Share

Bab 5

last update Last Updated: 2024-12-30 18:44:34

"Kamu ingin mengundurkan diri? Kenapa? Kita harus berbicara tentang beberapa tugas besar yang harus kamu tangani setelah kamu tinggalkan."

Gaura menatapnya dengan mata yang tidak bisa menyembunyikan sedikit pun keraguan. "Pak Edrio, saya merasa kesehatan saya semakin memburuk. Dokter menyarankan saya untuk beristirahat, fokus pada pengobatan dan pemulihan," jawab Gaura dengan suara yang sedikit gemetar, berusaha meyakinkan Edrio.

Edrio menatapnya tajam, ragu. Sejak pertama kali bertemu Gaura, ia tahu wanita ini bukan tipe orang yang mudah mengeluh atau menyerah. Gaura selalu tampak kuat, tidak pernah menunjukkan kelemahan. "Tapi kamu tampak sehat-sehat saja, Gaura. Sepertinya tidak ada yang salah denganmu. Apa ini benar-benar alasanmu mengundurkan diri?" tanya Edrio, nada suaranya mulai berubah.

Gaura menunduk, berusaha menahan perasaan yang mulai mencemaskan hati. Ia tahu bahwa kebohongannya ini harus tampak meyakinkan. "Sebenarnya, saya sudah merasa tidak enak badan sejak lama, Pak. Tapi saya terus memaksakan diri. Dokter bilang saya harus benar-benar fokus pada perawatan agar bisa sembuh," jawab Gaura, berusaha terdengar penuh keyakinan.

Edrio mengamati setiap gerakan tubuh Gaura, mencoba menilai apakah ada yang salah dengan apa yang ia dengar. "Jika masalah kesehatanmu serius, kenapa tidak memberitahuku lebih dulu? Aku bisa membantu mencari solusi," katanya dengan nada dingin, meskipun ada sedikit kecurigaan di matanya.

Gaura merasakan kepanikan yang mulai menghimpit. Ia tahu Edrio mulai merasa ada yang tidak beres. "Ini keputusan yang sudah saya pikirkan matang-matang," jawab Gaura dengan suara yang lebih pelan. "Saya rasa ini keputusan terbaik bagi saya."

Edrio terdiam sejenak, menarik napas panjang. Ia tahu betul bahwa Gaura adalah orang yang sangat profesional, dan jika dia mengundurkan diri, pasti ada alasan yang kuat. "Baiklah, kalau kamu sudah yakin. Tapi aku harap kamu tahu bahwa keputusan ini akan memengaruhi pekerjaanmu. Dan jika terjadi sesuatu denganmu, itu bukan lagi urusanku."

Gaura mengangguk, meski hatinya terasa seperti tertusuk ketika mendengar perkataan itu. "Saya mengerti, Pak. Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan. Saya akan selalu menghargai pengalaman yang saya dapatkan di sini."

Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Gaura meninggalkan ruangan itu dengan langkah cepat, meninggalkan Edrio dengan wajah dinginnya.

Begitu melangkah keluar, ia merasa seolah ada beban berat yang terlepas dari pundaknya. Namun, di sisi lain, ada rasa cemas yang menyelimuti hatinya. Kebohongan yang ia buat untuk mengundurkan diri sebagai bodyguard Edrio harus tetap tersembunyi.

Gaura tidak ingin Edrio tahu alasan sebenarnya—bahwa ia tak bisa lagi bertahan di perusahaan itu, bukan karena alasan kesehatan, tetapi karena ada sesuatu yang jauh lebih dalam yang membuatnya harus keluar. Suatu hal yang terkait dengan hatinya sendiri dan masa depan yang ingin ia tentukan tanpa bayang-bayang masa lalu.

***

Beberapa Tahun Kemudian.

Setelah meninggalkan dunia yang dulu dikenalnya sebagai bodyguard, Gaura memutuskan untuk membuka lembaran baru dalam hidupnya. Meski awalnya merasa bingung, ia akhirnya menemukan jalan yang penuh gairah dan harapan. Keahlian dalam merias wajah yang sudah ia pelajari sejak kecil, akhirnya membawanya untuk mengembangkan usaha sebagai Make-Up Artist (MUA).

