Home / Romansa / Cinta yang hilang / Refita I Ismiliasari

Share

Refita I Ismiliasari

Author: Andika
last update Last Updated: 2021-09-05 14:31:02

"Hai Dimas Ristian Putra, aku Refita I Ismiliasari, teman kelasmu yang tadi kamu kasih nomer wa ini," sebuah pesan W******p dari nomer yang tidak dikenali oleh Dimas. Dimas tahu bahwa yang memberikan pesan chat itu adalah wanita cantik pujaannya itu. Akhirnya sekarang dia tahu bahwa namanya Refita I Ismiliasari. Tapi kok aneh ya namanya?

"Hai juga, kok namamu Refita I Ismiliasari, I nya itu apa ya?" balas Dimas dalam chat nya dengan lanjut menanyakan keanehan nama I dalam nama lengkap Refita.

"Iya namaku seperti itu, di kartu keluarga dan di akta kelahiranku juga I namanya," jawab Refita yang menjelaskan memang namanya seperti itu, aneh tapi memang begitu.

"Oh iya, kamu mau ngomong penting apa?" lanjutnya menanyakan perihal omongan Dimas saat di kelas tadi.

"Oh yang tadi itu ya, aduh maaf aku lupa mau ngomong apa," Jawab Dimas mencoba mengeles. Dia sebenarnya bukan lupa dengan apa yang mau diomongin, tapi memang gak ada yang mau diomongin. Dimas cuma ingin mendapatkan nomer W******p cewek dengan cara yang berbeda aja. Biasanya kan cowok yang minta nomer ke cewek. Kalo ini kan cowok ngasih nomernya ke cewek. Jadi terlihat lebih keren.

"Katanya penting, kok lupa?" tanya Refita dalam chat yang sedikit membuat Dimas bingung mau jawab apa. Dimas sendiri juga sih, pake kasih embel-embel penting segala. Sekarang kan Dimas harus mikirin hal yang kira-kira penting dan perlu diomongin ke Refita.

"Aduh, maaf ya ref, aku beneran lupa ini, maaf banget ref, nanti kalo sudah ingat pasti aku omongin," jawab Dimas. Ah, daripada capek-capek mikirin hal apa yang penting dan perlu diomongin ke Refita. Lebih baik minta maaf aja, gini aja kok repot.

"Eh, aku ingat sekarang ref," lanjut Dimas yang sekarang malah terkesan benar-benar ingin ngomongin hal penting. Dimas baru saja kepikiran bahwa dia bisa saja bertanya tentang tugas matematika yang diberikan oleh pak Abed tadi.

"Apa?" tanya Refita singkat.

"Eh, kamu tadi nyatet tugasnya Pak Abed nggak? Aku tadi lupa gak nyatet soalnya," Dimas berbalik bertanya. Nah kalo ngomongin soal tugas kan penting. Soalnya ini berkaitan erat dengan tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Oalah, aku nyatet kok, nanti ya aku fotokan, soalnya aku lagi di rumah temenku ini," balasan chat dari Refita menjawab pertanyaan Dimas tadi.

"Oh iya, gpp kok, aku juga gk keburu ngerjainnya, kan deadline nya masih seminggu lagi hehe," balas Dimas berusaha untuk tetap santai dan mencoba mengajak ketawa dengan embel-embelan hehe. Sebenarnya Dimas ya juga sudah nyatet tugasnya tadi. Tapi ya itu tadi, supaya Dimas bisa ngomongin hal yang penting dan memperpanjang chatnya dengan Refita.

Namun kini Dimas sedikit kesal. Lantaran balasan chat yang ia lontarkan hanya mendapatkan centang satu. Itu artinya Refita sudah tidak online lagi. Dimas kemudian mengatur HP nya agar memiliki notifikasi khusus ketika Refita membalas chatnya. Selanjutnya ia meletakkan HP nya di atas meja belajarnya. Dimas menunggu pesan dari Refita sambil menggambar di buku gambar miliknya.

