akrab dengan Lia, dia sudah merasa bahwa Lia bukanlah orang asing baginya.

Rehan terus bertanya di setiap jalan, dengan riang. Namun, Lia justru merasa lebih senang dan nyaman dengan suasana ini. Beda dengn Ardi yang melihat dari belakang, dia justru merasa kurang nyaman. Dia merasa anaknya sudah bersikap jauh terhadap bossnya.

"Bu! Sebelumnya mohon maaf, apa ibu enggak keganggu dengan ini." ayahnya yang tiba-tiba berkata seperti itu membuat Rehan merengut. Dia takut, ayahnya nanti marah.

"Pak Ardi! Biarkan sikap Rehan bebas ber ekpresi kepada orang lain. Jangan malah anda membatasinya."

"Tapi bu! Saya... "

"Dik! Enggak papa, ayahmu enggak bakalan marah kok." menyadari wajah Rehan yang sedih, Lia mencoba menenangkanya sambil membelai lembut rambutnya.

Lia memasang wajah dinginya, ketika Ardi hendak berbicara lagi. Menyadari kode itu, Ardi mengurungkan niatnya untuk kembali berbicara.

Sesampainya di rumah sakit. Lia menggandeng tangan Rehan sambil berjalan, Rehan yang aktif membuat Lia sedikit kesusahan. Namun, karena ia senang melihat Rehan yang bahagia.

Dia hanya pasrah, sambil mengikuti langkah lari anak kecil itu. Orang-orang yang melihat keakraban mereka, rata-rata mengira mereka adalah sebuah keluarga kecil yang bahagia.

Ardi hanya mengekor di belakang tanpa bersuara, dia merasa aneh karena setiap orang memandai mereka. Hatinya berdebar-debar karena merasa tidak enak dengan bossnya.

'Apa bu Lia, enggak keberatan ya! Di liatin semua orang. Rehan-Rehan, enggak enak sekali ayah ini. Dia tuh! Boss ayah nak.' di dalam hatinya Ardi terus menyampaikan argumenya karena ketakutan.

Saat masuk ke ruangan pasien. Ilham segera bangkit dari tempat tidurnya. "Mas Ardi! Mas.. Saya mohon maaf karena sikap saya kemarin, mungkin kaki saya bisa patah seperti ini karena

kualat sama sampean."

Ardi yang sedikit kebingungan harus bersikap apa setelah menerima permohonan maaf ini menjadi canggung. "Kenapa bingung?" tanya Lia tegas.

"Gimana mas! Mau terima maaf ku."

"Pak Ilham, saya bisa masuk perusahaan tersebut berkat anda. Mana mungkin saya menaruh dendam kepada Pak Ilham, saya malah bersyukur mas sampe sepetti ini kepada saya." mendengar maafnya di terima, wajah Ilham berubah haru. Dia begitu sedih karena menyesali akan kelakukanya kemarin.

"Saya benar-benar menyesal mas."

"Sudah-sudah Pak! Saya memaafkan bapak." Ilham kemudian menceritakan kenapa dia berbuat demikian. Ardi mencoba memaklumi, sambil melirik ke arah pimpinanya.

"Saya beritahukan ini kepada Pak Ilham. Saya hanya suka terhadap anak-anak, bukan karena hal aneh apa yang Pak Ilham pikirkan. Intinya, hubungan kami selamanya hanya sebatas Boss dan anak buah saja."

Dada Ardi merasakan sesak dan sakit ketika Lia berkata demikian.

'Kenapa dengan hatiku?! Apa aku berharap lebih dari bu Lia. Mungkin ini karena Kedekatan bu Lia dan Rehan saja.'

Ardi menghela nafas panjang.

"Bener Pak! Kami selamanya sebatas pimpinan dan anak buah." Lia terkejut mendapati Ardi mengulangi kata-katanya tadi.

Sampai mereka bertiga kembali ke perusahaan. Lia terus memasang wajah kesalnya, ketika Ardi menatapnya. Di tengah dia mengecek perkembangan bisnisnya, Lia berkali-kali merasa risih dan kesal.

Rasanya, dia mau memaki-maki Ardi saat ini. Saat Ardi tiba-tiba masuk ke ruanganya untuk membersihkan lantai.

"Jalannya lambat banget sih!? Ruangan ini sudah sangat kotor. Enggak sadar yah, masuk lewat orang dalem. Kalo punya kesadaran mikir seharusnya! Jangan malah santai-santai terus." Lia memelototi Ardi dengan tatapan kesalnya.