Gaura mewarisi usaha sang ibu yang dulu juga seorang MUA profesional. Usaha itu mulai dengan panggilan teman-teman dekat yang mempercayakan momen penting mereka pada Gaura. Awalnya, ia merias mereka di rumah, namun dengan semangat dan kerja keras, ia berhasil mengumpulkan dana untuk membuka sebuah studio kecil. Tidak hanya itu, ia juga mulai membangun timnya, merekrut beberapa asisten yang sudah berpengalaman, hingga kini menjadi MUA yang memiliki studio make-up profesional yang dikenal banyak orang.

Tak hanya mempersiapkan riasan untuk pernikahan atau acara-acara besar, Gaura kini juga memiliki berbagai klien dari kalangan selebriti dan pengusaha terkenal. Dengan tim yang solid dan penuh dedikasi, Gaura tak hanya mengandalkan keahliannya, tetapi juga menanamkan nilai-nilai profesionalisme yang diajarkan ibunya.

"Gaura, semuanya sudah siap untuk acara besar ini. Kita akan merias seseorang di hotel, kan?" tanya Mika, asisten utama Gaura.

"Iya, kita harus memastikan semuanya berjalan lancar. Pastikan semua peralatan sudah dipersiapkan dengan baik, ya?"

"Siap!" jawab Mika dengan semangat.

Di tengah kesibukannya, Gaura tak pernah melupakan putra kecilnya yang ia beri nama Galenio Vilas dan kini sudah berusia tiga tahun. Meskipun banyak yang bilang ia telah menjadi wanita sukses, Gaura selalu memastikan bahwa waktu untuk Galen adalah yang terpenting.

Pagi itu, setelah memastikan semuanya siap, Gaura dan timnya berangkat ke hotel tempat acara besar akan diadakan. Acara tersebut adalah pertunangan mewah dari salah satu klien penting mereka. Setibanya di hotel, Gaura dan tim langsung disambut oleh staf hotel yang sudah menunggu mereka.

Gaura segera mempersiapkan perlengkapan dan mulai merias seorang wanita yang akan melangsungkan pertunangan. Ia memulai dengan percaya diri, seolah dunia hanya miliknya dan klien yang ada di depannya, tentu saja di bantu oleh beberapa asistennya.

Suasana di ruang rias sangat sibuk. Gaura yang sedang merias, dikejutkan oleh suara langkah kecil terdengar mendekat, wanita itu menoleh ke arah pintu. Ternyata itu Galen yang masuk dengan ceria. "Bunda, aku ikut!" teriak Galen dengan senyum lebar menggemaskan, sebelum berlari kecil menuju meja rias.

"Galen, kamu di sini? Tidak boleh lari-lari di sini, sayang. Kamu harus diam sebentar ya, Bunda sedang kerja," kata Gaura dengan lembut, meskipun senyumannya sedikit dipaksakan karena konsentrasinya terbagi.

"Maaf, Gaura," kata Mika, yang masuk setelah Galen. "Tadi Galen merengek meminta untuk menyusulmu, jadi aku bawa dan ikut masuk ke sini. Aku akan menjaganya."

Gaura mengangguk, tetap sibuk dengan peralatan riasnya. Wanita yang duduk di depan cermin besar dengan gaun merah elegannya, tersenyum penuh percaya diri. "Gak masalah, kok, Gaura. Anak kecil memang suka penasaran, kan?" Wanita itu tertawa ringan, sesekali memandang dirinya di cermin untuk melihat riasannya yang hampir sempurna.

Namun, suasana tenang tiba-tiba terganggu ketika pintu ruangan terbuka sedikit lebih keras dari biasanya. Sebuah suara berat terdengar di ambang pintu, "Apakah sudah selesai?"

Gaura menoleh dengan cepat, terkejut. Seorang pria tinggi, mengenakan jas hitam rapi, berdiri di sana. Wajahnya familiar, namun untuk beberapa detik, Gaura terdiam.

Galen, yang merasa penasaran, berlari ke arah pria itu dengan tawa riang. "Bunda, itu siapa?" tanyanya dengan mata berbinar.

Pria itu, yang sedang memandang ke arah Gaura, terkejut melihat Galen yang mendekat. Sebelum sempat menjawab, Galen yang lincah berlari ke arah pria tersebut dan tanpa sengaja menabraknya dengan sedikit keras.

"Ups!" Galen tertawa lucu, tak menyadari keheranan yang sedang melanda orang dewasa di sekitarnya. "Maaf, Tuan!" Galen mengangkat wajahnya dengan polos.

