Home / Romansa / Cinta di hati suamiku / 4. Antara cinta dan benci

Share

4. Antara cinta dan benci

Author: Nainamira
last update Last Updated: 2023-02-13 07:02:24

"Aku pasti akan menandatangi berkas ini, tetapi aku yang akan mengajukan gugatan cerai dan menalaknya. Aku yang akan mencampakannya bukan dia," ujar Hendriyanto geram, dihempaskan kertas di tangannya ke atas meja.

Sudut mata Edi menangkap raut wajah Sarah, selintas Edi melihat perempuan itu tersenyum puas, namun seketika wajahnya kembali menyamar menjadi begitu sedih. Edi menyadari perempuan di dekatnya bukan hanya pandai bersandiwara, namun di balik wajah polos dan tulus Sarah, ada serinai kebalikan dari itu, bahkan mungkin lebih bengis. 

"Baiklah, Mas ... Mas Hendri harus mengontrol emosi, jangan terlalu tertekan, tidak bagus untuk kesehatan spikologimu," ucap Sarah dengan nada lembut penuh perhatian.

"Yah, untung ada kamu, Sarah. Aku menjadi tidak terlalu tertekan," ucap Hendri, tatapannya yang garang jadi melunak.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak."

 Edi segera keluar dari ruangan bosnya, dia muak melihat pasangan itu saling memberikan perhatian. Bosnya itu benar-benar sudah buta, dia bahkan mengabaikan Mira selama dua hari di rumah sakit, dia justru selalu menemani Sarah. 

Perasaan Edi benar-benar dongkol sekarang, dia tahu dengan nyata siapa perempuan yang bersama bosnya itu, tetapi dia tidak bisa memberitahukan pada atasannya itu. Dia tidak berhenti mengutuki kelemahannya. Waktu itu dia hanya bisa menyaksikan Mira diintimidasi oleh Sarah, Edi hanya bisa bungkam dan bersembunyi, padahal dia ingin sekali menghajar perempuan itu setelah mendengar apa yang dia katakan.

Waktu itu Mira sudah tidak tahan dengan kelakuan Hendri yang selalu mengacuhkannya, sehingga dia tidak tahan untuk berbicara dengan Sarah, sebagai psikolog pribadi suaminya, Mira masih berpikir positif kepada Sarah, mungkin Sarah bisa mengembalikan kondisi suaminya. Mereka janjian di sebuah kafe, Edi mengantarkan Mira ke pertemuan itu, namun dia tidak duduk bergabung dengan mereka, dia mencari tempat yang tersembunyi, namun masih dapat mendengar pembicaraan mereka 

"Apa yang kau mau, Mira?" tanya Sarah dengan nada yang tidak mengenakkan.

"Kaukan psikolog Mas Hendri, Sarah, bisakah kau membujuk agar Mas Hendri mengatakan apa alasannya dia selalu mengacuhkanku?  Tolong Sarah, tolong kamu bujuk Mas Hendri," ujar Mira.

"Kenapa aku harus menolongku?" 

Mira tercekat mendengar tanggapan Sarah, diapun berkata, "Apakah kau tidak ingin melihat temanmu hidup rukun dan bahagia dengan istrinya?" 

"Jelas aku ingin Hendri bahagia, tetapi aku tidak ingin dia menghabiskan hidup bersamamu, seharusnya kau sadar Mira, dari awal Mas Hendri itu milikku."

Mendengar perkataan Sarah, sudah pasti Mira terlihat shock, apalagi Mira sebagai istrinya Hendri, Edi saja begitu terkejut.

"Sarah ... rupanya selama ini kau memiliki rencana tersembunyi," ujar Mira tersenyum miris menatap Sarah.

"Aku tidak akan sembunyi-sembunyi darimu, Mira. Aku akan berterus terang, aku akan merebut milikku kembali." Sarah tersenyum sinis menatap meremehkan Mira.

"Kau sadar, Sarah? Mas Hendri itu suamiku, kapan mas Hendri pernah menjadi milikmu?" Suara Mira tampak bergetar, dia berusaha untuk tenang menghadapi wanita di hadapannya.

"Kalau begitu cepat kau lepaskan dia. Mas Hendri juga sudah membencimu, baginya kau hanya sebagai pengganggu." Sarah mengatakan itu dengan santai, seolah dia tidak melakukan perbuatan salah.

"Kenapa mas Hendri tiba-tiba sangat membenciku? Apa yang sudah kau lakukan padanya? Kau pasti sudah melakukan sesuatu padanya, kan?" 

