Beranda / Romansa / Crush Sang Kapten Basket / Alina Terkena Fitnah

Share

Alina Terkena Fitnah

Penulis: Singacala ID
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-22 17:46:42

Pagi itu, langit Jakarta tampak mendung. Alina berjalan menuju sekolah dengan semangat yang masih tersisa dari momen kemarin, saat Kevin untuk pertama kalinya menemaninya masuk gerbang sekolah. Jantungnya masih bisa merasakan degup bahagia, pipinya sempat memerah kembali kala mengingat cara Kevin menatapnya.

Namun pagi itu semua terasa berbeda.

Begitu memasuki halaman sekolah, pandangan Kevin yang biasanya hangat kini seakan mengiris tajam. Tatapan itu bukan tatapan yang sama seperti kemarin. Tidak ada lagi senyum tipis yang selama ini diam-diam membuat Alina terpaku. Tak ada anggukan kecil, tak ada sapaan ringan.

Kevin berlalu begitu saja dengan acuh dan dingin. Seolah mereka tak pernah saling mengenal sebelum nya.

Alina menghentikan langkah. Sejenak ia berpikir, apa yang sedang terjadi?

Seruni sudah menunggunya di depan kelas.

"Pagi, Lin!" seru Seruni ceria. Tapi raut wajahnya segera berubah saat melihat ekspresi Alina yang kebingungan.

"Hey, kamu kenapa? Mukamu kayak abis lihat hantu..."

Alina menarik napas panjang dan berusaha tersenyum.

"Kevin, dia nggak nyapa aku tadi pagi. Tatapannya terasa berbeda, Seruni. Aku seperti enggak kenal dia lagi."

Seruni mengerutkan kening. Ia baru akan menanggapi ketika suara bisik-bisik dari beberapa siswa mulai terdengar di sekitar mereka.

"Eh, itu Alina kan yang sok kalem padahal—"

"Udah lihat belum chat-nya? Beneran dia ngomong gitu ke Kevin?"

"Makanya, cowok populer juga bisa dibego-begoin ya..."

Alina mulai merasa tidak nyaman. Suasana kelas menjadi terasa berat, bisikan-bisikan menusuknya dari segala arah. Alina mencoba keluar dan menuju melewati kelas Kevin, berharap ia bertemu dengan nya. Matanya mencari Kevin di bangku di kelas nya dan memang dia duduk di sana. Tapi kepala Kevin tertunduk, menatap ponselnya. Tidak menoleh sedikit pun ke arah Alina.

Jam istirahat pertama, Seruni mengajak Alina ke kantin.

Namun bahkan di sana pun, mereka disambut oleh suasana aneh. Tatapan-tatapan tidak biasa, lirikan penuh tuduhan. Alina merasa seperti sedang dihakimi tanpa tahu alasan apa.

"Seruni, aku nggak ngerti sebenarnya ini kenapa, sih?"

Seruni memegang tangan Alina dan menariknya ke bangku paling pojok kantin.

"Oke, aku juga baru lihat barusan di sebuah grup chat WA. Tapi kamu harus tahu, ada screenshot yang katanya dari akun kamu. Isinya sangat enggak enak, Lin. Aku yakin itu bukan kamu kan? tapi semua orang kayaknya percaya."

Seruni menunjukkan ponselnya. Di layar itu, tampak sebuah chat dari akun bernama @alinanovxx_, dengan foto profil yang nyaris identik dengan akun asli Alina.

Isi chatnya sangat menusuk. Kata-kata seperti:

"Kevin mah gampang banget dibodohi. Cuma perlu tatapan manja doang."

"Reva bisa apa sih? Liat aja Kevin sekarang udah kayak hewan peliharaanku."

"Asal aku bisa populer, semua cara halal lah."

Tangan Alina gemetar. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Itu benar bukan aku, Seruni. Aku nggak pernah nulis kayak gitu. Sumpah!"

"Aku tahu. Aku percaya kamu, Lin," jawab Seruni cepat.

"Tapi sekarang, semua anak sekolah udah baca itu. Dan Kevin, mungkin dia juga percaya."

Alina menggeleng. Ia berdiri, tubuhnya limbung.

"Aku harus bicara sama dia. Aku harus jelasin."

Di Lapangan Basket

Kevin sedang berjalan sendiri, menenteng botol airnya, sehabis latihan singkat sebelum pulang sekolah. Alina mengejarnya.

"Kevin! Tunggu...!"

Kevin berhenti. Tapi tak menoleh kepada Alina.

"Kamu kenapa, Kevin? Kenapa berubah tiba-tiba?"

Kevin menoleh perlahan. Tatapannya dingin, suara yang keluar dari bibirnya bahkan lebih dingin dari udara sore itu.

