Ide Alisa sangat gila, tapi Shea setuju. Walaupun seharusnya dia tidak perlu peduli. Apakah Jerikho memiliki pacar atau istri, sama halnya seperti Shea yang tidak peduli dengan pernikahan mereka.
Tapi bagaimana pun buruknya hubungan, tidak seharusnya dibangun oleh kebohongan. Karena kalau asumsi itu benar, Jerikho akan menyakiti dua orang. Shea harus mencari tahu siapa suaminya sebelum memutuskan tinggal bersama.“Kita akan bilang kalau suami lo lagi dinas ke luar kota, dan nggak mungkin tinggal di rumah sendirian, akhirnya ngekos di sebelah kamar gue,” putus Alisa. Dia seperti sudah memikirkan segalanya.“Lis, sebentar, kalau misalnya asumsi kita salah gimana? Jerikho pasti bakal tersinggung, dia akan mikir kita nggak percaya sama dia, ngerendahin dia...”“Itu wajar nggak sih, kalian kan tiba-tiba menikah, gue yakin dia juga nggak seratus persen percaya sama lo.”“Terus gue harus alasan apa?”“Sesuai dengan yang tadi kita udah d“Itu nggak mungkin, Bang.”“Cuma seminggu, aku ada kerjaan di sana dan aku mau kamu juga ikut. Kita bisa extend seminggu lagi buat liburan.”Oke, jadi beginilah cara anti mainstream suami mengabarkan ada pekerjaan di Aussie, dan ingin membawa sang istri.Shea sebenarnya tidak masalah, justru merasa terhormat diikutsertakan, tapi waktunya benar-benar menyebalkan.“Kapan?”“Jumat ini, Shea.”Tuh kan.Melintasi ruangan setelah sampai di apartemen, Shea langsung menuju pantry, meletakkan kotak brownies, meneguk segelas air dan menatap sang suami. “Kenapa nggak bilang lebih awal?”Jerikho melempar jasnya ke sofa. “Aku juga baru dapat kabarnya hari ini. Kamu masih punya waktu buat packing.”Lalu, dia masuk begitu saja ke kamar. Kamar Shea. Harap dicatat setelah berhari-hari tidur bersama. Jerikho makin santai saja keluar masuk kamar itu seakan sudah menjadi milik berdua.Shea membuntutinya,
Shea berusaha menerapkan tiga C yang selalu diajarkan Jerikho setiap kali akan masuk ruang sidang. Calm, collected, confident. Berusaha tidak terpancing dengan konfrontasi Kalina, Shea mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan. Walaupun dalam hati jengkel dan perutnya mual. “Kesabaran manusia juga ada batasnya, tuduhan pertama aku nggak ambil pusing, tuduhan kedua, aku nggak mau ribet, tuduhan ketiga, udah keterlaluan, jadi sebenarnya kamu maunya apa, She?” Bukankah harusnya Shea yang mengatakan itu? Tapi sekali lagi, Shea memilih untuk menhela napas panjang. Kemudian menatap Adimas setenang yang diharapkan terlihat. “Apa urusannya sama kamu Dim? Kan, bukan kamu yang terlibat kasus plagiat? Aku juga cuma mengutarakan apa yang ada di dalam desain aku, bukannya semua orang bebas berpendapat ya?” “Pendapat kamu disertai klaim sepihak, kasian Kalina udah pontang-panting bikin desain itu sampai nggak
