Home / Romansa / Crush Sang Kapten Basket / Serangan Reva dan Perlindungan dari Kevin

Share

Serangan Reva dan Perlindungan dari Kevin

Author: Singacala ID
last update Last Updated: 2025-07-22 04:29:21

Pagi itu suasana sekolah terasa berbeda. Bisik-bisik mulai terdengar di sepanjang koridor.

“Eh, itu yang namanya Alina, kan?”

“Iya, yang katanya ngerebut Kevin dari Reva…”

“Muka sih polos, tapi kelakuan ternyata manuver ya?”

Alina berjalan perlahan di antara kerumunan. Kepalanya tertunduk. Di dalam dadanya, ada rasa asing yang mengganjal: malu, bingung, dan marah dalam hati.

Seruni menghampiri dan menarik tangannya masuk ke kelas.

“Kamu oke, Lin? kenapa mereka tahu dan menggunjing mu?”

“Enggak tahu, Aku bahkan nggak tahu aku salah apa.”

“Gosip itu nyebar dari tadi pagi. Katanya kamu suka pamer-pamer kedekatan sama Kevin. Katanya kamu ‘bermuka dua’.”

Alina menggeleng cepat. “Aku nggak pernah cerita ke siapa pun. Bahkan ke kamu aja soal perasaanku ke Kevin…”

Seruni mengepalkan tangan. “Berarti ini pasti dari Reva!”

Siang Hari – Komunitas Perpustakaan

Sesi membaca sore hari biasanya menjadi pelarian terbaik Alina. Tapi kali ini, suasana di dalam ruang baca terasa canggung. Tari, teman baru Alina, terlihat gelisah.

“Kamu baik-baik aja, Lin?”

“Belum tentu,” gumam Alina sambil menata beberapa buku kembali ke rak.

Tiba-tiba Della (salahsatu anggota geng Reva) masuk sambil membawa setumpuk kertas.

“Eh, Alina. Kamu bisa ya tolong fotokopi lembar-lembar ini buat sesi diskusi nanti? Oh iya, sekalian bersihkan meja pojok. Kotor tuh, kayaknya kamu yang duduk terakhir di situ.”

Nada suara Della manis, tapi mengandung racun. Tari ingin membalas, tapi Alina hanya tersenyum kecil.

“Boleh, aku kerjain sekarang juga.”

Tari mencibir pelan. “Mereka sengaja nyuruh-nyuruh kamu, Lin. Ini kayak perpeloncoan…”

“Aku tahu. Tapi kalau aku marah dan melawan, maka mereka yang menang.”

Sore Hari – Lapangan Basket

Kevin berdiri mematung di tepi lapangan, memperhatikan dari jauh. Ia melihat Della keluar dari perpustakaan dengan senyum puas.

Dia tahu.

Kevin memanggil salah satu juniornya. “Gue titipin latihan hari ini, ya. Gue harus ke suatu tempat.”

Perpustakaan – Menjelang Tutup

Alina sedang membersihkan meja ketika Kevin masuk.

“Alina.”

Alina menoleh. Matanya sedikit memerah. Ia mencoba tersenyum.

“Eh… Kevin. Kamu... ngapain ke sini?”

Kevin berjalan pelan, lalu duduk di depan Alina.

“Gue tahu apa yang mereka lakuin. Gue denger gosip yang nyebar. Dan gue tahu kamu nggak ngapa-ngapain.”

Alina menunduk. “Tapi orang-orang tetap percaya gosip itu”

Kevin menarik napas panjang. “Sekolah ini bisa keras. Tapi kamu juga keras kepala, ya? Masih bisa senyum padahal diserang dari segala arah.”

Alina menatap Kevin. Ada ketulusan di sana.

“Aku nggak mau kalah. Aku suka sekolah ini dan aku juga suka komunitas ini. Aku cuma ingin hidup tenang.”

Kevin tersenyum tipis.

“Kalau gitu, mulai sekarang kamu nggak akan sendiri.”

Alina mengerutkan dahi. “Maksudnya?”

Kevin berdiri dan menepuk pelan kepala Alina.

“Ada aku. Gue akan jagain lo.”

Keesokan Harinya – Perubahan

Di kantin, Kevin duduk di meja belakang. Tak biasanya.

Saat Alina masuk dan disambut dengan bisik-bisik murid lain, Kevin bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Alina yang baru duduk.

“Lin, nanti bantuin gue tugas matematika, ya? Gue nggak ngerti materi satu ini.”

Semua mata menatap. Seruni ternganga dan Reva yang lewat di luar kantin melihat momen itu, dan wajahnya mengeras.

Kevin melirik sejenak ke arah luar kantin, lalu kembali fokus pada Alina.