"Aku kira kamu berbeda, Alina."

"Apa maksud kamu? Aku... aku nggak ngerti!"

"Sudah cukup, jangan sok polos!! Kamu pikir aku nggak tahu semua chat itu?"

Alina terpaku, dan suaranya tercekat.

"Itu bukan aku, Kevin. Seseorang, seseorang sudah menjebakku. Itu pastinya akun palsu!"

"Dan kamu pikir aku gampang dibohongi? Kamu pikir aku tipe cowok yang bisa dimainin buat popularitas, ya?"

Air mata mulai menggenang di mata Alina.

"Aku... aku nggak pernah berpikir sejauh itu. Aku cuma kagum sama kamu, Kevin. Beneran..."

"Sayangnya, perasaan itu datang bareng kebohonganmu."

Tanpa berkata lebih, Kevin melangkah pergi, meninggalkan Alina berdiri sendiri di sisi lapangan.

Di Belakang Semua Ini...

Dari balik jendela lantai dua gedung sekolah, Reva berdiri bersama geng-nya. Ia menatap Alina yang menangis di lapangan dengan senyum miring.

"Langkah pertama berhasil. Liat aja, sebentar lagi, dia akan hilang dari radar Kevin. Selamanya."

Apakah Alina akan bisa membuktikan bahwa dia tidak bersalah? Akankah Kevin membuka hatinya untuk kebenaran? Ataukah semua sudah terlambat bagi Alina?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Crush Sang Kapten Basket   Liburan Ke Puncak

    Setelah makan malam selesai dan meja dirapikan, Kevin berdiri sambil membawa tas ranselnya.“Om, Tante, terima kasih banyak sudah mengizinkan saya makan malam di sini. Maaf merepotkan.” Ia menunduk dengan sopan.Ibunya Alina tersenyum ramah.“Ah, nggak usah sungkan begitu, Vin. Datang lagi aja kapan-kapan, rumah ini selalu terbuka buat kamu.”Kevin mengangguk. “Siap, Tante.”Alina yang berdiri di sampingnya, hanya bisa menatap canggung. Pipinya masih merah, apalagi sejak tadi Kevin terus mendapat pujian dari ayahnya.Kevin lalu menyalami ayah Alina.“Terima kasih juga, Om.”Ayah Alina menggenggam tangan Kevin erat, sambil menatapnya serius.“Vin… saya seneng ada teman yang bisa nemenin Alina. Jaga dia baik-baik ya, kalau lagi di luar.”Kevin sempat terkejut dengan tatapan ayahnya yang hangat tapi tegas. Ia mengangguk mantap.“Siap, Om. Saya akan jaga Alina.”Mendengar itu, Alina hampir tersedak napasnya sendiri.“Yaah! Ayah…” protesnya dengan wajah memerah, tangannya mencubit lengan a

  • Crush Sang Kapten Basket   Kevin Semakin Dekat Dengan Keluarga Alina

    Sore itu motor Kevin berhenti tepat di depan rumah Alina. Suara mesin yang pelan membuat ibunya Alina keluar dari teras, beliau tersenyum ramah begitu melihat siapa yang datang. “Eh, Kevin… pulang bareng lagi sama Alina?” sapa ibu dengan nada hangat. Kevin segera turun dari motor, melepas helm dan sedikit membungkukkan badan. “Iya, Tante. Habis latihan basket, saya ngajak Alina nonton sebentar. Semoga nggak apa-apa ya, Tan.” Alina langsung menyela dengan wajah setengah kesal. “Mama, jangan terlalu percaya. Dia itu sebenarnya ngajak aku ke suatu kantin yang rame banget. Masa disebut nonton?” Ibunya tertawa kecil. “Ya namanya juga anak muda, Lin. Jalan bareng itu udah bikin hati seneng kan?” Alina mendengus sambil masuk ke rumah, meninggalkan Kevin dan ibunya di teras. Kevin berdiri kikuk sejenak, tapi ibunya menepuk bahunya dengan lembut. “Kevin, masuk dulu yuk. Kamu kan pasti capek habis main. Minum dulu di dalam ya.” “Wah, boleh banget Tante. Makasih ya.” Kevin pun

