Share

Bab 3. Keraguan

Author: MyMelody
last update Huling Na-update: 2024-07-04 08:20:08

“Mama telah mengundang seseorang untuk makan malam bersama kita,” ucap Ibu Arinia sambil menata beberapa peralatan piring di atas meja.

Gariel dan Natalia yang baru saja tiba, saling berpandang dengan wajah kebingungan. 

“Siapa yang akan makan malam bersama kita, Ma?” 

“Seorang yang akan aku perkenalkan pada kalian berdua.

“Oh ya? Apakah aku kenal orangnya?” tanya Natalia ikut nimbrung sambil meraih sebuah gelas dan mengisinya dengan air putih. Lalu dengan santai, dia duduk dan mulai meneguk air putih dalam gelasnya.

“Tidak, kalian tidak mengenalnya sama sekali, tapi orang yang mama undang, akan membawa perubahan dalam keluarga kita.”

Gabriel mengangkat alisnya mengharapkan penjelasan yang lebih lagi, tapi kata-kata yang keluar dari bibir Ibu Ariani, sang mama, membuat Gabriel dan Natalia langsung terdiam.

“Mama dan papa sudah sangat merindukan cucu, dan kami tidak tahu sampai kapan kalian membuat mama dan papa menunggu kedatangan cucu dalam keluarga ini.”

Pak Ronald, papa dari Gabriel, ikut memandang mereka berdua dengan pandangan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

“Natalia,” bisik Gabriel sambil ikut duduk di samping istrinya menyenggol kaki sang istri dari bawah meja.

Natalia hanya memandang Gabriel dengan sinar mata masa bodoh. Baginya, ucapan ibu Ariani seperti angin lalu saja.

“Apa yang sebenarnya kalian tunggu?” cecar mama geram.

“Natalia masih ingin mengejar mimpi dan cita-citanya, Ma,” terang Gabriel mencoba untuk santai. 

Entah sudah berapa kali dia menggunakan alasan itu setiap kali mama dan papanya menanyakan hal itu kepadanya.

Natalia, istri Gabriel adalah seorang wanita yang cantik, modis dan memiliki tubuh yang indah. Dia juga adalah seorang perancang gaun pengantin dan gaun-gaun trendi masa kini. 

Karirnya sedang naik daun. Dia memang sudah mewanti-wanti Gabriel dari sejak awal pria itu melamarnya. 

Baginya, anak bukanlah tujuan utama dalam sebuah pernikahan. Karir dan mimpinya adalah hal yang terpenting baginya saat ini.

“Karir dan cita-cita bisa kalian kejar kapan saja, tapi anak tidak bisa kalian dapatkan kapan saja.”

Natalia tetap terdiam sambil menatap piring kosong di depannya

“Natalia, kamu jawab dong pertanyaan mama,” desak Gabriel.

Natalia memutar bola matanya dan melengos. Sepertinya dia sengaja melakukan hal itu karena itu adalah topik yang paling dia benci. 

“Kami akan mencoba lagi, Ma,” ucap Gabriel dengan setengah senyum.

“Sampai berapa lama kalian akan mencoba? Sampai mama dan papa sudah tidak eksis lagi di dunia ini?”

“Ma!” sentak Gabriel sedikit emosi.

 Tentu saja dia tidak mau kehilangan mereka sebelum bisa membahagiakan mereka.

Gabriel dan Natalia sudah menikah selama lima tahun, dan bukan masalah mereka tidak mencoba selama ini, atau pun alat-alat reproduksi mereka tidak berfungsi.

Natalia sendiri pun tidak mau membahas masalah ini. Setiap kali Gabriel mencoba mengungkit topik ini, maka akan berakhir dengan pertengkaran di antara mereka. 

Dia selalu mengatakan kalau tubuhnya terlalu indah dan berharga untuk dirusak oleh kehamilan dan persalinan. Setelah melahirkan, tentu ia akan mengalami perubahan kadar hormon yang cukup drastis sehingga akan mempengaruhi fisiknya. 

Belum lagi harus terbangun tengah malam karena rengekan bayi. Baginya, anak-anak adalah makhluk mengerikan yang bisa menyedot seluruh energinya seketika dan bla, bla, bla. Itu semua adalah alasan Natalia selama ini.

Selain itu, Natalia sangat menjaga bentuk tubuhnya. Dia bahkan menjadi model untuk gaun-gaun pengantin rancangannya sendiri. Beberapa bulan yang lalu, dia memenangkan sebuah perlombaan rancangan gaun pengantin terbaik. Tapi Natalia belum puas.

Sebelum rancangannya diakui oleh dunia internasional, maka perjalanan karirnya belum sukses. Ambisi dan tekadnya sangat tinggi. Overdosis malah.

