Home / Romansa / Crush Sang Kapten Basket / Satu Meja Kantin dengan Kevin

Share

Satu Meja Kantin dengan Kevin

Author: Singacala ID
last update Last Updated: 2025-05-26 05:09:04

Hari ketiga sekolah. Alina bangun lebih pagi dari biasanya. Ada rasa semangat yang sulit dijelaskan. Entah karena matahari pagi Jakarta yang cerah atau karena harapan sederhana: semoga hari ini aku bertemu Kevin.

Setelah sarapan dan diantar seperti biasa oleh ayahnya, Alina turun di tempat biasa, beberapa meter dari gerbang sekolah. Sepanjang perjalanan menuju kelas, matanya terus mengamati sekeliling, seperti seorang detektif yang sedang mencari target.

Namun tak ada tanda-tanda Kevin. Bel masuk berbunyi. Ia mengikuti pelajaran dengan setengah hati, otaknya lebih sibuk menyusun skenario kemungkinan: kalau aku ketemu Kevin nanti, aku harus ngomong apa? Haruskah aku bilang makasih karena kemarin digendong? Atau itu malah terlalu aneh?

Di sisi lain, Seruni sudah mengenali tanda-tanda seseorang yang sedang deg-degan karena naksir. Tatapan kosong, senyum tiba-tiba, dan sesekali menggambar inisial K di sudut buku catatan.

Saat bel istirahat berbunyi, Seruni langsung berdiri.

“Ayo, kita ke kantin. Kali ini, aku yakin dia muncul,” kata Seruni yakin sambil menarik tangan Alina.

“Aku udah deg-degan duluan,” gumam Alina pelan.

“Tenang, kamu cantik hari ini. Nggak ada yang bisa nolak senyuman kamu,” jawab Seruni penuh semangat.

Alina tersenyum malu.

**

Kantin Sekolah – Sepuluh Menit Kemudian

Kantin penuh sesak. Suara piring, sendok, dan gelas bersahutan. Para siswa memenuhi hampir semua meja. Aroma gorengan dan mi instan menguar di udara.

Seruni menunjuk sebuah meja kosong di pojok dekat kipas angin, dan mereka segera duduk di sana.

“Minum es teh dulu, biar adem,” kata Seruni sambil memesan dua gelas.

Alina baru saja akan menyuap bakwan goreng ke mulutnya, saat Seruni tiba-tiba mencoleknya pelan.

“Jangan panik. Lihat sebelah kiri, deket tempat nasi goreng. Dia di situ,” bisik Seruni.

Alina menoleh perlahan.

Dan di sanalah dia, Kevin Mahendra.

Terlihat paling tinggi diantara yang lainnya, mengenakan jaket hitam di atas seragam, rambut agak berantakan, dan tampaknya dia sedang mengaduk minuman dengan ekspresi sangat serius, seolah-olah itu adalah ramuan penting untuk menyelamatkan dunia.

Alina menelan ludah. Tiba-tiba tenggorokannya kering.

Apa aku harus menyapa? Atau menunggu?

Tapi sebelum ia sempat berpikir terlalu jauh, Kevin melangkah mendekat, membawa nampan dengan satu piring nasi goreng dan segelas air mineral. Ia melihat meja Alina dan Seruni, lalu tiba-tiba...

“Meja penuh semua. Boleh duduk di sini?”

Seruni hampir menjatuhkan sendoknya.

Alina membeku, lalu mengangguk cepat. “I-iya, boleh.”

Kevin duduk persis di depan Alina. Meja itu sangat kecil, jarak wajah mereka hanya satu lengan. Kevin mulai makan dalam diam, tapi sesekali matanya melirik ke arah Alina. Lalu, akhirnya ia membuka mulut.

“Kepalamu udah nggak sakit?” Tanya nya.

Alina membelalak sedikit. “Eh… oh! Udah nggak! Makasih ya Kev soal kemarin…” Suaranya pelan, hampir seperti bisikan.

Kevin tersenyum sedikit. “Maaf ya, aku yang lempar bolanya terlalu kencang.”

Alina buru-buru menggeleng. “Nggak apa-apa kok! Aku malah jadi kenal kamu…” Kalimat itu terceplos.

Kevin menaikkan alis. “Kenal?”

Alina panik. “Maksudku… jadi tahu. Kalau kamu tuh… kapten basket. Hehe.”

Seruni menutup mulut menahan tawa.

Kevin tertawa kecil, suaranya ringan tapi dalam. “Iya, aku Kevin.”

“Alina,” sahutnya cepat, “Murid baru. Kelas XI-2.”

Kevin mengangguk, lalu mengaduk nasi gorengnya pelan. “Kamu anak Bandung, ya?”

Alina terkejut. “Kamu tahu dari mana?”

“Logat kamu masih Sunda halus. Kayak waktu bilang ‘tidak apa-apa’ tadi.”