Dia begitu kesal dan marah terhadap Ardi. Entah perasaan apa yang ia rasakan saat ini.

"Maaf bu! Lain kali saya akan bekerja lebih konsisten lagi." dengan wajah yang penuh penyesalan Ardi melanjutkan bersih-bersihnya sampai selesai.

Dengan hati-hati, Ardi menyapu dan mengepel sumua lantai ruangan besar itu dengan tanpa suara. Rasanya dia tidak mau membangunkan singa yang tengah tertidur.

'Bu Lia sangat sensitiv hari ini! Apa karena Rehan yah?'

"Saya ijin pamit bu."

"Tunggu dulu ..." Saat Lia hendak berbicara sebuah paggilan masuk ke ponselnya. Wajahnya tuba-tiba berubah lagi menjadi kesal.

"Aku tidak jadi, mungkin lain kali aku akan mengabarimu lagi nanti." Ardi yang ketakutan memilih segera keluar dari ruangan boss tersebut.

'Ada apa dengan sikap Bu Lia?! Aduh kenapa juga aku haru memikirkanya, sudahlah bentar lagi waktunya pulang.' Saat Ardi dan Rehan yang akan pergi dengan sepedanya untuk pulang. Dia terkejut dengan Lia yang mengobrol dengan seorang pria asing.

Wajahnya bukan wajah orang jogja. Apalagi kulitnya juga terlalu putih. "Ayah, itu siapa? Kenapa Kakak wajahnya kelihatan sangat marah?"

"Shhhtt.. Ini bukan urusan kita! Yuk pulang." saat Ardi mulai melaju dengan sepedanya. Dari belakang Lia memanggilnya dengan keras.

"Mas Ardi.. "

DEG.. Jantung Ardi seketika berdetak dengan kencang. 'Ada apa ini! Sejak kapan Bu Lia memanggil saya dengan sebutan mas.' Ardi bertanya-tanya dalam hati. Saat dia berbalik, Lia memberikan sebuah isyarat tangan untuk menghampirinya.

Dengan sigap, Ardi kemudian menuju ke arah Bossnya. Lia kemudian mengatakan sesuatu kepada pria tinggi di hadapanya itu.

"저의 딸입니다! 그리고 그는 내 아이의 아버지입니다."Jo'e Talimnida! Gerigo genen ne adele Aboji imnika?

"Ini anak saya! Dan dia adalah ayah dari anaku?"

"사실인가요? 언제부터 결혼 하셨나요 당신이 결혼하지 않았다고 엄마에게 말 했어요." Sasilingayo? Onjebuto Kyolon hasyotsnayo dangsini Gyolonhaji anhatdago ommaeke malhyotsoyo."

"Benarkah? sejak kapan kau menikah? Aku di beritahu ibumu bahwa kau belum menikah."

"너 때문에 내가 임신 한 거 알아?" No temune nega imsin han go ala?

"Apa kamu tahu aku hamil karena kamu?" wajah pria korea itu tertegun, dia mengertakan giginya dengan kuat.

"Terima kasih! Kamu boleh pergi." setelah berterima kasih kepada Ardi, Lia memanggil satpam untuk mengusir pria tersebut. Pria itu nampak tidak terima dengan perlakuan kasar Lia.

Namun, setelah beberapa kali melawan. Akhirnya dia menyerah dan pergi.

"Sekali lagi aku berterima kasih. Rehan nanti kakak beliin hadiah lagi mau?"

"Mau kak!?" dengan antusias Rehan menerimanya. setelah berpamitan, Ardi memikirkan wajah pria asing tersebut. Ketika kedua mata mereka saling bertemu, nampaknya pria asing itu sangat membenci keberadaan Ardi.

'Apa yang mereka bicarakan tadi? Rasanya pria itu tiba-tiba menjadi sangat kesal melihatku.' Ardi terus memikirkan sikap pria asing itu sampai mereka tiba di rumah.

Ardi yang sekarang sudah memakai listrik untuk pencahayaan rumahnya. Dia lalu membeli sebuah Kulkas untuk menyimpan bahan masakanya agar lebih awet. Dia kemudian memasak dan menyantap masakanya itu dengan putranya.

Karena sudah terbiasa di dapur, masakan Ardi sangat nikmat. Rehan berulang-ulang kali minta nambah sampai lauk habis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status