LOGIN"Harusnya aku yang bertanya kepadamu, Frans. Kenapa kau masuk ke kamar dan menemui menantuku dengan diam diam?" Emma mengerutkan kening.
"Aku tidak masuk ke sini dengan diam diam." Frans melotot, mencoba untuk menepis semua pikiran negatif yang ada di kepala Emma. Emma yang tak ingin kerjasamanya dengan Frans, batal begitu saja harus menurunkan ego. "Mungkin aku yang salah lihat," ucap Emma sambil melirik ke arah Viola. Steven sudah datang, ia masuk ke kamar. Ia melihat Emma dan Frans ada di kamar menemani Viola. "Kalian ada di sini, aku kira kalian sedang mengobrol di ruang tamu," ucap Steven. "Kami akan kembali ke ruang tamu, sekarang. Iya kan Frans!" seru Emma. Frans mengangguk. Keduanya berjalan kembali ke ruang tamu. Emma dan Frans kembali membahas soal bisnis. "Aku permisi dulu." Frans tiba tiba saja menghentikan perbincangan mereka. "Ada apa Frans?" tanya Emma. "Ada hal lain yang harus aku kerjakan." Frans pulang dengan supir pribadinya. Di dalam kamar, Viola dan Steven sedang mengobrol. "Apa kita akan menginap di rumah ibumu?" "Tidak. Kenapa bertanya begitu?" "Tidak apa apa. Aku hanya merasa canggung jika harus menginap di sini." "Apa kau merasa lebih baik?" tanya Steven. "Sangat baik." Viola tersenyum. "Baiklah kalau begitu, kita akan pulang sekarang." Steven berpamitan. Ia mengajak Viola pulang ke rumah pribadinya. Setelah Emma memergoki Frans memegang tangan Viola, Emma kembali menunjukkan sikap dinginnya pada Viola. Emma menarik tangannya dengan cepat ketika Viola hendak mencium punggung tangannya. "Kami pulang dulu Ma," ucap Steven. "Hmm!" Emma hanya berdehem. Dari kejauhan, ia mengamati setiap gerakan Viola. "Aku harus mencari tahu latar belakang gadis itu!" Emma bermonolog dalam hati. Setelah bayangan anak dan menantunya hilang dari pandangan, suaminya baru tiba di rumah. "Kemana Steven? Dia bilang dia akan mengenalkan istrinya pada kita?" Alland langsung bertanya pada Emma, sesaat setelah keluar dari mobil. "Mereka pulang ke rumah pribadi Steven." "Aku kira Steven dan istrinya akan tinggal bersama dengan kita." Alland menggelengkan kepala. **** Sesampainya di rumah, hari sudah malam. Viola turun dari mobil. Matanya menatap lurus ke depan. Mengamati setiap sudut rumah mewah tersebut. Rumah mewah dengan gaya kontemporer itu membuat Viola tertarik. Halamannya luas, di tengah halaman ada kolam kecil berisi ikan hias. Sedangkan di halaman belakang rumah terdapat kolam renang. Steven mengajak Viola untuk masuk ke dalam rumah. "Rumahmu sangat indah." Viola melihat ke sekelilingnya. "Ini hanya rumah biasa." Steven merendah. "Kau melajang, kenapa tidak tinggal di rumah ibumu? Maksudku apa kau tidak kesepian tinggal di sini sendirian?" "Tidak. Aku memang senang menyendiri." "Jika ibumu tahu, pernikahan kita sebenarnya hanya sebatas pernikahan kontrak, apa yang akan terjadi?" tanya Viola. "Dia pasti akan marah. Oh ya, kau bisa tidur di kamar sebelah." Steven mengantar Viola ke kamar. Viola masuk ke kamar pribadinya. Ruangan kamar cukup luas. Ada kamar mandi pribadi juga. Viola menutup pintu dan langsung merebahkan diri ke atas tempat tidur. "Akhirnya aku bisa istirahat dengan tenang." Viola menatap langit langit rumah. "Tap! Tap! Tap!" Viola merasa seperti mendengar suara langkah kaki. Gadis penakut itu pun langsung bangkit berdiri dan memindai sekelilingnya dengan cepat. Tiba tiba lampu padam karena di luar hujan turun dengan lebat. Viola dengan buru buru keluar dari kamar. Ia yang ketakutan mengetuk pintu kamar Steven dengan kencang. "Steven! Buka pintunya! Biarkan aku masuk!" Viola bicara dengan nada meninggi. Steven membuka pintu kamar. Viola menerobos masuk begitu saja. "A aku tidak bisa tidur di sana sendirian." Steven