“Mulai sekarang biar mereka tahu, kamu bukan cewek yang bisa digangguin.”

Di Ruang Geng Reva – Lantai Dua

Reva membanting buku ke meja.

“Dia semakin berani.”

Vani mencoba menenangkan. “Tenang, Kevinnya aja yang mulai cari masalah. Bukan salah kamu.”

Reva menatap langit-langit. “Kalau gitu kita balas. Kita buat Alina jatuh… bukan cuma secara sosial… tapi secara nilai juga.”

Mitha melirik curiga. “Lo jangan main kasar Rev.”

Reva menyeringai. “Nggak akan kasar. Cuma sedikit jebakan akademik.”

Pagi itu, suasana sekolah seperti biasa ramai, penuh tawa, dan bisik-bisik gosip yang belum sepenuhnya mereda. Namun di tengah semua itu, Alina sudah bisa berdiri lebih tegak.

Kevin memang tidak bicara banyak, tapi kehadirannya membawa efek domino. Setelah kejadian di perpustakaan kemarin, banyak yang mulai ragu dengan gosip miring. Beberapa bahkan mulai bersikap netral atau menghindari pembicaraan soal Alina.

Seruni mengedipkan mata pada Alina saat Kevin melambai kecil dari ujung koridor.

“Cowok itu kayak perisai berjalan,” gumam Seruni sambil tersenyum.

Alina hanya membalas dengan senyum malu-malu. “Dia cuma baik.”

Jam Istirahat – Di Atas Tangga Belakang Sekolah

Tempat itu jarang dilewati siswa. Sepi dan sedikit berdebu, tapi justru di sanalah Kevin mengajak Alina duduk hanya mereka berdua.

“Maaf kalau tempatnya nggak nyaman,” kata Kevin sambil duduk di anak tangga paling atas, menyandarkan tubuhnya ke dinding. “Tapi dari sini, kita bisa lihat hampir seluruh lapangan.”

Alina duduk di sampingnya. “Aku suka seperti ini, tenang dan damai.”

Mereka terdiam beberapa saat, lalu Kevin menoleh.

“Kamu tahu nggak, waktu kamu pertama kali masuk sekolah ini, semua orang langsung ngomongin kamu?”

“Aku tahu,” jawab Alina pelan. “Dan itu nggak enak.”

“Tapi kamu tahan. Kamu nggak nangis, nggak marah, bahkan masih bisa senyum. Gue kagum sama kamu.”

Alina menunduk. “Aku belajar dari mamaku. Kalau kamu nggak bisa kontrol apa yang orang lain pikirkan, ya kontrol aja reaksimu.”

Kevin mengangguk perlahan. “Hmm sangat bijak.”

Lalu, dengan ragu, ia berkata,

“Waktu kamu like beberapa foto gue di I*******m jujur, gue kaget.”

Wajah Alina langsung merah. “Itu... itu nggak sengaja. Maksudku, aku scroll-scroll terus... eh, kepencet.”

Kevin tertawa pelan. “Tenang aja, gue senang kok. Jadi tahu kamu itu ternyata perhatian.”

Alina mencubit pelan lengannya sendiri. “Aduh... malu banget ngomongin ini.”

“Tapi ya,” Kevin melanjutkan, kali ini lebih serius, “itu jadi momen gue sadar, ternyata kamu bukan cuma ‘siswi baru yang pintar’ di mata gue.”

Alina mendongak. “Lalu aku apa?”

Kevin mengusap tengkuknya yang mulai berkeringat. “Seseorang yang bikin detak jantung gue nggak normal.”

Alina membeku. Dunia seakan berhenti beberapa detik.

Ia menatap Kevin dalam diam.

“Kalau kamu tahu detak jantungku sekarang, mungkin kita punya irama yang sama.”

Kevin menatapnya dengan senyuman ketenangan.

Setelah Sekolah – Halaman Depan

Hari itu Kevin menawarkan untuk mengantar Alina ke gerbang. Biasanya Alina jalan kaki sedikit menjauh agar tidak terlalu mencolok naik mobil mahal, tapi kali ini, Kevin ikut menemani sampai tempat ayah Alina menjemput.

Sepanjang perjalanan, mereka tertawa kecil, membahas guru-guru killer dan momen lucu di kelas. Kevin kadang menirukan suara guru Matematika yang galak, dan Alina sampai terpingkal-pingkal.

“Ayah kamu tahu gue?” tanya Kevin menjelang mereka sampai.

“Belum,” kata Alina. “Tapi aku juga sebenarnya pengin kenalin suatu hari nanti.”

Kevin tersenyum. “Suatu hari ya. Nggak sekarang?”

