Share

Bab 2

Author: Selamat
Begitu masuk rumah, Raka langsung menunduk hendak menciumku, kedua tangannya tidak henti merayap di tubuhku

Namun, begitu mencium aroma parfum Maya yang masih menempel di tubuhnya, rasa mual seketika menyerangku. Aku menepis tangannya halus.

"Sudahlah, aku baru saja selesai membereskan rumah. Badanku penuh keringat, belum sempat mandi," ucapku.

Sekilas tatapan jijik melintas di matanya, meskipun dia menutupinya dengan cepat dan pura-pura berkata dengan sabar.

"Terima kasih, Sayang. Lain kali, biarkan pembantu yang mengurus rumah saja," ucap Raka.

"Kamu itu istriku. Aku bahkan belum cukup memanjakanmu, mana mungkin aku membiarkanmu melakukan pekerjaan rumah," lanjut Raka.

Setelah berkata begitu, dia melepas pelukannya dan bergegas masuk ke ruang kerja, berdalih masih ada urusan kantor.

Hingga larut malam, barulah dia kembali ke kamar. Aku membalikkan tubuh, pura-pura sudah tertidur.

Saat dia sudah terlelap, aku membuka mata. Layar ponsel Raka menyala, sebuah notifikasi pesan muncul.

Aku meraih ponsel itu dan melihatnya. Kontak pertama di WhatsApp-nya tidak diberi nama, hanya foto profil seekor kucing betina seksi.

Begitu kubuka profil kontak itu, deretan foto Maya langsung terpampang.

Isi percakapan mereka juga sangat mesra.

[Kak Raka~ enak nggak di kantor tadi?]

[Dasar gadis manja, kamu benar-benar mau membuatku gila.]

[Kak Raka, gimana kalau malam ini kita coba di dalam mobil? Kita belum pernah, loh!]

[Baik, terserah kamu.]

[Kak Raka, aku mau tas keluaran terbaru.]

[Semua akan kubeli untukmu. Asal kamu bisa membuatku senang, apa pun akan kuberikan.]

Kudorong percakapan ke atas dan menemukan catatan transfer yang jumlahnya tidak terhitung. Sekilas saja, sudah lebih dari tiga hingga empat miliar. Belum lagi perhiasan yang dipamerkan Maya di status WhatsApp.

Saat hari ulang tahunnya, Raka bahkan menghadiahkannya sebuah vila tepi laut bernilai lebih dari ribuan triliun.

Dalam foto mereka, Raka menatapnya dengan tatapan yang tulus dan penuh cinta.

Padahal, di ulang tahunku sendiri, aku menolak membiarkan Raka menghabiskan terlalu banyak uang. Akhirnya aku memintanya menemaniku ke taman hiburan, tetapi usulan itu ditolak dengan alasan usia kami sudah terlalu tua untuk itu.

Dadaku terasa sesak, nyaris tidak bisa bernapas. Aku pun menutup ponselnya.

Aku selalu memikirkan segala kebutuhannya dan berkorban untuknya, tetapi dia malah menghamburkan uang demi wanita lain, bahkan rela menyerahkan seluruh hatinya.

Malam itu aku tidak bisa tidur. Pagi-pagi, aku menghubungi seorang teman untuk mencarikan pengacara perceraian yang bisa dipercaya.

Ketika aku sedang berbicara di telepon, Raka tiba-tiba bangun. Entah kapan dia bangun, dia menatapku dengan bingung dan bertanya.

"Sayang, kamu mau keluar?" tanya Raka.

Aku tersenyum dan menjawab, "Nggak ada apa-apa. Teman lamaku baru pulang dari Anlas. Dia mengajak untuk makan siang."

Raka memelukku dari belakang, kemudian berkata dengan suara sangat lembut.

"Benarkah? Kalau begitu hati-hati ya. Ada apa-apa langsung telepon aku. Perlu aku suruh sopir untuk mengantarmu?" tanya Raka.

Aku menggeleng, lalu menjawab, "Nggak perlu. Aku akan segera pulang."

Dia menempelkan ciuman di dahiku, kemudian berkata, "Baiklah. Aku berangkat kerja dulu. Nanti malam kita makan bersama, ya."

Setelah mengantarnya pergi, aku segera membereskan semua dokumen untuk dikirim ke pengacara, termasuk rincian harta bersama selama pernikahan, dan juga bukti transfernya untuk Maya.

Pengacara membalas bahwa dia akan menyiapkan perjanjian cerai lengkap dalam tiga hari.

Akhirnya aku merasa lega.