"Mira, pikiran manusia itu bisa dibolak-balik, untuk mengubah cinta jadi benci itu mudah bagiku."

Edi tersentak dari lamunannya, ketika wanita yang kini dipikirkannya baru keluar dari ruangan Hendriyanto, buru-buru Edi menghindari wanita itu, Sarah, berjalan dengan anggun melewati tempatnya berdiri. Edi bergidik menatap wanita itu, siapa yang menyangka wanita yang begitu lembut dan anggun itu pernah mengatakan hal kejam pada Mira. Dia sengaja membuat bosnya membenci istrinya.

****

Hendriyanto menarik napas dalam setelah Sarah dan Edi keluar dari ruangannya, kembali dipandangi surat gugatan cerai isrtinya, kenapa ada perasaan tak rela melepaskan Mira? Padahal jelas-jelas dia sangat membenci perempuan itu. Dipikirannya, dia hanya mencintai Sarah, gadis yang telah menyelamatkannya ketika dia masih remaja dulu. Apalagi mendengar dari Darmawan dan Waluyo bagaimana Sarah berada diposisinya sekarang, dia bertambah ingin melindungi dan mencintai Sarah seorang di masa depan.

"Hendri, siapa yang kubawa ini?" Darmawan berteriak senang ketika mengunjungi kantornya sebulan yang lalu.

"Sarah?"

 Hendriyanto terperangah menatap gadis yang sudah lebih lima tahun menghilang tanpa jejak itu. Beberapa detik dia merasa kosong, tidak tahu harus berbuat apa. Dia sangat terkejut melihat wanita itu.

"Kami sengaja membawanya kemari, kau sedang membutuhkan psikolog kan? Sarah seorang psikolog, dia baru pulang dari luar negeri melanjutkan program pendidikan megisternya," sambung Waluyo.

"Aku benar-benar terharu, Hend. Ternyata motivasi Sarah menjadi psikolog itu karena dia ingin menyembuhkan penyakit traumatis yang kau alami semasa di SMA dulu." Darmawan antusian membicarakan gadis di sampingnya.

"Benarkah itu?" Hendriyanto tidak menyangka dengan yang didengarnya, apalagi alasan itu begitu mengejutkannya. Kedatangan wanita itu benar-benar membuatnya terkejut berkali-kali.

"Hendriyanto? Lama tidak bertemu kudengar penyakitmu kambuh lagi," Sarah menatap Hendriyanto dengan wajah sumringah.

Hendri menghembuskan napas berkali-kali, segera di letakkan surat gugatan cerai ke dalam brankas dan menguncinya. Perasaannya benar-benar kacau melihat surat itu, dia benar-benar merasa sedih. Merasa sedih? Kenapa hatinya selalu tidak sinkron dengan pikirannya? Jelas-jelas pikirannya mengatakan jika dia hanya mencintai Sarah. Tetapi kenapa dia sedih dan ingin menangis ketika dia tahu akan berpisah dengan Mira? 

Ah, dia harus mengunjungi Mira di rumah sakit untuk meyakinkan perasaannya, mungkin setelah melihat wanita itu dia yakin jika dia memang membencinya.

"Edi, kemarilah ...," panggil Hendriyanto melalui telpon.

"Ikut aku," kata Hendri setelah Edi berada di hadapannya.

"Mau ke mana, Pak?" 

"Aku ingin melihat kondisi Mira di rumah sakit," katanya sambil berjalan ke luar kantor.

Edi tertegun mendengarnya, hampir saja dia spontan akan mengatakan jika Mira tidak ada di rumah sakit, tetapi wanita itu sudah pergi ke luar negeri. Untung saja dia segera tersadar, jika dia ungkapkan semua itu, tidak dapat dipungkiri pasti Hendriyanto curiga jika dia sudah membantu istrinya. Itu tidak boleh terjadi, sebisa mungkin Hendriyanto jangan sampai tahu ataupun curiga jika diam-dian Edi membantu Mira, jika Hendriyanto tidak curiga, Edi akan bisa membantu Mira terus di masa depan.

Sesampainya di rumah sakit, Edi menunjukkan kamar rawat Mira yang ternyata sekarang dalam keadaan kosong. Edi segera menghubungi perawat jaga untuk menanyakan keberadaan istri majikannya.

"Maaf, Pak. Ibu Mira sudah keluar dari rumah sakit tiga hari yang lalu," kata perawat jaga memberi informasi.