“Bukan sekarang,” sahut Alina, “tapi mungkin suatu hari nanti itu lebih dekat dari yang kita kira.”

Sebuah mobil hitam berhenti perlahan. Ayah Alina turun sedikit kaca jendela, lalu tersenyum melihat putrinya bersama seorang cowok.

“Teman sekolah?” tanya sang ayah.

“Iya, Yah. Ini Kevin.”

Kevin dengan sopan membungkuk. “Selamat sore, Om.”

Ayah Alina mengangguk, terkesan. “Sopan juga kamu, ya. Hati-hati pulangnya.”

Setelah mobil melaju perlahan meninggalkan gerbang sekolah, Kevin berdiri di pinggir trotoar, menatapnya sampai menghilang di tikungan.

Malam Hari – Chat I*******m

📱 Kevin: “Hari ini seru. Thanks ya udah mau temenin gue ketawa bareng.”

📱 Alina: “Aku yang harusnya bilang makasih. Hari ini kamu menyelamatkan banyak hal.”

📱 Kevin: “Alina.”

📱 Alina: “Ya?”

📱 Kevin: “Gue pengen lebih sering bareng kamu. Gak cuma di tangga belakang sekolah.”

📱 Alina: “Aku juga. Tapi... pelan-pelan ya. Kita nggak harus buru-buru, kan?”

📱 Kevin: “Nggak. Karena yang pelan biasanya lebih lama bertahan.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Crush Sang Kapten Basket   Alina Terkena Fitnah

    Pagi itu, langit Jakarta tampak mendung. Alina berjalan menuju sekolah dengan semangat yang masih tersisa dari momen kemarin, saat Kevin untuk pertama kalinya menemaninya masuk gerbang sekolah. Jantungnya masih bisa merasakan degup bahagia, pipinya sempat memerah kembali kala mengingat cara Kevin menatapnya. Namun pagi itu semua terasa berbeda. Begitu memasuki halaman sekolah, pandangan Kevin yang biasanya hangat kini seakan mengiris tajam. Tatapan itu bukan tatapan yang sama seperti kemarin. Tidak ada lagi senyum tipis yang selama ini diam-diam membuat Alina terpaku. Tak ada anggukan kecil, tak ada sapaan ringan. Kevin berlalu begitu saja dengan acuh dan dingin. Seolah mereka tak pernah saling mengenal sebelum nya. Alina menghentikan langkah. Sejenak ia berpikir, apa yang sedang terjadi? Seruni sudah menunggunya di depan kelas. "Pagi, Lin!" seru Seruni ceria. Tapi raut wajahnya segera berubah saat melihat ekspresi Alina yang kebingungan. "Hey, kamu kenapa? Mukamu kayak abis li

  • Crush Sang Kapten Basket   Serangan Reva dan Perlindungan dari Kevin

    Pagi itu suasana sekolah terasa berbeda. Bisik-bisik mulai terdengar di sepanjang koridor. “Eh, itu yang namanya Alina, kan?” “Iya, yang katanya ngerebut Kevin dari Reva…” “Muka sih polos, tapi kelakuan ternyata manuver ya?” Alina berjalan perlahan di antara kerumunan. Kepalanya tertunduk. Di dalam dadanya, ada rasa asing yang mengganjal: malu, bingung, dan marah dalam hati. Seruni menghampiri dan menarik tangannya masuk ke kelas. “Kamu oke, Lin? kenapa mereka tahu dan menggunjing mu?” “Enggak tahu, Aku bahkan nggak tahu aku salah apa.” “Gosip itu nyebar dari tadi pagi. Katanya kamu suka pamer-pamer kedekatan sama Kevin. Katanya kamu ‘bermuka dua’.” Alina menggeleng cepat. “Aku nggak pernah cerita ke siapa pun. Bahkan ke kamu aja soal perasaanku ke Kevin…” Seruni mengepalkan tangan. “Berarti ini pasti dari Reva!” Siang Hari – Komunitas Perpustakaan Sesi membaca sore hari biasanya menjadi pelarian terbaik Alina. Tapi kali ini, suasana di dalam ruang baca terasa canggung. Ta

