Share

Bab 2

Author: Richy
Tak lama kemudian, peserta wawancara kedua datang. Rambutnya bergelombang dengan indah.

Riasannya tebal. Kandidat ini tidak mengenakan seragam pramugari, melainkan kemeja dengan kerah rendah yang mencolok, payudaranya yang seputih salju pun terekspos setengah.

Dengan pinggang ramping dan bentuk tubuh yang menonjol, sosoknya begitu memikat, melihatnya saja sudah membuatku bergairah.

Entah bagaimana rasanya bagian bawah wanita ini?

Wawancara pun dimulai, masih dengan proses yang sama seperti sebelumnya.

Sebenarnya, semua prosedur teknis itu tidak terlalu penting. Yang penting adalah bagaimana dia menghadapi getaran godaan saat wawancara.

Dia memperkenalkan diri, "Namaku Kiana, 22 tahun, berasal dari ...."

Sambil berbicara dia memainkan rambutnya. Sesekali dia menegakkan tubuh seolah ingin menunjukkan rasa percaya diri.

Di depanku, dia berpose menggoda, mau merayuku.

Aku tersenyum kecil. Kiana memang tampak seksi, sepertinya cukup cocok, tetapi aku ingin tahu seberapa jauh dia bisa bertahan.

Saat dia tidak memperhatikan, aku diam-diam menekan tombol di tanganku.

Perangkat seks di bawah kursi mulai bergetar.

Kiana yang merasakan ada sesuatu di bawah pantatnya, langsung berhenti bicara, dirinya tertegun.

Mulutnya tidak berbicara apa-apa. Dia membelalakkan mata, dan memandangku dengan kaget.

Aku pura-pura tenang dan berkata, "Lanjutkan, wawancaranya belum selesai."

Sudut bibir Kiana terangkat sedikit. Kedua tangannya bertumpu pada kursi, kakinya terbuka sedikit.

Tampaknya dia cukup menikmati!

Sewaktu berbicara, sekali-kali terdengar erangannya.

"Um ... Aku sangat menaruh harapan besar pada perusahaan ini .... Ah ah..." katanya dengan suara agak gemetar.

Dia tidak tampak malu, justru makin bersemangat.

Tubuhnya bergerak mengikuti pergerakan alat seks.

Aku berpikir, 'Dia gatal banget. Gini pun bisa enak.'

'Sepertinya pengaturannya masih terlalu ringan, aku harus tingkatkan tekanannya.'

Aku menekan tombol lagi, membuat dorongan sedikit lebih kuat.

Kiana tampak gemetar hebat, tubuhnya bergerak tak terkendali karena gerakan alat itu.

Terutama bagian dada yang bergetar hebat, sampai hampir keluar tak terkendali.

Dia mencengkeram kursi erat-erat, berusaha agar tidak terjatuh karena getaran.

Sementara itu, tubuhnya ikut bergerak mengikuti irama alat seks itu.

Wajahnya memerah, kepala terangkat, bibirnya terbuka sedikit.

Dia seolah lupa bahwa ini masih wawancara, dan merintih tanpa memperhatikan kehadiranku.

Suara itu membuat darahku berdesir, sudah lama aku tidak mendengar reaksi seintens itu.

Terlebih lagi, dia masih sangat muda, baru lulus kuliah, tubuhnya montok banget.

Melihatnya begitu, aku pun mulai merasa panas.

Kiana berbicara dengan nada bergetar, "Pe ... pewawancara ... ini ... apa yang terjadi ... rasanya enak sekali ...."

Aku menahan hasratku dan berkata dengan nada datar, "Di pesawat bisa saja muncul guncangan kapan pun. Ini adalah tes untuk melihat kemampuanmu menahan tekanan."

"Wawancaranya belum selesai, lanjutkan saja."

Kiana baru tersadar bahwa wawancara masih berlangsung, lalu berusaha duduk tegak dan menjaga keseimbangan.

Namun alat seks itu terlalu kuat, sampai dirinya sulit untuk berbicara lancar, apalagi memikirkan hal-hal terkait wawancara.

Karena itu, dia tiba-tiba menemukan cara yang membuatku terkejut.

Dia membuka roknya, lalu melepas celana dalamnya.

Tepat di hadapanku, semua gerak-geriknya terlihat jelas!

Selanjutnya, dia duduk di atas alat itu. Meski alat itu bergerak cukup kuat, tapi tubuhnya seperti ada lubang besar, semua ditelannya.

