Share

Ketua Kelas dan Sekretaris

"Pagi ref," Dimas menyapa Refita yang sudah datang ke sekolah lebih awal dan telah duduk di bangkunya. Dimas pun menurunkan tas nya dan duduk di bangkunya yang berada di depan bangku Refita.

"Pagi," jawabnya singkat dengan senyuman dekiknya nan manis itu. Tidak seperti di chat W******p kemarin. Kini Dimas dan Refita sama-sama diam, sepi tak ada obrolan. Mereka lebih memilih membuka bukunya masing-masing dan menunggu jam pelajaran dimulai.

"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Sandra, guru mata pelajaran kimia yang sekaligus menjadi walikelas X MIPA 7. Tampilannya kini hampir sama seperti kemarin namun roknya berwarna sedikit kecoklatan dengan baju batik dengan corak simple dan designnya yang kekinian.

"Pagi hari ini kita akan menentukan siapa ketua, sekretaris dan bendahara di kelas ini," jelas Bu Sandra. Seisi kelas langsung terdiam, mereka saling tatap satu dengan yang lain. Seperti mencari siapa yang akan dijadikan korban untuk memimpin kelas X MIPA 7 ini.

"Oke, disini apakah ada yang mau menjadi ketua kelas?" tanya Bu Sandra mencoba untuk memberikan tawaran kepada murid-murid di kelas. Sontak semua langsung terdiam dan sedikit menundukkan kepala. Tidak ada yang berani untuk mengacungkan tangannya dan mengatakan.

"Saya Bu," tiba-tiba Dimas mengacungkan tangannya. Dia benar-benar berani dan percaya diri. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin dia sedang kerasukan atau dia memang tidaklah waras. Namun, tindakannya juga membuat teman-temannya lega. Pasalnya mereka sudah tidak perlu repot-repot mencari siapa yang akan dijadikan ketua kelasnya. Toh, sudah ada yang mengajukan diri.

"Oh iya, kamu murid pindahan dari bahasa yang baru masuk kemarin ya? Namamu Dimas ya?" tanya Bu Sandra sambil melihat buku presensi yang ia bawa dan melingkari no absen Dimas pada buku presensi itu.

"Iya Bu," jawab Dimas lantang dan tegas. Suaranya seolah dirinya sudah siap untuk melakukan pidato atau orasi di depan teman-temannya guna membakar semangat nonton bola.

"Baik, karena hanya kamu yang mengajukan diri, jadi kamu yang akan menjadi ketua kelasnya, selanjutnya silahkan maju ke depan dan tentukan siapa sekretaris dan bendahara untuk kelas ini," jelas Bu Sandra dengan panjang lebar. Dimas pun melakukan setiap perintah Bu Sandra. Ia mulai maju ke depan kelas, memperkenalkan dirinya untuk kedua kali dan menunjuk siapa yang menjadi sekretaris dan bendahara di kelas ini.

"Saya memilih Novia untuk menjadi bendahara di kelas ini", ujar Dimas dengan begitu berani sembari menunjuk Novia yang duduk paling depan dalam barisan tepat berhadapan dengan bangku untuk guru pengajar. Dimas yang memang belum banyak mengenal tentang mirid di kelas itu, ya hanya memilih orang-orang yang diketahui namanya saja. Kebetulan Dimas melihat buku Novia dan pada sampulnya terdapat tulisan Novia Ella Nazet. Jadi, Dimas ya asal tunjuk saja waktu itu.

"Untuk yang menjadi sekretaris, saya memilih... ," tiba-tiba terbersit sebuah imajinasi pada pikiran Dimas. Dia mengingat tayangan televisi yang ia lihat Minggu lalu. Dimana seorang bos sebuah perusahaan yang kemanapun dia pergi, dia selalu ditemani oleh sekretaris perusahaan itu. Kisah dalam televisi yang dilihatnya itu pun berakhir dengan manis dimana bos perusahaan itu menikah dengan sekretarisnya.

"Refita", begitu ujar Dimas setelah sedikit berfikir panjang. Ia pun membayangkan bagaimana dirinya akan selalu ditemani oleh Refita saat menjalankan tugas-tugasnya sebagai ketua kelas. Dari mengambil buku presensi, membawakan buku paket dari perpustakaan, hingga membeli sarana dan prasarana untuk kebersihan kelas. Dimas membayangkan betapa so sweet nya mereka nanti, kemana-mana berdua bagaikan baju yang kemana-mana selalu ditemani oleh celana.