"Tiga hari yang lalu? Kenapa dia tidak pulang ke rumah?" Hendriyanto seoalah bertanya pada diri sendiri, karena orang di sekitarnya juga tidak tahu jawabannya.

"Edi!"

"Iya, Pak."

"Segera cari informasi, di mana Mira sekarang berada," kata Hendriyanto terlihat gusar.

"Baik, pak."

Bagi Edi mencari informasi keberadaan Mira sekarang bisa di berikan dalam hitungan detik, namun dia harus menunda-nundanya, seolah-olah dia tidak tahu menahu keberadaan wanita itu.

Hingga malam hari dia baru mengabarkan pada Hendri.

"Pak, setelah saya cek keberangkatan di bandara tiga hari yang lalu, saya menemukan data paspor atas nama Mirayanti Sukma melakukan penerbangan ke luar negeri."

"Ke luar negeri? Ke mana?"

"Ke Rusia, Pak."

"Apa? Rusia?" 

Kenyataan itu cukup membuat Hendri terbengong, Rusia? Kenapa wanita itu ke Rusia? Hendri sering bepergian ke luar negeri terutama ke Eropa, tapi dia sama sekali belum pernah ke Rusia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
semoga nggak ketahuan ya Edi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta di hati suamiku    37. Gejala apa ini?

    Edi menemani Hendriyanto ke dokter Pamungkas, klinik mereka ada di lantai satu, Edi memang selalu mengikuti Hendriyanto kontrol, karena segala jenis surat menyurat dan tagihan rumah sakit Edi yang mengurusnya. Ketika mereka selesai pemeriksaan, dokter mengambil sperma Hendriyanto dan akan mengeceknya di labolatorium, hasil kemarin tidak ada masalah pada kesuburan lelaki itu, tetapi kenapa kejantanannya tidak bisa ereksi? Ketika keluar dari ruang dokter, tidak sengaja melihat Mira yang akan menuju ke kasir pembayaran, mata Mira memicing menatap lelaki yang masih jadi suaminya itu keluar dari ruang praktek dokter andrologi. Hendri yang melihat Mira tentu mendengus kesal, dari tadi ditungguin kenapa wanita ini malah berada di sini. Ditelpon tidak diangkat, di kirimi pesan juga tidak dibalas, boro-boro dibalas, dibaca saja tidak. "Mas Hendri, kenapa kau keluar dari ruang praktek dokter andrologi? Apa anu-mu bermasalah?" Wajah Hendri langsung menegang mendengar pertanyaan Mira, sedangk

  • Cinta di hati suamiku   36. Ke dokter andrologi

    Sementara Hendriyanto sudah semangat empat lima ingin menjemput Mira. Dia memarkirkan kendaraannya di tempat Mira tadi memarkirkan mobilnya. Namun Hendriyanto tidak melihat keberadaan mobil wanita itu, apakah sudah dibawa oleh temannya? Waktu sudah menunjukkan jam satu lewat lima belas menit, tetapi tidak ada tanda-tanda kedatangan wanita yang ditunggunya. Hendriyanto keluar dari mobil, berdiri mondar-mandir dengan gelisah. Apakah wanita itu sengaja mangkir dari pertemuannya? Hendriyanto menunggu selama sepuluh menit lagi, tetapi masih juga Mira tidak muncul, lelaki itu semakin tidak sabar. Lelaki itu langsung saja berjalan menuju ke kantor dosen, untuk mencari Mira. Sampai di kantor dosen, Hendriyanto bertanya pada seseorang yang ditemuinya, orang itu menunjukkan di mana letak kantor Mira, ketika dia menuju kantor Mira, di lorong dia bertemu dengan Jovan, Hendriyanto hapal betul jika lelaki itu bersama Mira waktu pesta itu. "Maaf, permisi ... Apa anda kenal Mirayanti, dosen di sini

  • Cinta di hati suamiku   35. Menunggu

    "Halo, Cantik. Bagaimana keadaanmu sekarang?" sapa dokter itu dengan ramah. Mira menoleh ke sumber suara, tetapi matanya membelalak melihat siapa yang datang."Hasbi?" "Astaga! Mira?"Dokter Hasbi juga terkejut melihat teman lamanya berada di hadapannya, empat tahun tidak bertemu, tentu saja Hasbi sangat penasaran dengan kabar temannya yang dia bantu melarikan diri dari suaminya."Mira, jadi ini anakmu yang itu?" Hasbi mendekati Mira dengan senyum mengembang."Iya, yang kau bantu dulu.""Ternyata waktu cepat sekali berlalu, kau sudah besar, Nak." Hasbi mengelus kepala Winter yang kini dibalut oleh kain kasa."Halo, Sayang. Om ini teman Mama kamu, namamu Winter, bukan?" sapa Hasbi pada anak kecil di hadapannya."Jadi Om dokter temannya Mama Wintel?""Iya, senang banget melihatmu tumbuh besar dan sehat seperti ini.""Tapi aku cekalang lagi gak sehat, Om? Ini kepala aku cakit," ujar Winter membuat Hasbi tertawa, benar juga dia kan lagi sakit."Mira, bagaimana kabar kamu? Setelah melari