Tiba-tiba, Gaura merasa seperti ada yang mengganjal di dadanya. Semua gerakan di ruangan itu terasa melambat, dan dalam detik itu, mata Gaura bertemu dengan mata pria yang baru saja ditabrak oleh putranya.

Edrio.

Tubuh Gaura seakan membeku saat ia mengenali wajah yang tidak asing lagi. Meskipun telah lama berlalu, wajah itu tetap sama, tegas, dingin, dan penuh misteri. Hatinya langsung berdebar keras, pikirannya berkelip cepat mencoba mencerna kenyataan. Kenapa Edrio ada di sini?

"Ah, sayang? Sebentar lagi aku selesai, apakah acaranya sudah di mulai?" tanya wanita yang telah Gaura rias.

Hal itu sontak membuatnya semakin terkejut. 'Sayang? Apakah... Edrio yang akan bertunangan dengan wanita ini?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
pengagum rahasia
Kann kannn ya ampunn gemes banget pengen nonjok ihh. edrio bener² ya. kerenn thorr lanjut lagii gregetan ini pokonya kawal sampe tamatt! ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 103

    “Kenapa, sayang?” tanya Gaura sambil menghampiri. “Aku mimpi buruk… tentang ayam goreng yang berubah jadi monster. Terus dia mengejarku dan Nenek dengan saus sambal!” Galen menjelaskan sambil memperagakan tangannya seperti cakar monster. Edrio nyaris tertawa, tapi ia cepat-cepat batuk pelan menahan ekspresi geli. “Itu mimpi yang sangat… spesifik.” “Dan pedas,” tambah Galen sambil mengangguk serius. Gaura mengelus rambutnya. “Mau Bunda temani di kamarmu?” Galen mendekat dan memeluk Gaura erat-erat. “Aku… boleh tidur di sini aja, tidak? Cuma malam ini. Pura-puranya kita berkemah.” Edrio dan Gaura saling pandang. Edrio mengangkat alis. “Kemah, ya?” “Aku jadi penjaga tenda. Kalau monster ayam datang lagi, aku usir pakai bantal!” kata Galen sambil mengayunkan bantal dinosaurusnya seperti pedang. Gaura sudah tidak bisa menolak. “Ayo, Pangeran Penjaga. Masuk ke tenda Raja dan Ratu.” Galen langsung memanjat ke ranjang, menyelip di tengah mereka dengan gaya penuh kemenangan.

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 102

    “Tapi Ayah belum tahu kalau aku punya rencana rahasia!” Galen menjawab dengan misterius, lalu menyeringai seperti tokoh kartun. Mereka menggelar tikar di bawah pohon besar. Elia duduk santai sambil membaca buku, sementara Gaura dan Edrio membuka makanan yang berisi, sandwich, buah, ayam goreng, dan jus jeruk. “Bunda, ini hari terbaik!” kata Galen sambil menyuap potongan apel. “Karena pikniknya?” tanya Gaura. “Karena semua bersama. Dan... rencana rahasiaku berjalan lancar,” jawabnya licik. Gaura dan Edrio saling pandang heran. “Apa maksudmu?” tanya Edrio, curiga. Galen berdiri, membuka tas besarnya—dan dari sana ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi benda-benda lucu seperti, mahkota kertas, topeng binatang, dan secarik kertas lipat. “Aku siapkan ini karena aku mau kasih kejutan!” katanya bangga. Ia meletakkan mahkota di kepala Gaura. “Ini buat Bunda, Ratu Piknik!” Lalu ia memakaikan topeng singa pada Edrio. “Dan ini buat Ayah… Singa Penjaga!” Gaura tak bisa menahan tawa.

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 101

    “Aku tidak menggombal. Aku sedang menyatakan fakta.” Edrio tertawa pelan lalu menarik selimut itu perlahan, memperlihatkan wajah istrinya lagi.Gaura menatapnya dengan senyum malu. Ia menggeliat kecil, lalu menyandarkan kepala di dada Edrio yang hangat.“Semalam… terasa seperti mimpi,” bisiknya.Edrio membalas dengan mengecup ubun-ubunnya. “Tapi ini nyata. Kamu istriku sekarang. Dan aku… milikmu sepenuhnya.”Mereka terdiam beberapa saat, membiarkan suara detak jantung dan tarikan napas menjadi satu-satunya irama di kamar itu.Lalu Gaura menatapnya dan bertanya, “Apa kau pernah membayangkan kita akan sampai di titik ini, setelah semua kekacauan yang kita alami?”Edrio menggeleng pelan. “Tidak. Tapi aku bersyukur kita bertahan. Dan lebih dari itu—aku bersyukur kamu memilih tetap bersamaku.”Gaura menyentuh wajahnya dengan penuh kelembutan. “Kita sama-sama bertahan, Edrio. Kau juga tidak menyerah padaku.”Mereka saling menatap sejenak sebelum akhirnya bibir mereka bersentuhan lagi—kali