  • Crush Sang Kapten Basket   Reva yang Terlalu Posesif

    Pagi itu, sekolah seperti biasa ramai. Koridor dipenuhi siswa berlalu-lalang, suara tawa bersahutan, dan aroma dari kantin mulai menyeruak di udara. Namun bagi Alina, hari ini terasa berbeda. Bukan karena ulangan Bahasa Inggris yang katanya bakal susah, atau tugas sejarah yang menumpuk, tapi karena hatinya masih menggantung pada percakapan singkat kemarin dengan Kevin. “Ternyata kamu lebih dari yang terlihat.” Kalimat itu terus terngiang. Bahkan saat ia sedang mengisi air di botol minum sekolahnya, pipinya kembali merona saat teringat bagaimana Kevin menatapnya. “Alin, kamu tuh kenapa sih? Senyum-senyum sendiri dari tadi,” Seruni menyikut pelan. Alina hanya menggeleng, canggung. “Nggak apa-apa Run, cuma lagi ingat sesuatu aja.” “Kemarin kamu bareng Kevin. Hari ini senyum terus. Aku mulai yakin kamu nggak cuma suka baca, tapi juga suka berimajinasi,” Seruni tertawa geli. Alina ikut tertawa. “Iya deh, iya. Tapi serius, dia ternyata nggak se-cuek yang aku kira. Ada sisi dia yang l

  • Crush Sang Kapten Basket   Berjalan Berdampingan dengan Kevin

    Langit malam di Jakarta begitu tenang. Di kamar yang rapi dan penuh dengan rak buku, Alina duduk bersila di tempat tidur dengan lampu belajar menyala temaram. Ponselnya berada dalam genggaman, awalnya ia hanya berniat membuka Instagram untuk mencari akun komunitas pecinta buku yang sempat direkomendasikan oleh kakak kelas tadi siang.Namun, entah bagaimana, jari-jarinya malah mengetik:kevinDan…Boom!Akun itu benar-benar ada.Profilnya sederhana.Foto profil Kevin adalah dirinya yang sedang duduk di pinggir lapangan basket, mengenakan jersey putih dengan logo sekolah. Tak banyak yang ia unggah (mungkin hanya sekitar 15 foto) tapi semuanya seolah menyimpan pesona tersendiri bagi Alina.Ia menggulir pelan.Foto saat Kevin mengangkat piala bersama tim basket.Foto candid Kevin sedang tertawa di lapangan.Foto close-up hitam putih yang entah siapa yang ambil, namun jelas memamerkan rahangnya yang tegas dan mata tajamnya yang seolah bisa melihat isi hati.Tanpa sadar…Like.Like.Like."

  • Crush Sang Kapten Basket   Cemburu Yang Tak Perlu

    Pagi itu matahari bersinar cerah. Langit biru membentang tanpa awan, seolah menjadi pertanda baik untuk hari yang baru. Alina melangkah keluar dari mobil ayahnya dengan semangat membuncah. Ia memilih turun beberapa meter sebelum gerbang sekolah seperti biasa, tak ingin menarik perhatian. Namun langkahnya kali ini lebih ringan, lebih cepat. Ia bahkan bersenandung pelan dalam hati. Hari ini hari pengumuman nilai ulangan matematika. Mata pelajaran yang paling ditakuti sebagian besar siswa mayoritas, tapi justru salah satu favorit Alina. Di Dalam Kelas “Alina Intan Putri, 98. Nilai tertinggi di kelas,” ucap Pak Rulu, guru matematika mereka, sembari menuliskan hasil ulangan di papan tulis. Alina membeku sejenak. Ia hampir tak percaya mendengar namanya disebut. Seruni yang duduk di sampingnya langsung menepuk pelan bahunya. “Gila! Kamu jenius ya ternyata!” bisik Seruni dengan suara kagum. Alina tersenyum malu. “Ah, nggak juga… cuma kebetulan soalnya nyambung sama materi yang aku suka

  • Crush Sang Kapten Basket   Ikut Ekskul Komunitas Membaca

    Hari itu, langit Jakarta tampak biasa saja. Tapi bagi Alina, hari itu terasa seperti lembar baru. Setelah percakapan singkat di kantin bersama Kevin, pikirannya tidak berhenti memutar ulang tiap detik momen itu. Senyum Kevin sang kapten basket. Tatapan dan cara dia bilang: Kalau ada yang ganggu kamu, bilang aja… Seruni sampai geleng-geleng melihat sahabat barunya yang terus melamun di kelas. “Lin, kamu senyum-senyum sendiri kayak orang jatuh cinta sama karakter anime.” Alina hanya menatap Seruni dengan ekspresi dreamy. “Gimana ya, Seruni dia tuh sangat berbeda.” Seruni bersedekap. “Ya iyalah beda. Dia Kevin, bukan guru matematika kita yang ngasih PR kayak neraka.” Alina tertawa. Tapi di balik tawa itu, muncul ide nekat di kepalanya. Sebuah cara untuk mengenal Kevin lebih dekat, tanpa terkesan terlalu mengejar. Sore Hari, Ruang OSIS dan Papan Ekstrakurikuler Setelah jam pelajaran selesai, Alina dan Seruni sengaja mampir ke papan pengumuman ekskul yang terletak di lorong m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status