  • Cinta di hati suamiku   34. Winter masuk rumah sakit

    "Siapa Winter?" Hendri memang sungguh kepo dengan anak itu, bagaimanapun dia sudah melihat anak itu tadi, sikapnya yang terkesan dingin kepada Mira sesungguhnya hanya menutupi perasaannya yang menggebu dan penasaran dengan kehidupan istrinya sekarang ini. "Itu ... Winter, Winter itu anaknya Zahira. Zahira temanku satu rumah, kami sudah tinggal serumah sejak di Jerman, dia sudah seperti saudariku sendiri." "Oh? Ya, sudah. Nanti kita jemput bersama, bye ... Sampai jumpa nanti siang." Mira hanya terperangah melihat lelaki itu berlalu dari parkiran dengan berjalan tegap. Bahunya yang lebar dan tubuhnya yang jangkung sungguh mempesona terlihat dari belakang, kulitnya yang dulu putih, kini terlihat kecoklatan, justru menambah aura maskulin lelaki itu. Mira tersenyum licik, yah ... Begitu terus Hendri, memang tujuanku begitu. 'Aku harus bersikap sok jual mahal terus, kalau perlu judes dan acuh tak acuh, agar dia semakin penasaran. Kalau perlu kupanasi dengan jalan dengan lelaki lain, j

  • Cinta di hati suamiku   33. Membuntuti Mira

    Pagi-pagi sekali Hendriyanto sudah memarkirkan mobilnya di pinggir jalan di dekat rumah Mira, dari pinggir jalan ini, tampak dengan jelas pintu gerbang rumah istri pertamanya itu. Hendriyanto tidak perlu susah payah mencari keberadaan rumah Mira, cukup memerintah Edi maka semua urusan beres, memang sekretaris sekaligus asisten pribadinya itu dapat diandalkan untuk semua tugas yang dia perintahkan, baik itu kantor ataupun tugas diluar pekerjaannya.Waktu baru menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit, memang masih terlalu pagi, tetapi Hendri tidak ingin terlewat untuk melihat wanita itu keluar dari rumahnya. Pukul tujuh tepat pagar rumah bercat putih dan abu-abu itu terbuka, sebuah mobil Innova yang terparkir di garasi-pun sudah menyala. Hendriyanto duduk tegak dari duduk bersandarnya, mengamati dengan konsentrasi, dengan siapa Mira hidup di rumah ini? Dia tidak ingin langsung bertamu jika belum menyelidiki, tidak lucu jika ternyata Mira tinggal bersama laki-laki lain dan dia berk

  • Cinta di hati suamiku   32. Memutuskan pergi dari rumah

    Apa yang menimpa Waluyo tidak jauh berbeda dengan yang tengah dialami Hendriyanto sekarang. Semua pikiran lelaki itu tercurah sepenuhnya pada Mira, wanita yang dia nikahi empat tahun yang lalu. Selama ini Hendriyanto menganggap bahwa Mira bukanlah wanita yang dia cintai, sepenuhnya cintanya hanya untuk Sarah, tetapi ketika dia bertemu kembali dengan wanita itu setelah begitu lama tidak bertemu, kenapa perasaannya jadi tidak karu-karuan begini? Apakah ada yang salah? Perasaan marah, cemburu, rindu campur aduk menjadi satu. Melihat Mira memakai gaun yang sepenuhnya tertutup bahkan kepalanya juga tertutup justru membuat Hendriyanto terpesona, padahal tidak terlihat seksi sama sekali, tetapi aura Mira yang elegan seperti seorang ratu Inggris itulah yang membuat Hendriyanto terpikat dengan sangat dalam. 'Benarkah aku membenci Mira selama ini? Apakah tidak ada perasaan cinta secuilpun untuk wanita itu? Kenapa perasaanku seperti ini?' banyak pertanyaan yang bersemayam di benak lelaki itu.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status