  • Crush Sang Kapten Basket   Menonton Langsung Kevin Bertanding

    Di hari berikutnya pagi itu, udara Jakarta masih terasa segar meski matahari sudah mulai meninggi. Kevin datang ke rumah Alina dengan motor vesmet nya. Ia terlihat berbeda dengan seragam basket biru-putih melekat di tubuhnya, ransel di punggung, dan senyum semangat terpancar.“Lin!” panggil Kevin sambil menyalakan klakson pelan.Alina baru saja selesai sarapan dan masih merapikan rambutnya. Begitu keluar, ia sempat menatap Kevin dari kepala sampai kaki.“Wah… pagi-pagi udah full gear gini. Mau kemana?” tanyanya sambil sedikit mengerutkan dahi.Kevin menepuk ranselnya. “Hari ini ada tanding basket. Kamu ikut yuk? Temenin aku.”Awalnya Alina kaget. “Aku? Serius?”“Ya serius lah. Masa aku mau ngajak siapa lagi,” jawab Kevin, matanya menatap penuh harap.Alina tersenyum kecil, sedikit menahan rasa deg-degan. “Yaudah, tunggu sebentar. Aku ambil jaket dulu.”Tak lama kemudian mereka melaju bersama, Alina di bonceng di belakang Kevin. Jalanan kota masih ramai, tapi perjalanan terasa singkat

  • Crush Sang Kapten Basket   Kevin dan Tentang Masalahnya

    Di hari berikutnya Kevin tak ada kabar, padahal Alina menunggu kedatangan nya kembali. Alina berinisiatif menanyakan kabar nya pagi hari itu.Pagi menjelang siang, udara liburan masih segar. Alina baru saja selesai sarapan ketika ponselnya bergetar di meja.Pesan dari Kevin.“Maaf kemarin nggak datang kerumahmu, aku lagi pusing banget, Lin.”Alina mengerutkan kening. Pusing? Dia ingat, Kevin bukan tipe orang yang gampang mengeluh.Ia mengetik cepat.Alina: “Kenapa? kamu sakit?”Kevin: “Bukan, ini tentang masalah keluarga.”Alina: “Cerita aja Kev. Mungkin aku nggak bisa bantu banyak, tapi aku mau mendengarkanmu.”Butuh beberapa menit sebelum balasan.Kevin: “Pamanku mau jual rumah kami. Rumah ini peninggalan almarhum ayah dan ibu, tentunya aku sama kakakku nggak mau.”Alina seketika tertegun. Tangannya berhenti mengetik di atas layar ponsel. Ia bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan Kevin.Tak sampai lima menit kemudian, Alina meneleponnya.“Kev, ini beneran serius?” suara Alina l

  • Crush Sang Kapten Basket   Hari-hari Bersama Kevin

    Malam itu, setelah Kevin pulang, Alina kembali ke kamarnya. Ia merebahkan diri sambil menatap atap kamarnya, membiarkan pikirannya berkelana. Entah kenapa, wajah Kevin yang tadi tersenyum sambil bercanda di jalan pulang masih terbayang jelas. Tapi ia cepat-cepat mengalihkan pikirannya, mengingat semua luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.Keesokan harinya, suasana rumah Alina tenang. Ayahnya berangkat kerja, ibunya sibuk di dapur, sementara Alina duduk di teras sambil membaca novel. Udara pagi terasa segar, suara burung bercampur dengan aroma wangi kopi yang diseduh ibunya.Tiba-tiba suara motor kembali terdengar di depan pagar.“Aduh… jangan bilang…” gumam Alina sambil melirik.Dan benar saja, Kevin.Bedanya, kali ini dia membawa dua gelas minuman dingin dan sekantong kertas berlogo toko roti terkenal di kota.Kevin melambai,“Pagi, Lin. Aku nggak ngajak jalan kok, cuma mau nitip sarapan.”Alina menatap curiga.“Nitip sarapan? Itu bahasa lain dari ngajak ketemu kan?”Kevin nyengir,

  • Crush Sang Kapten Basket   Momen Indah Bersama Kevin

    Motor Kevin melaju menembus jalanan Jakarta yang sore itu tak terlalu macet. Mereka melewati beberapa jalan kecil hingga akhirnya keluar di sebuah kawasan yang terasa berbeda dari hiruk-pikuk kota. Pepohonan rindang menaungi jalan, udara lebih sejuk, dan di kejauhan mulai terlihat kilauan air yang memantulkan cahaya matahari senja.Begitu mereka sampai, Alina langsung tertegun. Di hadapannya terbentang sebuah waduk luas dengan air yang tenang. Di sekelilingnya, pepohonan hijau berjajar, burung-burung sesekali melintas, dan angin membawa aroma segar yang jarang ia rasakan di tengah padatnya kota.Kevin memarkir motor di dekat jalan setapak menuju tepian waduk.“Wow…” gumam Alina tanpa sadar, matanya berbinar. “Aku nggak nyangka di Jakarta masih ada tempat kayak gini.”Kevin tersenyum kecil, melepas helmnya dan ikut berjalan di samping Alina.“Banyak yang nggak tahu. Aku nemuin tempat ini pas lagi nyari spot buat latihan lari waktu dulu.”Mereka berjalan pelan di tepi air, sesekali omba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status