Aku sampai terdiam melihatnya, tidak menyangka Kiana bisa sekuat itu. Seumur hidupku tak pernah lihat orang sekuat itu.

Melihatnya dengan datar menjawab pertanyaan, aku menyetel alat ke kecepatan tertinggi.

Namun alat seks yang besar itu, walau bekerja aktif di tubuhnya, Kiana tidak menunjukkan respons apa pun, seakan barang itu cuma kapas.

Sepertinya dia cukup santai, mungkin sudah terbiasa dimainkan banyak cowok.

Namun hal seperti ini tentu tidak sesuai dengan yang kuharapkan dari kandidat, klienku semua orang kaya, mereka suka yang ketat.

Yang longgar gini tidak sesuai dengan selera mereka.

Aku menggeleng dengan kecewa, tampaknya cari pramugari yang benar-benar sesuai memang sulit.

Tiba-tiba tubuh Kiana menegang. Ekspresi kesakitan melintas sejenak di wajahnya, lalu dirinya berdiri mendadak, kedua kakinya terbuka lebar.

Semburan air keluar dari antara kakinya!

Dengan tersipu malu, dia berujar, "Maaf ... aku tadi nggak bisa tahan, jadi agak mengotori lantai."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ciuman di Balik Seragam   Bab 7

    Entah berapa lama kemudian, Yunita tergeletak di lantai dengan lemas.Bagian bawahnya masih memuntahkan cairan putih.Bagian itu memerah dan bengkak.Yunita memang masih ketat, ditiduri para pria itu, sekarang dirinya jadi lebar dan longgar, tidak bisa kembali ketat lagi.Dia mencoba bangkit, tetapi kakinya terasa lemah.Dia ingin berdiri, tapi kedua kakinya melemah, hanya bisa merangkak menuju kokpit.Melihat Yunita kesulitan merangkak di lantai, beberapa penumpang segera membantunya berdiri."Kamu mau ke kokpit? Bilang sama kami saja, kami bisa bantu," kata mereka sambil melemparkannya ke dalam kokpit."Pak Gosfar, gadis ini ingin bertemu denganmu."Aku melihat Yunita yang hancur, hatiku ikut merasa sedih.Akan tetapi, setiap pramugari yang bekerja di maskapai kami, siapa pun pasti pernah mengalami ini.Tanpa mengalami kesulitan, bagaimana mereka bisa mendapatkan gaji tinggi?Memikirkan itu, aku menguatkan hati.Aku bilang padanya, "Cepat bangun, lanjutkan pekerjaanmu melayani penump

  • Ciuman di Balik Seragam   Bab 6

    Namun Yunita berbeda, dia justru ketakutan dan menghindar.Hal itu malah memicu naluri liar orang-orang itu, membangkitkan dorongan alami untuk "memburu".Mereka serempak menatap Yunita dengan sorot mata penuh gairah.Yunita ketakutan, lalu berlari ke ruang kapten, menggenggam tanganku dengan panik."Pak Gosfar, para penumpang itu ... mereka, mereka ...."Yunita tergagap, tak sanggup melanjutkan kata-katanya.Namun aku sudah bisa menebak sedikit banyak, pasti ada hubungan dengan payudaranya yang seksi itu.Maka aku hanya tersenyum dan berkata padanya, "Jangan khawatir, semua ini hal yang biasa. Kamu harus siap secara mental."Yunita mendengarnya, dan ingin mengatakan sesuatu lagi."Tapi ... tatapan mereka padaku menakutkan sekali.""Nggak apa-apa, kamu lanjut saja bekerja. Kalau ada masalah, datang padaku."Yunita pun terpaksa kembali ke dalam kabin dengan patuh.Gadis ini memang masih terlalu polos. Bagaimanapun juga, ini hari pertamanya bekerja, butuh waktu untuk menyesuaikan diri.B

  • Ciuman di Balik Seragam   Bab 5

    Aku kembali ke perusahaan. Dua peserta wawancara sebelumnya datang dengan marah, menuntut penjelasan kenapa aku tidak menerima mereka.Yang satu terlalu kaku, yang satunya lagi terlalu genit, tentu saja aku tak bisa mengatakan alasan itu.Aku hanya bisa menjelaskan seadanya, "Begini, perusahaan kami punya standar penilaian sendiri. Kalau kalian nggak memenuhi standar, otomatis nggak terpilih."Mereka masih ingin ribut, bahkan mengancam akan membocorkan rahasia alat seks di ruang wawancara.Untung saja satpam datang tepat waktu dan mengusir mereka pergi.Kalau tidak, masalahnya pasti akan jadi besar.Pihak penjahit juga sudah menyelesaikan seragamnya. Aku menelepon Yunita agar datang mengambil.Tempat tinggalnya dekat dari kantor, belum sepuluh menit dia sudah tiba dengan membawa tas di punggung.Penampilannya tampak begitu muda dan penuh semangat.Dia berjalan dengan langkah ringan ke arahku, matanya membentuk bulan sabit ketika tersenyum."Pagi, Pak Manajer! Aku datang untuk mulai ker