"Hm, uhgk, uhgk, uhgk," Refita tiba-tiba tersedak dan batuk berkali-kali. Padahal dia tidak sedang makan dan minum apapun. Nampaknya ia kaget dengan keputusan Dimas yang memilihnya menjadi sekretaris. Refita sebelumnya bukanlah anak yang suka dengan organisasi-organisasi semacam itu. Dia merupakan anak pendiam yang memilih untuk menjadi biasa saja di kelas. Tiba-tiba kini dirinya harus menjadi sekretaris tanpa memiliki pengalaman sama sekali.

Dimas sendiri memilih Refita juga bukan tanpa alasan. Pasalnya, Dimas sebenarnya hanya mengenal Refita. Dia sama sekali belum mengenal murid-murid yang lain. Ia mengetahui Novia pun ya dari sampul bukunya. Tidak benar-benar mengenalnya. Jadi, selain karena Dimas ingin modus untuk sering berdua dengan Refita. Ya, karena Dimas tidak bisa menunjuk yang lain sebab ia tidak mengenalnya.

Setelah mengumumkan siapa saja yang menjadi bendahara dan sekretaris, Dimas pun dipersilahkan duduk oleh Bu Sandra dan pelajaran pun akan segera dimulai.

"Selamat ya kamu jadi sekretaris," ucap Dimas dengan senyum lebar di wajahnya. Refita tidak menjawab sepatah kata pun, ia bahkan juga tidak tersenyum sedikit pun. Wajahnya kini cemberut dan Refita nampak berbeda dengan ekspresi ketusnya itu. Sepertinya Refita kesal dengan ulah Dimas yang dengan seenaknya menunjuk dia menjadi sekretaris. Refita bahkan tidak diberi kesempatan untuk menolak. Dia harus menerima setiap keputusan Dimas meskipun itu berat baginya.

Kini Dimas pun juga seperti bingung dibuatnya. Ia mengira bahwa Refita akan senang dengan keputusannya. Namun malah sebaliknya, Refita terlihat begitu kesal. Wajah ketus Refita pun terus terngiang di pikiran Dimas sepanjang pelajaran.

"Dimas, kamu sedang melamun ya?" tanya Bu Sandra di tengah-tengah mengajarnya ketika melihat Dimas sedang melamun. Sebagai ketua kelas, wajar jika Dimas kali sering mendapatkan perhatian oleh Bu Sandra. Setiap apa yang sedang ia lakukan saat pembelajaran pasti akan dilihat oleh Bu Sandra. Dan ketika ada yang aneh dengan tingkah Dimas, tak segan-segan Bu Sandra untuk menanyakannya.

"Oh iya Bu, tidak ada apa-apa kok Bu," Dimas lantas terbangun dari lamunannya. Wajah ketus Refita yang selalu terbayang dalam pikirannya sontak hilang dan sekarang ia harus memandang sekeliling kelas yang kini sedang mengarahkan pandangannya kepada Dimas.

"Dimas, jangan melamun ya, fokus pada pelajaran, sekarang kamu ini ketua kelas," begitu jelas Bu Sandra. Memang inilah resiko menjadi ketua kelas. Selalu menjadi perhatian guru. Ketua harus selalu memiliki sikap yang baik sebagai contoh dan teladan untuk murid-muridnya. Jadi, Dimas tidak boleh sembarangan melamun di kelas seperti ini.

"Baik Bu, saya minta maaf Bu," jawab Dimas dengan memohon maaf kepada Bu Sandra. Dimas sebenarnya sudah sering menjadi ketua kelas sejak SMP. Jadi dia juga sudah tahu bagaimana menjadi ketua kelas yang baik. Tapi bagaimana lagi? Sekarang Dimas yang sedang jatuh cinta tiba-tiba dibuat galau oleh sikap wanita pujaannya yang tiba-tiba ketus kepadanya. Hati memang tidak bisa bohong. Sebagai insan biasa, ya wajar jika Dimas jadi galau seperti itu.

Singkat cerita, pelajaran pun berakhir dan sekarang sudah waktunya pulang. Sepanjang pelajaran Dimas sudah tidak mencuri pandang lagi kepada Refita. Sepertinya Dimas takut jika dia mencuri pandang kepada Refita, ia akan melihat wajah ketus Refita untuk kedua kalinya. Dimas juga masih belum bisa menghilangkan bayangan wajah ketus Refita dalam pikirannya. Niat hati ingin so-sweet sebagai pasangan ketua kelas dan sekretaris, eh malah jadi sobat ambyar kena wajah ketus Refita.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status