Selain menyukai pelajaran matematika, Dimas juga sangat suka menggambar. Jadi, Dimas termasuk orang yang otak kiri dan otak kanannya seimbang. Semuanya berjalan tidak ada yang berat sebelah. Hampir 2 jam sudah Dimas duduk di meja belajarnya dan menggambar pada buku gambar miliknya, hingga notifikasi khusus itu terdengar.

"Niu..niu..niu..niu..," nah itu dia suara notifikasi khusus yang disetel oleh Dimas. Bukannya seperti suara mendapatkan pesan, malah seperti suara mobil polisi ingin membubarkan tawuran atau balap liar. Dimas pun sontak langsung mengangkat hp nya, membukanya dan melihat apa isi pesan yang dikirim oleh Refita.

"Ini foto catetan tugasnya tadi, disuruh mengerjakan, tapi aku nggak paham cara mengerjakannya hehe," pesan dari Refita setelah mengirimkan foto catatan tugasnya kepada Dimas. Kali ini Refita juga ikut-ikutan masang embel-embel hehe. Sepertinya dia sedikit malu karena nggak bisa mengerjakan soal-soal itu.

"Wah, kalo ini mah aki bisa ref, mau ngerjain tugas bareng aku a?" jawab Dimas yang memang sudah paham dengan materi itu. Namun, dia mencoba memanfaatkan kepintarannya itu untuk modus bisa menemui Refita. Beralibi mengerjakan tugas bersama padahal ya supaya bisa memanjakan matanya lagi.

"Beneran Dim? Nggak ngrepotin a?" tanya Refita dalam chat yang seperti memberi harapan pada Dimas. Refita seperti takut mengganggu Dimas. Namun, bagi Dimas, itu adalah jawaban mau dari Refita hanya Dimas tinggal meyakinkan Refita saja.

"Nggak papa kok, kapan mau ngerjain tugas bersama? nanti ta?" jawab Dimas mencoba meyakinkan dan langsung menanyakan waktu untuk ngerjain tugas bersama.

"Jangan hari ini Dim, sekarang juga sudah malam, besok aja sepulang sekolah dim," jawab Refita. Ya memang sekarang sudah jam 6 sore, sebentar lagi malam. Mungkin bagi laki-laki tidak apa-apa jika keluar rumah malam-malam, namun bagi perempuan itu tidak baik kata nenek.

Ketika melihat waktu sudah menunjukkan jam 6 sore, sontak Dimas pun kaget dan langsung bergegas untuk mandi. Pasalnya sebentar lagi ibunya akan pulang dari kerja dan akan marah jika Dimas jam segitu belum juga mandi. Udah capek-capek kerja, eh anaknya di rumah malah masih bau kecut.

"Kring.. kring.. ," suara bel rumah. Untung Dimas baru saja selesai mandi dan sudah percaya diri untuk membuka pintu rumahnya.

"Itu pasti ibu," kata Dimas dalam hatinya sambil berjalan menuju pintu depan rumahnya. Dimas membuka pintu rumahnya dan benar ibunya sudah pulang. Ibunya memang selalu pulang kerja pada jam-jam segini. Sebenarnya tempat kerja Sonya, Ibu Dimas itu sudah tutup sejak jam 4 sore. Namun Sonya masih harus pergi ke pasar untuk berbelanja sayuran yang akan ia buat makan malam dan sarapan untuk besok. Tahu sendiri jika ibu-ibu pergi ke pasar itu belinya gk banyak tapi lama di milih dan nawarnya. Itulah yang bikin Sonya selalu pulang malam sampai lewat Maghrib.

"Ibu sudah pulang? Mau masak apa hari ini Bu?" tanya Dimas setelah melihat ibunya membawa anting belanjaannya.

"Biasa," jawab ibunya singkat lalu pergi ke dapur untuk memasak. Sebenarnya masakan Sonya ya itu itu aja. Tapi ya tetap aja lama kalo ke pasar. Di rumah Sonya juga tidak banyak omong, mungkin dia sudah capek karena kerjaannya sebagai customer servis pada sebuah bank yang mengharuskannya untuk ngomong terus.

Dimas pun lanjut ke kamar untuk bisa melanjutkan chatnya dengan Refita.