  • Ciuman di Balik Seragam   Bab 4

    Dalam sekejap, aku merasakan sensasi luar biasa, sangat enak.Sangat basah, aku kehilangan kendali sesaat.Hal yang paling membuatku puas adalah... aku akhirnya menemukan kandidat terbaik untuk maskapai kami.Aku yakin, para pelanggan akan sangat puas dengannya.Saat itu, tubuh Yunita masih bergetar hebat.Kepadaku dirinya bersandar, ke tubuhku getaran itu menjalar. Jiwaku terlena, kesemutan menyelimuti diriku, aku hampir meleleh.Yunita merasakan gatal tak tertahankan, dia melepaskan alat kelaminku dari mulutnya, ludahnya masih menempel hingga membentuk jaring tipis.Dirinya menengadah, menatapku."Pak Pewawancara, aku merasa sangat tak nyaman ... tolonglah puaskan aku," katanya.Sambil berkata begitu, dia berbalik dan membungkuk di atas kursi, pantatnya yang putih menghadapku.Melihat aku belum juga memasukinya, dia telungkup, menonjolkan bokongnya yang menggemaskan."Cepatlah, Pak..."Aku menepuknya dengan lembut, sambil membantunya menyesuaikan posisi.'Karena kau pengen, aku tidak

  • Ciuman di Balik Seragam   Bab 3

    Dengan mata terdelik, aku mengibaskan tangan."Kamu keluar saja, panggil peserta berikutnya."Kiana memasang muka cemberut, tampak kesal saat keluar.Peserta wawancara terakhir berpostur langsing dan gerakannya tampak gemulai. Rambutnya terikat tinggi bagai ekor kuda, wajahnya oval dan manis menggoda. Meski tubuhnya proporsional, penampilannya bagai gadis dengan pikiran polos dan tidak tercemar.Sama sekali tidak menggoda.Aku tak bisa menahan rasa kecewa, sepertinya tahun ini wawancara lagi-lagi akan gagal total. Kalau begini terus, bagaimana maskapai ini bisa bertahan?Ketika dia duduk di kursi dengan senyum tersungging lembut di wajahnya, diriku sudah hampir kehilangan semangat.Namun gadis itu menatapku dengan perhatian dan bertanya, "Ada apa? Sepertinya Bapak sedang nggak senang, ya?"Gadis ini ternyata cukup peka. Hatiku sedikit hangat, lalu aku berkata, "Nggak apa-apa, mari kita mulai wawancaranya."Dia menjawab dengan antusias, "Namaku Yunita, umurku 21 tahun, lulusan dari ....

  • Ciuman di Balik Seragam   Bab 2

    Tak lama kemudian, peserta wawancara kedua datang. Rambutnya bergelombang dengan indah.Riasannya tebal. Kandidat ini tidak mengenakan seragam pramugari, melainkan kemeja dengan kerah rendah yang mencolok, payudaranya yang seputih salju pun terekspos setengah.Dengan pinggang ramping dan bentuk tubuh yang menonjol, sosoknya begitu memikat, melihatnya saja sudah membuatku bergairah.Entah bagaimana rasanya bagian bawah wanita ini?Wawancara pun dimulai, masih dengan proses yang sama seperti sebelumnya.Sebenarnya, semua prosedur teknis itu tidak terlalu penting. Yang penting adalah bagaimana dia menghadapi getaran godaan saat wawancara.Dia memperkenalkan diri, "Namaku Kiana, 22 tahun, berasal dari ...."Sambil berbicara dia memainkan rambutnya. Sesekali dia menegakkan tubuh seolah ingin menunjukkan rasa percaya diri.Di depanku, dia berpose menggoda, mau merayuku.Aku tersenyum kecil. Kiana memang tampak seksi, sepertinya cukup cocok, tetapi aku ingin tahu seberapa jauh dia bisa bertah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status