“Mama sudah kasih kalian waktu selama dua tahun penuh. DUA TAHUN,” ulang mama.

“Tapi apa yang kalian berikan? Hanyalah janji kosong.”

Glek! Dengan susah payah Gabriel menelan salivanya. 

Dia sangat mencintai Natalia dan dia tidak ingin memaksakan kehendaknya pada wanita yang sangat dicintai itu.

“Gabriel, Natalia! Mama dan papa sudah tidak mau menunggu lagi. Jalan satu-satunya adalah dengan meminta wanita lain untuk memberikan cucu bagi keluarga ini.”

“Hah? Apa, Pa?” tanya Gabriel kaget seakan-akan ucapan papa tidak jelas baginya.

Dia menoleh ke arah Natalia, dan anehnya tidak bereaksi sama sekali, seakan-akan ucapan Papa hanya sebuah iklan susu bayi di layar televisi. Iklan televisi yang paling dibenci Natalia karena itu hanya mengingatkan dia akan tuntutan dari kedua orang tua Gabriel.

“Apa kurang jelas apa yang papa ucapkan tadi?”

Baru saja Gabriel hendak menjawab, Natalia akhirnya buka suara juga.

“Sudah sangat jelas, Pa. Kami akan pikirkan hal itu.”

Gabriel menatap Natalia dengan pandangan aneh. Biasanya seorang istri akan meraung-raung dan tidak terima kalau akan diduakan. Tapi kenapa dia malah menanggapinya seperti itu adalah masalah sepele?

“Lihat tuh, Gabriel! Sepertinya Natalia sudah setuju tentang hal ini,” cetus mama dengan senyum sumringah.

“Tidak! Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah menduakan Natalia,” ucap Gabriel tegas.

Natalia tersenyum miring melihat reaksi Gabriel. Dia seakan menikmati drama keluarga yang terjadi saat itu.

Dengan anggun, dia meraih kembali gelas yang berisi air dingin di depannya dan meneguknya pelan.

Tentu saja dia tetap bersikap tenang. Natalia tahu bahwa Gabriel sangat mencintainya.

“Kalian setuju atau tidak, mama dan papa sudah mempersiapkan seorang wanita untuk menggantikan tugas Natalia. Dia yang akan memberikan cucu di keluarga ini.”

Gabriel mencoba menahan diri untuk tidak loncat dari tempat duduknya. 

“Mama dan papa tidak bisa bertindak tanpa persetujuan aku dan Natalia.”

Tangan Gabriel gemetar karena hawa panas yang mendidih di rongga dadanya. Sampai mati pun, dia tidak akan pernah mengkhianati Natalia.

“Terlambat! Wanita itu sedang dalam perjalanan ke sini. Mama mengundangnya untuk makan malam bersama kita. Sebentar lagi dia akan tiba.”

Ucapan mama membuat emosi Gabriel semakin memuncak.

Dia mengatupkan mulutnya agar tidak mengeluarkan kata-kata kotor pada kedua orang yang sangat dihormatinya.

“Natalia dan aku tidak setuju.”

Gabriel memandang Natalia untuk mendapatkan sedikit dukungan. Namun, dia malah menunduk dan menghindari tatapan Gabriel.

‘Kenapa hari ini semua orang-orang seperti tidak berpihak kepadaku?’

“Ayo pulang!” ujar Gabriel sambil mengulurkan tangan ke arah Natalia.

‘Dari pada aku marah lalu menyakiti hati mama dan papa, mending aku pergi sini dan menenangkan hatiku yang panas,’ batin Gabriel.

Natalia menyambut uluran tangan suaminya dan berdiri. Tubuhnya yang indah mengikuti langkah kaki panjang Gabriel

“Maaf, Ma, Pa. Kami menolak semua rencana ini.”

Dengan tergesa-gesa, Gabriel menarik Natalia dari hadapan mereka.

“Baiklah! Kalau kalian keras kepala, maka semua fasilitas dan perusahaan yang kalian kelola selama ini, akan mama tarik semua.”

Kata-kata mama, sontak menghentikan langkah kaki mereka berdua. 

Natalia menatap suaminya dengan kening berkerut. Dia berpura-pura merapatkan gandengan tangannya di lengan Gabriel dan berbisik pelan.

‘Katakan sesuatu yang bisa membuat mereka tenang.’

Seperti kerbau dicucuk hidung, Gabriel menuruti perintah Natalia.

“Beri kami waktu, Ma. Lagi pula kami berdua masih muda dan masih mempunyai banyak kesemp…”

“Kalian berdua memang masih muda, tapi kami berdua yang sudah tidak muda lagi,” potong mama sarkas.