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 100

    "Hmhh.." lenguh Gaura menahan semua sensasi yang tubuhnya rasakan. Edrio menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan, kemudian memulai aksinya untuk 'bertarung' dengan Gaura. Di saat mereka berdua tengah saling bertarung di dalam kamar, di sebuah kamar lain tepatnya kamar tidur milik Galen, terdapat bocah itu bersama neneknya. Kamar Galen dihiasi cahaya lampu malam berbentuk bintang-bintang yang memantul di langit-langit. Bocah itu sudah mengenakan piyama bergambar dinosaurus, tapi matanya masih terbuka lebar, tak kunjung mengantuk.Di sebelahnya, Elia—nenek tercintanya—sedang duduk di tempat tidur, membacakan buku dongeng dengan suara lembut. Namun, Galen tampaknya lebih sibuk berpikir daripada mendengarkan cerita.“Nenek…” Galen memanggil dengan suara pelan namun penuh rasa ingin tahu.“Iya, sayang?” Elia menutup buku dan menoleh penuh perhatian.Galen duduk bersila di tempat tidurnya, alisnya mengernyit lucu. “Kenapa Bunda sama Ayah tidur di hotel? Kenap

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 99

    “Karena aku takut akan kehilanganmu kalau kau tahu siapa aku dulu… Tapi sekarang, aku lebih takut kehilanganmu kalau aku tetap diam.” Gaura menarik napas dalam, lalu mengangguk perlahan. “Kau seharusnya percaya bahwa aku cukup kuat untuk berdiri di sampingmu, bahkan saat yang terburuk sekalipun.” Edrio tersenyum. Untuk pertama kalinya sejak kejadian itu, ekspresi damai kembali menghiasi wajahnya. “Maafkan aku, Gaura.” Ia memeluk Gaura erat di hadapan semua tamu. Suasana kembali hangat, bahkan lebih dari sebelumnya. Galen berlari ke arah mereka, memeluk kaki kedua orang tuanya dengan senyum polos dan bahagia. Beberapa detik kemudian, pendeta yang masih berdiri terpaku akhirnya berkata sambil tertawa kecil, “Kalau begitu… bolehkah saya melanjutkan? Saya pikir kita masih punya satu bagian yang tertunda…” Para tamu tertawa dan bersorak. Musik lembut kembali diputar. Edrio dan Gaura berdiri berhadapan lagi, dan kali ini, saat pendeta menyuruh mereka mengucapkan “I do,” keduanya menga

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 98

    “Matikan itu!" perintahnya ke tim teknis. Tapi layar tidak bergeming. Wanita itu sudah meng-hack sistem sepenuhnya. Gambar berikutnya menunjukkan Edrio sedang berada dalam pertemuan gelap bersama pria-pria bersenjata, membawa koper uang dan dokumen. Kemudian, rekaman suara mulai terdengar—diskusi mengenai distribusi logistik “tak terdaftar” dari pelabuhan. “Jadi… semua ini cuma kedok?” bisik salah satu pejabat tamu yang hadir. Gaura berdiri kaku. Senyumnya lenyap. Matanya tak percaya melihat Edrio di layar. Ia menoleh ke suaminya yang kini menatap layar dengan rahang mengeras. “Edrio…” bisiknya nyaris tak terdengar. “Apa maksud semua ini?” Edrio menatap Gaura dengan ekspresi bersalah, namun tak gentar. Ia meraih tangannya, tapi Gaura menariknya pelan. “Aku bisa jelaskan.” “Kapan?” suara Gaura kini bergetar. “Kapan kau akan memberitahuku tentang masa lalu ini? Galen... aku harus melindungi dia.” Edrio menarik napas dalam. “Itu sudah lama berlalu. Dan aku keluar dari itu semua s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status