Lia tampak tercengang dengan ucapan papanya yang sangat cepat membawa kembali seorang laki-laki yang akan dijadikan calon suaminya.Sementara Nara juga sangat terkejut karena laki-laki yang dibawa oleh Om Rizal itu tidak lain adalah Pak Aldi, sekertaris dari Agas di kantor.Dunia benar-benar terasa sempit."Maksud papa itu apa?" tanya Lia kewalahan. Padahal baru beberapa jam lalu dia panik karena ketahuan hamil oleh papanya ditambah disuruh menikah dengan pria pilihan papanya. Sekarang papanya kembali memberi kejutan pada Lia karena begitu cepatnya sang papa membawa pria yang katanya akan jadi 'calon suaminya'.Di satu sisi Nara bisa menebak apa arah pembicaraan mereka selanjutnya. Dia merasa tidak pantas baginya menyaksikan masalah keluarga orang lain meski ini sahabatnya sendiri. Buru-buru Nara berpamitan pada Om Rizal dan Pak Aldi. Dia bahkan sampai mengabaikan tatapan memohon Lia. Untungnya Om Rizal langsung menyetujuinya.Nara segera berjalan pergi meninggalkan mereka bertiga y
Nara menghela napas lega karena dia tidak mendarat ke tanah. Namun dia segera menjadi canggung dengan posisi mereka yang ambigu begini."Pak Agas, tolong turunkan saya," ucap Nara dengan suara malu.Agas tidak menjawab namun menuruti permintaan Nara. "Makasih udah nolongin," ucap Nara.Agas hanya tersenyum dan berkata, "Santai aja." Bima yang tadi berada di sisi yang jauh dari mereka kini telah sampai di depan mereka dengan wajah cemberut."Tante curang nih, masa ngumpetnya di atas pohon." Bima langsung mengeluarkan keluhannya pada Nara.Seperti tertangkap basah, Nara hanya bisa tersenyum malu. "Ayo sudahi permainannya. Bi Yanti sudah selesai masak. Kita makan dulu," kata Agas menyelamatkan Nara dari rasa malu.Namun Nara sendiri merasa segan kalau harus makan di tempat Agas sehingga dia langsung menolaknya. "Gak usah, Gas. Saya mau langsung pulang aja.""Jangan dong tante. Makan sama Bima dulu ya," pinta Bima dengan tatapan penuh harap.Lagi-lagi Nara tidak bisa menolak tatapan it
Nara mengakhiri kegiatannya saat ini dan buru-buru ingin pergi menemui Lia. Untungnya Agas tidak mempermasalahkannya dan bahkan sampai mengantar Nara ke rumah sakit."Mbak Lia kenapa—" Setelah berlari ke ruangan tempat Lia dirawat, Nara baru membuka pintu dan hendak memasuki bangsal. Tapi ucapannya terhenti saat dia melihat kehadiran orang yang tidak dia harapkan."Kenapa Mas Adam ada di sini?" tanya Nara dengan nada dingin sambil melirik perempuan di belakang Adam yang notabene selingkuhannya.Adam tidak menjawabnya. Raut wajahnya tampak muram. Ada ketegangan yang sangat terasa di ruangan ini. Selain kehadiran dua orang tidak diinginkan. Nara juga melihat ada Pak Aldi di samping Lia.Nara berjalan maju mendekat kepada Lia. "Mbak Lia, kenapa bisa sampai seperti ini?""Nara tolong bantu mbak usir dua orang tidak tahu malu ini," ucap Lia dengan ekspresi datar tanpa melihat ke arah orang yang dia maksud.Namun Nara mengerti siapa yang Lia maksud. Karena itu dia menoleh ke arah Adam dan
Nara dan Aldi terkesiap, langsung menoleh dan mendapati Riri yang notabene istrinya Agas tiba-tiba di hadapan mereka.Aldi seperti sudah terbiasa dengan situasi ini, melangkah maju dan menanggapi Riri dengan tenang. "Maaf, Bu. Tadi kami hanya saling menyapa sebentar. Apa Ibu sedang mencari Pak Agas?""Sudah jelas kan? Mana mungkin saya mencari kamu!" balas Riri dengan kasar.Nara sedikit tidak suka dengan cara bicaranya namun Aldi masih tampak tenang tanpa merasa tersinggung."Pak Agas sedang memiliki tamu di dalam, Bu. Jika tidak mendesak mungkin Ibu bisa menunggu sebentar," kata Aldi sambil menunjukkan arah ke ruang tunggu."Ada tamu? Siapa? Laki-laki atau perempuan?" tanya Riri penuh selidik."Laki-laki kok Bu." "Lama enggak?" tanya Riri lagi."Saya kurang tahu, Bu. Baru masuk sepuluh menit yang lalu," jawab Aldi.Riri tampaknya tidak mau menunggu karena itu dia tidak pergi ke ruang tunggu seperti yang disarankan Aldi."Kalau begitu minta Agas buat telepon saya langsung setelah ta