Gabriel melonggarkan dasinya yang sekarang terasa seperti mencekik lehernya. Sehari-hari bekerja sebagai CEO menuntutnya untuk selalu berpakaian rapi. Natalia selalu memilihkan pakaian dan dasi yang cocok untuknya.. 

Wanita itu sangat mengutamakan penampilan. Baginya, penilaian orang akan penampilan dan pakaian yang mereka kenakan adalah segala-galanya.

Ting-tong!

Bunyi bel pintu depan seakan menghentikan putaran waktu. 

“Akhirnya orang yang mama tunggu datang juga.”

Mama bergegas menuju pintu depan dan membukakan pintu untuk tamu yang tak diundang.

“Ayo, masuk!” Terdengar suara mama yang begitu riang seolah yang datang adalah tamu agung atau seorang putri raja.

Gabriel berdiri dengan gelisah dan dia bisa rasakan ketegangan Natalia dalam genggaman tangannya.

Mereka berdua berdiri sambil memandang pada satu titik yang sama. Koridor masuk.

***

Kukuatkan hatiku untuk menerima undangan makan malam dari keluarga Angkasa. Hari ini aku akan dikenalkan pada pasangan suami istri yang mana aku akan menhasilkan anak untuk mereka.

'Hah! Kesialan apa yang telah menimpaku sehingga aku terjebak dalam situasi ini?'

Kutekan bel pintu di depanku dan menunggu seseorang yang akan membukakan pintu bagiku. Namun, seandainya aku punya pilihan lain, maka aku memilih untuk kabur dari situasi ini.

"Hello, Nona Grace!" sapa Ibu Ariani dengan senyuman lebar. Terlihat sekali wanita paruh baya itu begitu senang dengan kedatanganku.

"Hello, Ibu Ariani!" sapaku seadanya.

"Ayo masuk."

Aku mengangguk singgat dan berjalan di sampingnya.

Dari ruang tamu, Aku bisa melihat dua pasang mata yang menatapku tajam seakan ingin mengusirku dari hadapan mereka.

Aku ragu, tapi akhiirnya kembali kuputuskan untuk mengikuti langkah kaki Ibu Ariani ke dalam ruang tamu yang sangat mewah.

“Hello semua,” sapaku pelan.

Pria di depanku, menatapku sinis dan merangkul mesra wanita cantik yang ada di samping. Dengan sengaja dia menunjukkan padaku kemesraan mereka berdua.

‘Apakah mereka pasangan suami istri yang akan diperkenalkan padaku?’

“Gabriel, Natalia! Perkenalkan, ini Grace Anjelita. Dia wanita yang mama maksud tadi.”

Bersambung…

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (55)
goodnovel comment avatar
SusiVikers
hadeh emg susah sih kalo wanita nya emg PGN ngejar karir dan cita² tanpa mikirin tentang momongan tapi liat aja loh Natalia kamu skrg senang dan menang karena Gabriel bucin abis sama kamu, tunggu waktu yg tepat Gabriel akan berubah sepenuhnya
goodnovel comment avatar
Milda Yanti
Aish kok ada pasutri yg berpikiran seperti itu apalagi seorang perempuan. Tujuan menikah ya memiliki anak setidaknya memberi keturunan untuk masa depan kalian kan, untuk meneruskan perusahaan kalian lah ini malah ogah ogahan ...
goodnovel comment avatar
Kaizan Ragiel Trate
suatu saat nanti pasti Gabriel akan mencintai Grace...melebihi istri pertama nya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   157. Hormon yang Meresahkan

    Aku menahan napas saat layar yang tadinya terkunci, kini terbuka. Dengan tergesa-gesa aku mengetik nomor ponsel Gabriel dan menunggu agar pria itu segera menjawab panggilanku.“Please, angkat panggilanku, Gabriel,” ucapku penuh harap sambil menggigit bibir bawahku dengan kuat. Namun, sampai nada sambung kelima, Gabriel tidak mengangkatnya juga. Kutarik napas dengan wajah tegang, getaran di tanganku semakin menjadi-jadi sampai hampir tak bisa aku kendalikan.“Apa dia sudah tidak peduli padaku lagi?” sungutku kesal sambil menggerak-gerakkan balok kayu yang sudah menjadi senjata andalanku dari tadi. Aku melirik ke arah dua pria yang sudah tidak berkutik alias pingsan. Semoga pukulanku membuat mereka tidur dengan nyenyak sampai Gabriel tiba di sini.Tanpa putus asa, kucoba sekali lagi, berharap agar panggilanku kali ini akan dijawab Gabriel.“Hello!” sapa Gabriel dari seberang sana.H-hello, Gabriel, ini aku Grace.” Suaraku bergetar menahan gejolak sukacita dalam hati karena Gabriel akhir