“Kamu paham betul Shea, nggak harus terinspirasi dari tema yang sama untuk menghasilkan karya yang sama. Bahkan ada yang mengambil tema pernikahan tahun 50-an seperti kamu tapi hasilnya berbeda jauh. Fashion itu luas, kamu nggak bisa mengkotak-kotakan mereka hanya dari satu tema atau inspirasi saja.”Shea mengerti apa yang dikatakan Bu Winda, tapi ini menyangkut tugas akhirnya. Sesuatu yang dia buat dengan keringat dan insomnia. Rasanya terlalu naif kalau berharap Shea hanya akan diam saat melihat ada yang memplagiat karyanya.“Dan kamu bukan satu-satunya mahasiswa dengan masalah serupa, dalam minggu ini aja, sudah ada tiga orang yang datang ke Ibu dan mengaku-ngaku desainnya dicontek. Makanya Ibu katakan berulang kali, kalian perlu detail yang unik yang menjadi identitas. Kalau seperti ini, Ibu juga nggak bisa membantu.”Yah, ini adalah kenyataan pahit. Hukum fashion copyright lemah dan terbatas. Karena pada dasarnya fashion adalah ekspresi yang sering me
“Kayaknya kita memang yang paling lambat di antara mahasiswa lain. Orang-orang udah pada preview collection, kita masih stuck gini-gini aja.”“Lo kenapa ditolak?”“Konsepnya belum pakem.”Shea manggut-manggut saja memilih celingukan mencari stand minuman.“Nggak ada yang jual minum?” tanyanya menatap sekeliling yang penuh orang.Mereka sedang berada di tengah lautan pengunjung yang memenuhi pelataran Museum Mode Jakarta, Shea dan Alisa berdiri di antara kerumunan.Alisa sengaja mengajaknya ke sana, acara ini menampilkan preview collection untuk tugas akhir yang dikurasi dan dipilih ketat oleh panitia kampus dan pihak museum.Desain mereka tidak termasuk di antara yang terpilih. Tapi mereka bisa menonton mahasiswa yang terpilih sebagai bentuk dukungan sekaligus mencari inspirasi.Shea nurut saja, toh, dia pun tidak ada kesibukan setelah Mama dan Papa berangkat kondangan, dan kemungkinan akan pulang sore. Sementar
“Nduk.”Sebuah pencapaian terbesar Shea ketika bisa bangun lebih awal dari suaminya lalu menyambut Mama di depan pintu.“Mama buatin sarapan, bubur kacang ijo kesukaan kamu.”“Memang ada kacang ijo di kulkas?”“Mama bawa dari rumah.”Sebenarnya Shea penasaran apa saja yang dibawa Mama dalam kopernya karena di saat yang sama ada paper bag yang beliau genggam. Shea mengambil alih mangkuk lalu menguak daun pintu lebih lebar.“Mama masuk boleh ya ini?”“Ya masuklah, Ma,” kata Shea menuntun Mama ke pantry dan meletakkan mangkuk di atas island. “Itu apa yang Mama bawa?”Dengan semangat Mama mengeluarkan amunisinya. “Kerupuk rambak sapi, gudeng kering, tahu tempe bacam, nanti tinggal digoreng aja ya, sama kering kentang kacang.”Shea mengerling mendengar menu terakhir karena Jerikho pasti suka.“Suami kamu belum bangun?”“Belum Ma, dia bangunnya siang," jawab Shea, seenak udel. Lalu duduk di
“Abang jangan ngambek.”Jerikho mendengus, seolah tidak terkesan dengan pemilihan kata Shea. Sebenarnya Shea sengaja, bukan menggampangkan kekesalan suaminya, tapi dia hanya ingin menunjukkan kalau hubungan dengan Pram murni berteman, jadi tidak ada yang perlu dicemaskan.“Kamu tau jam berapa ini?”“Abang juga baru pulang.”“Aku kerja, Shea.” Dia gemas, Shea bisa melihat itu dari jemarinya yang menekan tombol lift dengan kekuatan berlebihan. “Kamu sudah paham gimana jadwal aku setiap weekend.”Ya, tiap weekend malah lebih padat.“Apa yang kalian bicarakan?”“Pram mau pindah ke LN, dia juga nggak bakal kuliah lagi di Airlangga.”“Cuma itu?”“Yah, mau apalagi?”“Aku mengikuti mobil kalian dari Mahendra sampai ke apartemen, dan kalian cuma membicarakan dua baris kalimat?”Shea agak gentar sedikit, dia mundur memilih berdiri di pojok, sementara suaminya di sisi seberang. Menatapn