Alina tertawa malu. “Iya, sih. Susah ilangnya.”

“Bagus kok,” jawab Kevin. “Jarang ada yang mau tetap jadi dirinya sendiri di sekolah baru.”

Kalimat itu menghentak Alina. Ia menatap Kevin yang kini sedang menatap nasi gorengnya, bukan dirinya. Tapi kata-kata itu seperti ditujukan langsung ke hati.

“Aku cuma pengen jadi diri sendiri. Bukan orang lain,” jawab Alina pelan.

Kevin mengangguk lagi. “Itu saja cukup.”

Mereka kembali terdiam. Tapi kali ini bukan diam yang canggung. Justru ada ketenangan yang menggantung di antara suara ramai kantin.

Setelah beberapa saat, Kevin berdiri. Ia menatap Alina sejenak, lalu berkata:

“Kalau ada yang ganggu kamu, bilang aja. Aku biasanya nongkrong di lapangan basket.”

Alina hanya bisa mengangguk.

Kevin pun pergi.

Seruni menatap Alina yang membatu.

“Lin… kamu… kamu nyadar nggak barusan dia ngasih kode?”

Alina masih bengong. “Kode apa?”

“Kode kapten! Yang berarti dia terbuka kalau kamu mau lebih dekat!”

Alina menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Aku malu banget tadi…”

Seruni tertawa. “Malu kenapa? Kamu keren banget barusan. Kamu ngobrol santai sama Kevin! Itu udah lebih dari semua cewek di sekolah ini!”

Alina tersenyum kecil, manis, dan penuh harapan.

Hari ini, dia tidak hanya melihat Kevin dari kejauhan.

Hari ini, dia mengenalnya sedikit lebih dekat.

Dan hari ini, hatinya mulai percaya… bahwa mungkin, Kevin bukan sekadar cinta pandangan pertama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Crush Sang Kapten Basket   Alina Terkena Fitnah

    Pagi itu, langit Jakarta tampak mendung. Alina berjalan menuju sekolah dengan semangat yang masih tersisa dari momen kemarin, saat Kevin untuk pertama kalinya menemaninya masuk gerbang sekolah. Jantungnya masih bisa merasakan degup bahagia, pipinya sempat memerah kembali kala mengingat cara Kevin menatapnya. Namun pagi itu semua terasa berbeda. Begitu memasuki halaman sekolah, pandangan Kevin yang biasanya hangat kini seakan mengiris tajam. Tatapan itu bukan tatapan yang sama seperti kemarin. Tidak ada lagi senyum tipis yang selama ini diam-diam membuat Alina terpaku. Tak ada anggukan kecil, tak ada sapaan ringan. Kevin berlalu begitu saja dengan acuh dan dingin. Seolah mereka tak pernah saling mengenal sebelum nya. Alina menghentikan langkah. Sejenak ia berpikir, apa yang sedang terjadi? Seruni sudah menunggunya di depan kelas. "Pagi, Lin!" seru Seruni ceria. Tapi raut wajahnya segera berubah saat melihat ekspresi Alina yang kebingungan. "Hey, kamu kenapa? Mukamu kayak abis li

  • Crush Sang Kapten Basket   Serangan Reva dan Perlindungan dari Kevin

    Pagi itu suasana sekolah terasa berbeda. Bisik-bisik mulai terdengar di sepanjang koridor. “Eh, itu yang namanya Alina, kan?” “Iya, yang katanya ngerebut Kevin dari Reva…” “Muka sih polos, tapi kelakuan ternyata manuver ya?” Alina berjalan perlahan di antara kerumunan. Kepalanya tertunduk. Di dalam dadanya, ada rasa asing yang mengganjal: malu, bingung, dan marah dalam hati. Seruni menghampiri dan menarik tangannya masuk ke kelas. “Kamu oke, Lin? kenapa mereka tahu dan menggunjing mu?” “Enggak tahu, Aku bahkan nggak tahu aku salah apa.” “Gosip itu nyebar dari tadi pagi. Katanya kamu suka pamer-pamer kedekatan sama Kevin. Katanya kamu ‘bermuka dua’.” Alina menggeleng cepat. “Aku nggak pernah cerita ke siapa pun. Bahkan ke kamu aja soal perasaanku ke Kevin…” Seruni mengepalkan tangan. “Berarti ini pasti dari Reva!” Siang Hari – Komunitas Perpustakaan Sesi membaca sore hari biasanya menjadi pelarian terbaik Alina. Tapi kali ini, suasana di dalam ruang baca terasa canggung. Ta