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   156. Melawan

    Klik, terdengar bunyi kunci diputar dengan pelan dari arah pintu. Aku berdiri tegang dan menunggu dengan waspada, siapa pun yang masuk lewat pintu tersebut.'Apa yang harus aku lakukan?' pikirku panik. Mataku dengan cepat menjelajahi ruangan yang cukup luas itu, lalu pandanganku tertumpu pada sebuah balok kayu di sudut ruangan di dekat pintu masuk. Tanpa berpikir panjang, kulangkahkan kakiku dengan cepat dan meraih balok kayu yang berukuran cukup panjang itu.Dengan tangan gemetar, aku menggengam balok tersebut. Siapa pun yang masuk nanti, aku bersiap untuk melawannya sampai titik napas penghabisan.Pintu terbuka pelan, dan ....Bugh! "Auuuch ...."Pria itu menjerit keras ketika balok kayu dalam genggamanku menghamtam kepalanya secara bertubi-tubi."Hentikan! Dasar wanita sinting tidak tahu diri!" teriaknya sambil berusaha meraih balok kayu dari tanganku. Tentu saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Apa pun yang terjadi, aku harus berhasil kabur dari sini. Aku tidak mau kalau

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   155. Pin

    Gabriel berdiri dengan tidak sabar di dalam kantor bagian IT rumah sakit. Saking groginya, kakinya menghentak-hentak lantai dengan gelisah."Bisa dipercepat videonya, Pak? Kalau bisa, ikuti timeline saat aku meninggalkan Grace di mobil.""Sebentar ya, Pak Gabriel. Saya harus meng-unduh dulu file-file dari timeline yang sebelumnya, biar kita tidak menunggu loading yang cukup lama."Gabriel ingin membalas lagi, tapi dia memilih untuk diam dan bersabar. Tangannya mengepal ingin meninju tembok di depannya."Coba berhenti di bagian sini, Pak," ucap Gabriel saat video tiba di timeline ketika dia meninggalkan Grace di mobil."Baik, Pak. Akan saya putar sekarang."Perlahan dengan pasti, video di depannya mulai menunjukkan potongan video dimulai dari Gabriel keluar dari pintu mobil dan berjalan menuju taman. Selang beberapa menit kemudian, Grace keluar dari dalam mobil. Tubuh Gabriel menegang, seandainya Grace bisa mendengarnya saat ini, ingin rasanya dia berteriak di depan layar komputer, men

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   154. Rantai Besi

    Pria itu mendekati dan meraih wajahku. Aroma tubuh dan mulutnya membuat aku ingin muntah. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa gerangan pria ini sebenarnya."Diam!! bentaknya kasar.“Kenapa aku harus diam, orang jahat?!” sentakku tak mau kalah."Tutup mulutmu, sebelum aku yang menutupnya."Aku tidak peduli, sekuat tenaga, aku berteriak lagi dengan suara yang lebih keras, dan hasilnya si pria itu menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dengan kasar, dia memerintah anak buahnya untuk mengambil lakban dan menempelnya secara sembarangan hanya untuk menutup mulutku yang masih ingin berteriak.“Sekali lagi kamu berteriak, maka aku akan menutup bibir seksimu itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Akan kubuat rongga mulutmu penuh dengan ciumanku.”Mendengar ancamannya, aku langsung mual, dasar laki-laki mesum. Siapa sih dia sebenarnya? Perasaan selama ini, aku tidak pernah mempunyai musuh. Kenapa tiba-tiba aku disekap seperti ini?Pria itu berjalan mengelilingi kursi yang aku duduki, s

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   153. Diam!

    "Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   152. Ke mana Dia?

    “Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   151. Mencari Jalan Keluar

    Begitu keluar dari lobi, aku menemui Gabriel yang sedang menungguku di taman rumah sakit. Dia terlihat begitu tegang dan bingung. “Ada apa?” tanyaku prihatin, Gabriel tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung memelukku erat. Merasakan bahunya bergetar dalam dekapanku, refleks membuatku mengelus kepalanya dengan pelan.“Aku merindukanmu, Grace,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar. Pelukan dan belaian tanganku, ternyata mampu membuatnya kembali tenang.Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, menangkup wajahku dan membelainya dengan penuh kerinduan. Ya, kerinduan yang mungkin telah tersimpan setelah sekian hari kami tidak bertemu.“Are you alright?” Kutatap netranya dan mendapati ada kegelisahan yang menghantui pikirannya. Ingin rasanya aku menghapus kegelisahan itu dan menggantinya dengan perasaan nyaman dan aman.“Banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku tidak sempat menjengukmu.” “Jangan pikirkan hal itu, Gabriel. Aku baik-baik saja.” Aku tersenyum singkat, be

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   150. Cap-Cay

    Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   149. Curiga

    “Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status