Raka berjanji akan makan malam bersama, tetapi malam itu dia tidak pulang.

Dia mengirim pesan singkat yang mengatakan bahwa dia harus bekerja lembur karena ada urusan mendadak, dan menyuruhku tidak perlu menunggunya.

Sementara itu, aku melihat unggahan video perayaan ulang tahun perusahaan di akun resmi perusahaan di Twitter.

Dalam video itu, Raka dan Maya bersama-sama membuka sampanye.

Cairan sampanye memercik ke wajah Maya, Raka mengusap wajahnya dengan lembut. Gerakannya seolah mereka pasangan yang sedang jatuh cinta.

Ketika aku tiba di hotel, suasana pesta sedang memuncak.

Di hadapan semua orang, Raka mengumumkan bahwa separuh saham perusahaan akan diberikan pada Maya. Selain itu, dia juga menghadiahkan 12 miliar tunai kepadanya.

Nominal itu melambangkan 'Aku cinta kamu!'

Aku merekam semuanya, kemudian mengirimkan video itu kepada pengacara sebagai bukti. Semua ini adalah harta kami bersama selama pernikahan. Berapa pun yang sudah dia hamburkan, pada akhirnya harus dia kembalikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cintamu Bohong, Ya?   Bab 7

    Begitu keluar dari pintu rumah sakit, Raka langsung dihadang oleh Maya yang sudah menunggunya.Maya berkata, "Kak Raka, akhirnya aku bisa menemuimu."Dia melangkah dengan wajah berlinang air mata sambil berkata, "Kak Kirana pasti marah padamu karena aku, ya?""Aku tahu ini salah, tapi aku sangat mencintaimu! Aku nggak bisa hidup tanpamu!""Gimana kalau kamu ceraikan saja dia saja supaya kita bisa bersama terang-terangan?"Maya tidak menyangka wajah Raka dipenuhi rasa muak. Dia mendorongnya dengan kasar.Raka berkata, "Kamu bicara apa? Apa kamu sudah gila?""Kirana itu istriku, mana mungkin aku menceraikannya?""Kamu pergi saja. Jangan pernah muncul lagi di depan kami. Aku nggak mau dia nggak senang karenamu."Maya tertegun, dia bertanya dengan tidak percaya, "Kamu bilang apa?""Pak Raka, bukankah kamu yang bilang aku wanita yang paling kamu cintai?""Jangan-jangan Kak Kirana yang memaksamu bicara begitu? Aku tahu dia memang wanita menyebalkan."Tatapan Raka penuh marah, dia membentak M

  • Cintamu Bohong, Ya?   Bab 6

    Kebetulan sekali, pengacaraku menghubungiku dan langsung mengantar dokumen perceraian ke ruang rawat."Waktunya pas sekali," ucapku pelan. Aku menerima berkas itu dari tangan pengacara lalu menyodorkannya pada Raka. "Bacalah dulu, kalau nggak ada yang kamu keberatan, sebaiknya segera kita tanda tangani," lanjutku.Tangan Raka bergetar hebat, kertas setipis itu seakan hampir terlepas dari genggamannya.Raka bertanya, "Sayang, ka … kamu bilang apa barusan?""Cerai? Jangan bercanda! Mana mungkin!"Aku menoleh keluar jendela, tidak lagi menatapnya. Aku berkata, "Cukup sampai di sini saja, Raka.""Kamu sudah nggak mencintaiku, aku pun sudah mati rasa padamu.""Kalau kita terus melanjutkan hubungan ini, itu hanya akan saling menyiksa."Urat-urat merah merayap di mata Raka. Dia membanting dokumen itu ke tepi ranjang."Nggak! Aku nggak setuju!" teriak Raka.Dia ingin berkata lagi, tetapi Gilang tiba-tiba masuk ke kamar, lalu mengusirnya keluar dengan alasan telah mengganggu pasien untuk berist

  • Cintamu Bohong, Ya?   Bab 5

    Raka buru-buru memapah Maya, lalu berbalik untuk menegurku dengan tegas.Dia berkata, "Dia menghormatimu, makanya ingin mengajakmu bersulang. Kenapa kamu begitu nggak sopan?""Dari tadi kamu terus saja mencari masalah. Apa yang Maya lakukan untuk menyinggungmu sampai kamu tega menyulitkan seorang gadis muda?"Maya bersandar manja di pelukan Raka, matanya sembab, tampak sangat sedih.Namun, tatapannya saat melihatku penuh dengan kebencian.Amarahku seketika mendidih. Aku melawan balik."Menghormatiku? Aku sudah bilang nggak mau minum, tapi dia terus memaksa. Itu yang kamu sebut hormat? Apa matamu buta, Raka?" ucapku.Raka tidak menyangka aku akan bertengkar dengannya di depan umum. Wajahnya langsung muram.Raka berkata, "Lihat dirimu sekarang! Seperti ibu tua yang kasar dan nggak berpendidikan. Nggak terlihat seperti nyonya besar sama sekali!"Dia berkata sambil mendorongku dengan kasar.Aku tidak sempat menghindarinya. Perutku membentur keras sudut meja. Rasa sakitnya menyebar ke selur