"Oh maaf ya ref, aku agak lama balesnya, baru mandi soalnya," Dimas mulai melanjutkan percakapannya yang tadi terhenti karena ia harus mandi.

Pesannya masuk, berhasil centang dua, tapi tidak kunjung berwarna biru. Itu artinya Refita belum membaca pesannya itu. Dimas terus menunggu hingga lebih dari 5 menit. Tapi Refita juga belum membacanya. Percakapan waktu itu pun berakhir dengan tiada balasan dari Refita. Tidak ada ucapan "selamat tidur ya," yang sebenarnya ingin Dimas sampaikan nanti ketika sudah larut malam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang hilang   Obrolan dengan Mita

    "Pagi kak," ucap Mita kepada Dimas saat baru datang di ruko Dimas. Mita melambaikan tangannya tanda sapaannya kepada Dimas dengan wajah tersenyum ramah. Kini Mita sudah bukanlah gadis cuek dengan muka datar yang selama ini Dimas kenal. Mita sudah menjadi gadis ceria dengan muka yang ekspresif. Entah apa yang sudah terjadi dengan Mita, tapi Dimas tetap mencoba bersikap biasa saja. "Pagi Mita, sini, duduk," Dimas pun menjawab salam Mita dengan ramah. Ia memberikan sebuah kursi supaya Mita dapat duduk disitu. "Paman yang kemarin belum kesini?" tanya Mita. Ia kembali menanyakan Rusli yang memang sampai sekarang belum juga datang. Kini Mita pun jauh lebih asik untuk mengobrol dengan sedikit berbasa-basi. "Belum Mit, sudah tiga hari ini paman nggak kesini," jawab Dimas. Raut mukanya pun sedih dan kepalanya tertunduk lesu. Sepertinya Dimas sudah merasa rindu kepada Rusli dan ingin segera bertemu dengan Rusli. Sikap Mita yang tidak cuek lagi itu pun membuat Dimas mau

  • Cinta yang hilang   Kesepian

    "Siang," sapa Mita kepada Dimas yang sedang melamun. Mita melambaikan tangannya tepat di hadapan Dimas yang pandangannya sangat kosong. Mita pun memberikan sedikit senyuman manis kepada Dimas. "Eh, siang, mau ambil lukisan ya?" ucap Dimas kaget. Ia pun terbangun dari lamunan panjangnya. Dimas pun sedikit kaget dengan Mita yang tak biasanya memberikan senyum tepat di depannya. "Iya," jawab Mita singkat. Dimas pun segera mengambil lukisan milik Mita yang sudah dibungkus dengan bingkisan yang menarik. Ide membungkus lukisan pesanan ini merupakan ide dari Rusli agar pelayanan Dimas terlihat lebih menarik. "Paman pelukis yang kemarin mana ya?" tanya Mita kepada Dimas. Dimas kali ini benar-benar heran kepada Mita. Tumben sekali Mita mau berbasa-basi menanyakan hal yang berada diluar tujuan utamanya, yaitu mengambil lukisan. "Eh, sudah dua hari paman Rusli tidak kesini," jawab Dimas. Sebenarnya sedari tadi Dimas melamunkan Rusli yang tak kunjung datang. Bias

  • Cinta yang hilang   Kemampuan Melukis Rusli

    "Aku tidak menyangka, paman bisa melukis," ucap Dimas kepada pamannya. Kini Rusli sedang melukis di rukonya, tempat Dimas biasa melukis. Rusli sebenarnya sudah tidak ingin melukis lagi, tapi kini dirinya harus menuruti permintaan Dimas yang memaksanya untuk melukis. "Ah, paman ya cuman bisa melukis, nggak jago," begitulah jawab Rusli merendah. Dimas pun hanya tersenyum karena memang Rusli bukanlah pelukis biasa. Bahkan lukisan yang Rusli buat saat ini pun benar-benar indah di mata Dimas. Sebuah lukisan yang menggambarkan suasana luar angkasa yang begitu menakjubkan dengan beebagai bintang yang tersebar di sana. "Oh iya, kemarin gadis itu tidak jadi datang ya?, Kapan dia mau kesini?" lagi lagi Rusli menanyakan tentang Mita kepada Dimas. Semenjak ketidakdatangan Mita di acara pameran itu, Rusli selalu menanyakan kapan Mita akan ke rukonya. Rusli seperti tak sabar ingin melihat bagaimana sosok gadis yang berani membayar mahal lukisan Dimas itu. "Eh, gak tau juga