  • Crush Sang Kapten Basket   Reva yang Terlalu Posesif

    Pagi itu, sekolah seperti biasa ramai. Koridor dipenuhi siswa berlalu-lalang, suara tawa bersahutan, dan aroma dari kantin mulai menyeruak di udara. Namun bagi Alina, hari ini terasa berbeda. Bukan karena ulangan Bahasa Inggris yang katanya bakal susah, atau tugas sejarah yang menumpuk, tapi karena hatinya masih menggantung pada percakapan singkat kemarin dengan Kevin. “Ternyata kamu lebih dari yang terlihat.” Kalimat itu terus terngiang. Bahkan saat ia sedang mengisi air di botol minum sekolahnya, pipinya kembali merona saat teringat bagaimana Kevin menatapnya. “Alin, kamu tuh kenapa sih? Senyum-senyum sendiri dari tadi,” Seruni menyikut pelan. Alina hanya menggeleng, canggung. “Nggak apa-apa Run, cuma lagi ingat sesuatu aja.” “Kemarin kamu bareng Kevin. Hari ini senyum terus. Aku mulai yakin kamu nggak cuma suka baca, tapi juga suka berimajinasi,” Seruni tertawa geli. Alina ikut tertawa. “Iya deh, iya. Tapi serius, dia ternyata nggak se-cuek yang aku kira. Ada sisi dia yang l

  • Crush Sang Kapten Basket   Berjalan Berdampingan dengan Kevin

    Langit malam di Jakarta begitu tenang. Di kamar yang rapi dan penuh dengan rak buku, Alina duduk bersila di tempat tidur dengan lampu belajar menyala temaram. Ponselnya berada dalam genggaman, awalnya ia hanya berniat membuka Instagram untuk mencari akun komunitas pecinta buku yang sempat direkomendasikan oleh kakak kelas tadi siang.Namun, entah bagaimana, jari-jarinya malah mengetik:kevinDan…Boom!Akun itu benar-benar ada.Profilnya sederhana.Foto profil Kevin adalah dirinya yang sedang duduk di pinggir lapangan basket, mengenakan jersey putih dengan logo sekolah. Tak banyak yang ia unggah (mungkin hanya sekitar 15 foto) tapi semuanya seolah menyimpan pesona tersendiri bagi Alina.Ia menggulir pelan.Foto saat Kevin mengangkat piala bersama tim basket.Foto candid Kevin sedang tertawa di lapangan.Foto close-up hitam putih yang entah siapa yang ambil, namun jelas memamerkan rahangnya yang tegas dan mata tajamnya yang seolah bisa melihat isi hati.Tanpa sadar…Like.Like.Like."

  • Crush Sang Kapten Basket   Cemburu Yang Tak Perlu

    Pagi itu matahari bersinar cerah. Langit biru membentang tanpa awan, seolah menjadi pertanda baik untuk hari yang baru. Alina melangkah keluar dari mobil ayahnya dengan semangat membuncah. Ia memilih turun beberapa meter sebelum gerbang sekolah seperti biasa, tak ingin menarik perhatian. Namun langkahnya kali ini lebih ringan, lebih cepat. Ia bahkan bersenandung pelan dalam hati. Hari ini hari pengumuman nilai ulangan matematika. Mata pelajaran yang paling ditakuti sebagian besar siswa mayoritas, tapi justru salah satu favorit Alina. Di Dalam Kelas “Alina Intan Putri, 98. Nilai tertinggi di kelas,” ucap Pak Rulu, guru matematika mereka, sembari menuliskan hasil ulangan di papan tulis. Alina membeku sejenak. Ia hampir tak percaya mendengar namanya disebut. Seruni yang duduk di sampingnya langsung menepuk pelan bahunya. “Gila! Kamu jenius ya ternyata!” bisik Seruni dengan suara kagum. Alina tersenyum malu. “Ah, nggak juga… cuma kebetulan soalnya nyambung sama materi yang aku suka

  • Crush Sang Kapten Basket   Ikut Ekskul Komunitas Membaca

    Hari itu, langit Jakarta tampak biasa saja. Tapi bagi Alina, hari itu terasa seperti lembar baru. Setelah percakapan singkat di kantin bersama Kevin, pikirannya tidak berhenti memutar ulang tiap detik momen itu. Senyum Kevin sang kapten basket. Tatapan dan cara dia bilang: Kalau ada yang ganggu kamu, bilang aja… Seruni sampai geleng-geleng melihat sahabat barunya yang terus melamun di kelas. “Lin, kamu senyum-senyum sendiri kayak orang jatuh cinta sama karakter anime.” Alina hanya menatap Seruni dengan ekspresi dreamy. “Gimana ya, Seruni dia tuh sangat berbeda.” Seruni bersedekap. “Ya iyalah beda. Dia Kevin, bukan guru matematika kita yang ngasih PR kayak neraka.” Alina tertawa. Tapi di balik tawa itu, muncul ide nekat di kepalanya. Sebuah cara untuk mengenal Kevin lebih dekat, tanpa terkesan terlalu mengejar. Sore Hari, Ruang OSIS dan Papan Ekstrakurikuler Setelah jam pelajaran selesai, Alina dan Seruni sengaja mampir ke papan pengumuman ekskul yang terletak di lorong m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status