  • Cintamu Bohong, Ya?   Bab 4

    Begitu selesai bicara, Maya tiba-tiba meraih lengan pakaianku sambil memohon dan menangis.Dia berkata, "Kak Kirana, aku benar-benar nggak berniat mengambil uang perusahaan.""Uang dan saham itu hanya hadiah dari Pak Raka karena aku sudah bekerja keras selama ini. Kalau kamu nggak terima, aku bisa mengembalikannya."Sebelum aku sempat mencerna apa yang terjadi, Raka sudah bergegas maju, lalu menggenggam tanganku dengan erat sambil bertanya."Kirana, apa yang sebenarnya kamu permasalahkan?" tanya Raka.Dia menjelaskan lagi, "Aku sudah bilang bonus dan saham itu bagian dari bonus untuk karyawan. Kenapa kamu masih harus menyulitkan Maya?"Aku menoleh, melihat para karyawan mulai berkerumun dan saling berbisik seolah akulah yang keterlaluan.Saat aku kembali melirik Maya, dia malah tersenyum dengan penuh kemenangan.Aku menarik tanganku dari genggaman Raka sambil mengerutkan kening. "Perusahaan ada di bawah kendalimu. Bonus dan saham mau kamu berikan pada siapa pun, berapa pun jumlahnya, a

  • Cintamu Bohong, Ya?   Bab 3

    Tumpukan uang tunai itu diletakkan di depan umum, para karyawan di bawah panggung saling berbisik. "Gila, Pak Raka benar-benar murah hati! Sulit dibayangkan betapa banyaknya nilai separuh saham itu. Kita kerja tiga generasi pun nggak bakal bisa dapat!""Itu untuk Bu Maya. Kalian nggak lihat? Pak Raka hampir terang-terangan membawanya pulang ke rumah.""Tapi bukankah Pak Raka sudah punya istri? Dengar-dengar, mereka sudah lama menikah.""Memangnya kenapa? Aku pernah lihat istri Pak Raka, dia kalah jauh dibanding Bu Maya! Tubuhnya gemuk, wajahnya bengkak kayak roti kukus, dan kulitnya banyak flek hitam. Mana ada secantik dan semuda Bu Maya? Lagi pula, istri Pak Raka cuma ibu rumah tangga, sementara Bu Maya telah membantu Pak Raka mendapatkan banyak kontrak besar!"Aku hanya tersenyum dan ikut bertepuk tangan bersama para karyawan yang lain.Saat Raka melihatku, dia langsung panik. "Sa … Sayang? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Raka."Aku cuma sedang senang saja, jadi memberi bonus ke Maya

  • Cintamu Bohong, Ya?   Bab 2

    Begitu masuk rumah, Raka langsung menunduk hendak menciumku, kedua tangannya tidak henti merayap di tubuhkuNamun, begitu mencium aroma parfum Maya yang masih menempel di tubuhnya, rasa mual seketika menyerangku. Aku menepis tangannya halus."Sudahlah, aku baru saja selesai membereskan rumah. Badanku penuh keringat, belum sempat mandi," ucapku.Sekilas tatapan jijik melintas di matanya, meskipun dia menutupinya dengan cepat dan pura-pura berkata dengan sabar."Terima kasih, Sayang. Lain kali, biarkan pembantu yang mengurus rumah saja," ucap Raka."Kamu itu istriku. Aku bahkan belum cukup memanjakanmu, mana mungkin aku membiarkanmu melakukan pekerjaan rumah," lanjut Raka.Setelah berkata begitu, dia melepas pelukannya dan bergegas masuk ke ruang kerja, berdalih masih ada urusan kantor.Hingga larut malam, barulah dia kembali ke kamar. Aku membalikkan tubuh, pura-pura sudah tertidur.Saat dia sudah terlelap, aku membuka mata. Layar ponsel Raka menyala, sebuah notifikasi pesan muncul. Ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status