  • Cinta yang hilang   Pameran

    "ini adalah karya paling berkesan bagi saya, lukisan wajah seseorang yang sangat saya cintai," terang Dimas kepada orang-orang yang melihat lukisannya. Kini Dimas dengan gagah memamerkan semua lukisannya. Tangannya menunjuk lukisan wajah Refita itu sebagai lukisan yang paling berkesan baginya. "Yang ini bagus ya kak," ucap salah seorang anak muda. Ia sepertinya sangat menyukai sebuah seni, khususnya seni rupa. Pengamatannya begitu detail, matanya berkeliaran menyusuri setiap aksen yang ada pada ruangan tersebut, hingga ia menemukan satu lukisan yang sangat hidup baginya. Lukisan tentang sebuah kelas yang diisi oleh banyak siswa yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Itu adalah lukisan Dimas yang menggambarkan suasana kelasnya dulu. "Iya kak, itu adalah suasana kelas saya dulu, ketika saya masih SMA," begitu terang Dimas. Ia memang benar-benar melukisnya dengan nyata. Setiap wajah yang tergambar memiliki detail yang sangat bagus, dari lekuk tubuh, rambut hin

  • Cinta yang hilang   Harga yang Terlalu Mahal

    "Pagi Dim," sapa Rusli yang baru saja datang ke ruko tersebut. Tangannya menenteng sebuah kresek berisi nasi kotak. Seperti biasa Rusli selalu datang ke ruko itu setiap pagi dengan membawakan sarapan untuk Dimas. "Pagi paman," jawab Dimas tersenyum kepada Rusli. Dirinya tengah sibuk mengerjakan lukisan pesanan Mita yang akan diambil hari ini juga. Ternyata tidaklah mudah jika harus menggunakan background pantai yang sebelumnya memang tidak pernah dilakukan Dimas. "Ada pesanan?" tanya Rusli kepada Dimas sembari tangannya meletakkan nasi kotak tersebut ke meja yang berada di tepi ruangan ruko. "Iya paman," jawab Dimas singkat karena ia begitu fokus dengan lukisannya. Dia masih mengerjakan detail-detail lukisannya seperti batu karang ataupun manusia yang sedang bermain selancar. Apalagi dia juga harus dikejar waktu. "Eh, kamu nggak mau ikut pameran lukisan di graha?" lagi kata Rusli sembari ia menyodorkan sebuah selebaran kepada Dimas. "Apa

  • Cinta yang hilang   Gadis Cantik yang Menyebalkan

    "Halo, ini dengan Kakak Dimas?" sebuah suara yang keluar dari telepon Dimas setelah Dimas menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal tersebut. Dimas yang semula melukis pun menghentikan kegiatan melukisnya dan meladeni telepon itu. "Iya, saya Dimas, ini dengan siapa ya?" Balas Dimas sopan dengan nada suara yang merendah. Bisa jadi itu adalah orang yang akan memesan jasa lukisannya. "Kakak dimana? Sudah tidak melukis lagi ya?" ucap orang dalam telepon itu yang sepertinya seorang gadis muda jika didengar dari suaranya. Gadis tersebut pun langsung menanyakan keberadaan Dimas tanpa sedikit basa basi. Bahkan pertanyaan tentang siapa dirinya tidak dihiraukannya. "Oh iya kak, saya sekarang masih tetap melukis kok, hanya saja sudah tidak di jalanan lagi, kalau kakak mau kesini, nanti saya kirim i alamat baru saya ya kak?" Begitulah ucap Dimas halus dengan menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia pun tidak memikirkan siapa gadis dibalik suara itu. Nanti jika bertemu Dima

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status