Share

Bab 101: Bubur Ayam

Author: Titi Chu
last update Last Updated: 2025-09-07 11:00:16

"Mama benar-benar minta tolong, Jeri."

Baiklah, seumur hidup baru kali ini Jerikho merasa iba dengan permohonan Tante Gina. Beliau memang tidak pernah membentak atau meninggikan suara tapi biasanya yang ia ucapkan hanya tuntutan.

Namun rasa iba Jerikho bukan berasal dari ucapannya melainkan usahanya yang memesan restoran paling mewah dengan makanan yang disajikan seperti anggota kerajaan. Karena semua ini pada akhirnya akan mubazir dan tersia-sia.

"Penangkapan Adimas sangat nggak manusiawi. Dia adik kamu Jeri, dia pasti merasa ketakutan sekarang."

"Ini baru berjalan beberapa jam, terakhir kali aku lihat dia baik-baik saja."

"Tapi gimana dengan besok? Dan hari-hari berikutnya? Kenapa kamu bersikap keras kepala? Hanya karena dia melukai satu orang bukan berarti dia nggak bisa berubah. Kasih dia kesempatan, Jeri."

"Kenyataanya dia melukai lebih dari satu orang.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 104: Kepang Messy

    Jerikho tidak hafal alamat rumah orang tua istrinya. Dia ke sana hanya sekali. Lalu memanfaatkan fasilitas Maps untuk memuntun jalan. Tapi benda sialan itu bukannya membantu malah menyusahkan. Karena alih-alih rumah orang tua Shea, Jerikho justru berakhir di tempat yang penuh pohon singkong dengan ban mobil yang terperosok, di bawahnya ada semacam lubang besar. Bukan jurang, tapi kalau Jerikho telat ngerem sedikit saja. Dia otomatis hanya tinggal nama. Beruntung ada anak-anak yang lewat, dia bertanya tentang rumah Pak Gusti (Papa Shea) mereka tidak paham, jadi dia meminta bantuan mereka untuk dipanggilkan orang. Namun sampai sejam kemudian, anak-anak itu tidak kembali. Maka akhirnya Jerikho memilih menyusul, meraba-raba ingatannya tentang jalanan menuju ke rumah sang mertua. "Mobil sewaan atau mobil pribadi, Bang?" Jadi di sinilah dia, berhasil menemukan rumah itu dengan akurat. Lalu Papa membantunya memanggil beberapa pem

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 103: Seratus Ribu

    "Mba Shea apa kabar?""Sehat Bu.""Sendirian aja?""Sama Papa, Bu.""Oh kirain, lagi liburan kah?""Betul Bu. Permisi."Dengan sangat luwes, Shea kemudian melipir dari hiruk pikuk pasar. Dia tidak masuk sampai ke dalam, hanya membeli bumbu dapur dan beberapa buah-buahan yang biasanya tersedia di lapak pinggir jalan. Tapi sejak mendaratkan kaki, sejak itu pula ia banyak menerima sapaan.Bukan Shea tidak suka, ini desa kecil, semua orang saling mengenal satu sama lain. Ibu yang menegur itu adalah tetangganya. Tapi masalahnya, mereka menyapa sambil melirik perut Shea yang rata, kentara sekali penasaran.Shea jadi keki."Sudah semua, Nduk?""Udah Pa, langsung pulang aja."Mungkin sadar anak perempuannya tidak nyaman, Papa segera tancap gas melajukan motor. Shea langsung lega.Jujur di sini tuh enak, terlepas dari oknum ibu-ibu kepo, jalanan masih asri tanpa polusi. Setelah berbula