"Tante Indah, apa kabar?" Ervan langsung menyapa dengan sopan pada ibu dari Agas ini."Baik-baik. Kamu juga sehat kan?" tanya Tante Indah."Sehat kok, Tante," jawab Ervan dengan santun.Kemudian Ervan mengalihkan pandangannya kepada Nara untuk menyapa, "Nara, apa kabar?"Sebelum Nara sempat menjawabnya, Tante Indah memotong lebih dulu. "Loh, ternyata kamu kenal dengan Nara ya?""Nara itu temen SMP aku, tante. Satu angkatan sama aku dan Agas."Tante Indah tampak terkejut dengan ucapan Ervan langsung memandang Nara bertanya, "Beneran itu, Nara?""Iya tante. Kita memang pernah satu sekolah," jawab Nara."Oh begitu ternyata," kata Tante Indah sambil mengangguk-angguk paham."Nara, kebetulan banget gue ketemu sama lo di sini," kata Ervan yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu."Emang ada apa?" tanya Nara penasaran."Ada acara reunian SMP. Lo ikut ya," kata Ervan langsung ke intinya."Reuni? Kapan?" tanya Nara."Lusa. Lo dateng ya, nanti gue shareloc alamatnya ke nomor lo," bujuk Ervan. "S
"Mimpi aja lo jadi orang," semprot Ervan pada David yang tadi mengaku-ngaku kalau dirinyalah orang yang disukai Nara.Sementara Nara hanya bisa tersenyum melihat kelakuan David. Memang sejak dulu David seringkali begitu. Jadi Nara sama sekali tidak marah ataupun tersinggung."Emangnya kenapa? Gue kan cuma coba-coba. Siapa tahu kan bener?" ujar David tidak merasa kalau dirinya salah."Udah-udah. Balik ke intinya. Jadi Nara, ada gak yang kamu sukai di sini?" tanya Ervan mengungkit tantangan yang harus Nara lakukan.Nara kembali merasa gugup sampai dia menggigit bibirnya sedikit. "Kalau dilihat dari ekspresinya sih kayaknya ada di sini?" tebak Ervan yang membuat Nara agak jengkel karena Ervan terus-terusan memancingnya.Nara menahan rasa kesal. Matanya terpejam sejenak lalu membuka matanya kembali memandang ke arah Ervan.Tiba-tiba terbesit sebuah ide di benaknya. Nara menatap Ervan dengan senyum misterius."Oke, gue bakalan jujur," kata Nara dengan nada suara seakan serius. "Ervan, gue
"Nadia! Yang sopan kamu sama kakak kamu. Jangan langsung manggil nama kayak gitu!" tegur Tante Indah.Ternyata perempuan yang tadi berteriak pada Agas itu adiknya. "Iya deh. Mas Agas. Siapa perempuan ini? Kenapa kamu datang bareng dia, Mas? Bukannya sama Mbak Riri?" tanya Nadia penuh selidik.Meski yang ditodong pertanyaan itu Agas tetapi Nara merasa tidak enak sendiri. "Teman." Agas menjawab singkat, tidak peduli dengan amarah Nadia."Yakin cuman teman? Bukan selingkuhan?" sindir Nadia sembari melirik Nara."Omong kosong apa!" ujar Agas dengan marah. "Terus kenapa Mas bawa pulang dia ke sini?" balas Nadia tidak ada takut-takutnya saat menghadapi wajah garang Agas. "Gak percaya aku kalau dia cuman teman. Lagian emangnya Mas Agas punya temen perempuan?"Tante Indah yang melihat kedua anaknya berdebat segera menengahi. "Sudah cukup! Kalian gak malu sama tamu?""Tamu apa sih, Ma? Mas Agas bawa selingkuhannya ke sini kok mama malah tenang-tenang aja. Mentang-mentang mama enggak suka sa
Tembakan terakhir dari Agas masih saja gagal. Mengundang tawa yang tidak bisa ditahan dari Nara.Perempuan itu tidak pernah mengira kalau Agas yang dia kenal cerdas dalam banyak hal ternyata tidak bisa menembak target secara tepat."Yah, papa kok payah banget sih," keluh Bima yang kesal karena papanya tidak bisa mendapatkan boneka yang dia inginkan.Agas sedikit malu karena tiga tembakannya gagal mengenai boneka yang dia incar. Dia hanya memperoleh satu boneka kecil."Maaf Bima. Papa coba sekali lagi ya," ucap Agas membujuk anaknya."Gak usahlah. Nanti gagal lagi kan malu," balas Bima masih ngambek."Biar tante aja yang main ya Bima," usul Nara yang langsung diangguki Bima.Nara langsung mengambil alih tugas Agas untuk mendapatkan boneka yang Bima idamkan.Dengan wajah serius Nara melihat ke arah target yang terus bergerak ke kiri lalu balik lagi ke kanan.Saking seriusnya sampai Nara tidak berkedip. Kemudian setelah selesai mengira-ngira timing yang tepat, Nara langsung melepaskan te