menutup pintu kamar. Membiarkan gadis itu tidur di atas kasurnya. "Aku akan tidur di atas sofa." "Apa mati lampu sering terjadi di rumah ini?" tanya Viola. "Tidak, hanya terkadang saja. Ini karena aku belum memperbaiki panel surya." Mereka hanya sedikit mengobrol. Viola sudah tertidur lelap. **** Keesokan paginya, Emma mengundang Steven dan menantunya untuk sarapan bersama. Steven memberitahu hal itu pada Viola. Mereka berdua pun segera bergegas memenuhi undangan tersebut. Pagi ini, Emma dan Alland sudah duduk di ruang makan. Mereka menunggu kedatangan Viola dan juga Steven. Steven berjalan di depan. Viola mengikuti tepat di belakangnya. Steven memperkenalkan Viola pada Alland. Keduanya bersalaman. Sementara itu, Emma melirik tajam ke arah Viola. Menunjukkan rasa tidak suka. "Silahkan duduk. Jarang jarang kita bisa sarapan bersama," ucap Alland. "Terima kasih," sahut Viola. Makanan mulai dihidangkan. Semua orang mulai menyantap hidangan yang tersaji rapi di atas meja. Zuppa soup ada di atas piring semua orang. Viola mengerutkan keningnya. Karena baru pertama kali melihat makanan itu. "Selamat pagi!" Suara Frans membuat fokusnya pecah. Viola menoleh ke arah Frans yang baru saja datang. "Selamat pagi Frans! Ayo segera bergabung bersama dengan kami." Alland mempersilahkan. Frans duduk tepat di sebrang Viola. Kedua mata mereka jadi saling bertemu. "PrAng!" Viola yang gugup malah tak sengaja menumpahkan salad sayur ke lantai. Semua orang melihat ke arahnya. "Apa kau tidak apa apa?" Frans bertanya. Mimik wajahnya terlihat khawatir. Semua orang lantas menoleh ke arah Frans. Merasa aneh dengan perhatian yang diberikan oleh Frans pada Viola."PLak!" Satu tamp4ran yang cukup keras membuat telinga Viola berdenging. Ia mengaduh kesakit4n. Tapi kini, matanya tak lagi berkaca kaca. Mentalnya sudah diremukkan berkali kali, ia tak lagi sedih mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya."Ucapakan kata maaf, lalu aku akan mengampunimu." Steven menatap tajam."Aku tidak mau! Aku tidak merasa bersalah! Selama pernikahan kita, aku menjaga kesetiaan! Aku tidak pernah tidur dengan orang lain, seperti yang telah kau lakukan!" Viola menjawab dengan lantang. Gerakan tubuhnya mengi$yaratkan penolakan akan penind4san."PLak!" Kali ini Steven men4mpar wajahnya lebih keras. Hingga Viola jatuh tersungkur ke lantai. Kedua tangannya ditarik ke belakang, kepalanya diinj4k oleh suaminya sendiri."Cepat minta maaf! Atau aku akan meremukk4n tulang tengk0rakmu!" Steven tampaknya sudah gelap mata. Karena Viola tak lagi merengek dan mengemis perhatiannya.Setetes air mata keluar dari sudut mata wanita itu. Steven yang melihatnya merasa puas. Ia melepaska
Frans datang ke Rumah Bagnio bersama dengan orang penting yang dikenal sebagai seorang Gubernur, pemimpin tertinggi di bagian provinsi. "Sekarang tidak ada yang bisa menghentikan aku. Dimana Viola? Kembalikan dia padaku!" Frans bicara pada wanita penghib*r yang ada di sana."Mawar baru saja dibawa ke kantor polisi. Dan Viola serta anaknya sudah dibawa pulang oleh Steven." Salah satu wanita pengh*bur memberitahu Frans."Jadi Viola kembali ke rumah Steven?!" Mata Frans terbuka lebar."Iya, suaminya memaksa untuk membawanya pulang.""Bagaimana Frans? Apa kita masih perlu menutup rumah b0rdil ini?" Sang Gubernur akan menggunakan jabatannya untuk menutup tempat hiburan itu.Sang Gubernur merupakan sahabat dekat Frans. Keduanya saling mengenal sejak duduk di bangku SMP. Pertemanan yang mereka jalin didasari oleh rasa hormat dan pengertian.Para wanita penghib*r yang mendengar ucapan Gubernur, segera mengatupkan kedua tangan mereka. Mereka tidak mau tempat yang menjadi satu satunya tumpuan u