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 102: Arsitektur

    "Masya Allah Nduk, Mama pikir siapa yang bertamu malam-malam. Apa nggak punya sopan santun. Ternyata kamu..." Tubuh Shea langsung masuk ke dalam dekapan Mama, harum, hangat, rumah. Masih dalam balutan sarung dan kaos kusut, Papa menyusul di belakangnya. Wajah beliau kelihatan sekali sudah mengantuk, tapi matanya seketika melebar begitu menemukan Shea. "Sama siapa?" tanyanya. "Kamu sendirian aja?" sambar Mama. Shea gantian mengecupi punggung tangan Papa, dan membiarkan kopernya dibawa oleh Aji, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di rumahnya. "Iya Ma, Abang sibuk." Shea segera beralsan dengan mulus. Lalu berpura-pura celingak-celinguk. "Mana Sidra?" "Ada di dalam kamar, kayaknya udah tidur. Kenapa nggak ngomong dulu kalau mau pulang Shea, kan bisa dijemput." Shea meringis. "N

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 101: Bubur Ayam

    "Mama benar-benar minta tolong, Jeri." Baiklah, seumur hidup baru kali ini Jerikho merasa iba dengan permohonan Tante Gina. Beliau memang tidak pernah membentak atau meninggikan suara tapi biasanya yang ia ucapkan hanya tuntutan. Namun rasa iba Jerikho bukan berasal dari ucapannya melainkan usahanya yang memesan restoran paling mewah dengan makanan yang disajikan seperti anggota kerajaan. Karena semua ini pada akhirnya akan mubazir dan tersia-sia. "Penangkapan Adimas sangat nggak manusiawi. Dia adik kamu Jeri, dia pasti merasa ketakutan sekarang." "Ini baru berjalan beberapa jam, terakhir kali aku lihat dia baik-baik saja." "Tapi gimana dengan besok? Dan hari-hari berikutnya? Kenapa kamu bersikap keras kepala? Hanya karena dia melukai satu orang bukan berarti dia nggak bisa berubah. Kasih dia kesempatan, Jeri." "Kenyataanya dia melukai lebih dari satu orang.

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 100: Breaking News

    Seseorang—tidak lebih tepatnya segerombolan orang terdengar mendekat dengan langkah-langkah berat. "Polisi, sebaiknya Anda menyerah saja Mister," seru seorang pria berwibawa, lalu beliau berbicara pada microphone. "Kami sudah berhasil mengamankan pelaku."Adimas panik, tapi mereka tidak membiarkannya bergerak, dengan gesit salah satu pria berseragam lengkap menahan kedua tangannya di balik punggung. Adimas sontak meraung."Kalian nggak tahu siapa saya?!"Jawabannya datang ketika kepalanya terasa diinjak dengan sepatu bot tebal. Adimas memekik kesakitan, udara terasa menipis di sekelilingnya."Le-lepass!" jeritnya ketakutan.Dari dunianya yang rendah, Adimas melihat seorang pria dengan wajah yang sudah ia kenal betul melenggang mendekat. Tatapannya datar tanpa simpati lalu berlahan berjongkok di depannya."Saya sudah berusaha untuk bersabar Dim, tapi kamu melangkah terlalu jauh. Dan mulai sekarang, kamu akan menerima apa

  • Cinta Perlahan Sang Pengacara   Bab 99: Baseball

    "Cukup Bang, maaf..." Jerikho maju selangkah, menyerat tongkat baseball bersamanya. Matanya tajam. Adimas semakin mundur, kakinya terpeleset karpet dan jatuh terduduk di lantai. Namun Jerikho tidak berhenti. "Bang, tolong..." Rasa takut mulai menghantuinya. "Jangan gini, Bang, aku minta maaf, aku janji nggak akan sentuh Shea lagi." Tubuh Jerikho yang besar kini berdiri di hadapan Adimas, praktis memblok cahaya, hingga menyisakan bayangan gelap. Gigi-gigi Adimas bergemeletuk. "Maaf Abang, maaf..." Mata Jerikho memerah, telinganya seperti sudah tersumpal tanpa menyisakan belas kasihan. Kedua rahangnya mengatup ketat. Suaranya terdengar muak dan mengandung kemarahan. "Untuk kali ini, nggak ada kata maaf atas tindakan kamu, Dim." Perlahan tangan Jerikho yang menggenggam tongkat baseball terangkat. Adimas melotot panik, tepat ketika benda itu berayun kenc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status