Mawar dan orang orang yang berada di sana terkejut mendengar ucapan Steven. Tak ada orang yang melerai pertengkaran tersebut. Mereka semua hanya menonton. Membiarkan Adrian dipuk*li berkali kali hingga wajahnya babak belur."Kau yang membuang istrimu demi tembikar dari desa! Dan aku hanya mengambil apa yang sudah kau buang!" sahut Adrian dengan suara terbata bata."Siapa yang membuangnya? Aku tidak membuang Viola!!" Steven berteriak penuh amarah. Ia berusaha untuk menc3kik adiknya sendiri. Kali ini, semua orang yang berada di sana melerai pertengkaran mereka."Dimana Viola? Akan aku bongkar tempat ini, jika aku tidak menemukan Viola." Steven berteriak sambil melotot memandangi satu per satu wajah yang ada di depannya."Kau tidak berhak memiliki Viola lagi! Dia sudah bebas sekarang! Dia bisa memilih dengan siapa dia akan menikah!" Adrian melud4hi wajah Kakaknya. Ia menarik tubuhnya ke samping lalu bangkit berdiri. "Dia bisa tidur dengan s
"BRak! BRak!" Frans mengetuk pintu dengan kencang hingga suaranya terdengar seperti orang yang sedang memukul mukul pintu dari luar."Siapa yang mengetuk pintu? Mengganggu sekali!" Adrian enggan membuka pintu. Ia terus memainkan wanita yang ada di depannya."BRak! BRak!" Sementara Frans terus saja memukul pintu dengan keras. Hal ini menarik perhatian Mawar."Om Frans? Apa yang anda lakukan di sini? Apa anda lupa jika kamar ini adalah kamar VVIP khusus untuk pelanggan yang telah membayar mahal. Mawar menegur sikap Frans. Ia tak ingin Frans mengganggu Adrian yang sedang bercumbu dengan Viola."Aku ingin Viola keluar! Dia tidak boleh melayani siapapun!" Frans menjawab dengan tegas."Viola tidak bisa pergi kemana mana! Dia harus tetap berada di sini! Dia adalah bintang di rumah b0rdil ini!" Mawar menjawab dengan mata melotot, mengisyaratkan bahwa ia tak mau berkompromi dengan Frans."Berapa uang yang dibayarkan pria itu padamu?" tany
"Selamat malam untuk kalian semua! Malam ini kita kedatangan wanita paling cantik di Rumah Bagnio." Mawar mulai memperkenalkan Viola di depan umum."Berapa harganya?" Salah satu tamu langsung bertanya pada Mawar. Raut wajahnya terlihat tidak sabar."Sabar Om. Sebentar lagi kita akan mulai acaranya." Mawar tersenyum genit. Wajahnya sumringah membayangkan banyaknya uang yang bisa ia dapatkan dalam semalam."Ayo buka harganya!" teriak pria yang lain lagi. "Aku tidak bisa! Aku tidak bisa melakukan ini." Viola menggeleng sambil bicara pelan. Wajahnya memelas, ia berusaha merayu Mawar agar tidak menju4lnya pada lelaki hidung b3lang."Jika kau mundur, maka aku akan membawa anakmu pergi dari sini. Dan selamanya, kau tak akan pernah bertemu dengan anakmu lagi." Mawar menunjuk ke arah sisi kirinya. Viola melihat ke arah yang ditunjuk oleh Mawar. Ternyata ada seorang wanita yang saat ini sedang menggendong putranya."Alvaro!" uca
Meski awalnya sempat ragu, tapi akhirnya ia tetap datang ke Rumah Bagnio untuk mencari Mami Dona. Saat ia baru sampai di sana, 2 orang wanita berbisik bisik sambil melihat ke arahnya. Setelah itu, salah satu dari mereka pergi masuk ke dalam Rumah Bagnio.Tak berselang lama, Mawar datang menemuinya. "Kau pasti datang ke sini untuk mencari Dona, iya kan?" "Dimana dia?" Viola mengangguk."Viola, aku penasaran apa hubunganmu dengan Dona?" Mawar berjalan mendekat."Kami berteman baik." Viola melihat gerak gerik Mawar yang terlihat berbeda."Hmm! Itu bagus! Kalau begitu, apakah Dona juga sudah memberitahumu perihal tunggakan uang pajak rumah b0rdil ini?" Mawar mengerutkan kening."Tidak! Untuk yang satu itu aku tidak tahu." Viola menggeleng."Kau tidak tahu?" Mawar bertanya sekali lagi. Dan Viola segera menggelengkan kepala."Aneh sekali!" seru Mawar."Dimana Dona? Aku ingin bertemu dengannya." Viola menatap







