Dom sangat mengenal Amanda, Amanda masih sangat muda dan labil. Sebuah celah yang bisa dipengaruhi dengan mudah. Di balik sifat manjanya sebagai anak tunggal sebenarnya Amanda menyukai tantangan dan hal baru, menyenangkan dan pemaaf karena dia pikir orang lain juga akan sama enteng seperti dirinya dalam bertindak dan berpikir. Amanda hanya tidak bisa dipaksa karena dia justru akan semakin melawan dan kabur layaknya pemberontak yang nekat.
Sejak dulu Ardi juga sudah sangat mengenal sifat Amanda yang tidak suka dikekang dan mencintai kebebasan dari segala aturan orang tuanya. Karena itu sebagai suami Ardi berkomitmen untuk tetap memberi Amanda kebebasan. Amanda boleh mengikuti kegiatan apapun yang dia suka untuk mengisi kesibukan. Ardi tidak terlalu perduli dengan apa yang dibicarakan orang mengenai istrinya, baginya Amanda adalah istri yang penyayang dan ibu terbaik untuk putri mereka. M
YUK JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YANG GREGET . LUV U....^.^
Hidup Amanda dan Ardi sebenarnya sangat sempurna andai tanpa kehadiran orang ketiga di antara mereka. Ardi baru pulang dan Amanda langsung menyambutnya seperti biasa, menawarkan ditemani makan malam atau mandi dulu karena Ardi pulang agak petang. "Dimana Sisi?" seperti biasa Ardi juga akan langsung menanyakan putri mereka. "Sisi baru naik ke kamarnya." Amanda mendekat untuk membiarkan Ardi menciumnya. "Apa kau sudah makan?" gantian Ardi yang bertanya sambil meraba perut Amanda. Ardi memang selalu perduli bahkan untuk hal-hal sepele bagi Amanda yang kadang kurang memperhatikan. "Sebenarnya aku menunggumu." Amanda balas bergelayut manja di bahu Ardi untuk sedikit dipeluk. "Kita ma
Setelah Dom berjalan pergi ternyata Amanda malah jadi linglung. Amanda mendatangi Dom untuk meminta kebebasannya tapi kenapa sekarang dia malah lebih mencemaskan Ardi lebih dari hari-hari sebelumnya. Amanda bahkan berjalan keluar seperti zombi yang sudah tidak bernyawa, dia juga tidak perduli dengan tatapan Aneh para anak buah Dom yang berpapasan dengannya. Amanda baru keluar dari pintu utama dan masih berdiri di halaman ketika mendengar suara tembakan yang memekakkan telinga, bukan hanya sekali tapi beberapa kali. Jantung Amanda seolah ikut berhenti dan napasnya tercekat di tenggorokan. Dia hanya tahu Dom sangat marah karena pria itu tidak akan meninggalkannya seperti tadi jika bukan karena memang sudah tidak bisa mengendalikan dirinya. Amanda segera masuk ke dalam mobilnya tanpa ingin memikirkan apapun lagi tentang pria itu. Amanda
Dom mengendarai jenis mobil sport yang bisa meluncur seperti peluru dan terus memacu kendaraan tersebut hingga batas maksimal. Dadanya terus berdentam-dentam untuk segera menemukan Amanda. Dom bersumpah akan membawa wanita itu kabur kemanapun asal Amanda mau memilihnya. Dia bisa mengabaikan apapun termasuk sakit hatinya ketika Amanda terus berkhianat dan tidak pernah memegang janjinya untuk setia. Dom menemukan Amanda sedang berjongkok di tepi pagar jembatan dengan tubuhnya yang menggigil. Dom segera menepikan mobil dan menghampirinya. "Kenapa kau di sini?" "Aku tidak tahu." Dom ikut turun untuk memeluk Amanda dari belakang hingga seperti gumpalan dan ikut merasakan tubuh rapuhnya yang bergetar.
Langit yang cerah, debur ombak, dan suara camar seolah menjadi pagi yang sempurna untuk mendapatkan seseorang masih berbaring di sampingnya setelah sepanjang malam mereka habiskan untuk saling bergelung dan berpelukan. Entah sudah berapa lama mereka tidak bisa merasakan kedamaian seperti ini. "Kau sudah bangun?" suaranya serak tapi lembut ketika pria itu baru menyapu helaian rambut di dahi Amanda yang ikut disisir angin pantai ringan. Amanda membuka kelopak matanya perlahan dan masih silau oleh cahaya yang benderang, kisi-kisi dinding kamar mereka juga sudah dibuka lebar untuk membiarkan angin masuk dan bersirkulasi dengan sempurna. Dom sedang tersenyum, senyum yang langsung mengingatkan Amanda pada pria yang telah begitu dia rindukan dalam waktu yang panjang.
Dom juga tidak tahu siapa yang akan datang, tapi bisa siapa saja dan dia jauh lebih sigap karena dirinya sedang bersama Amanda. Dia sedang bersama wanita yang akan dia jaga dengan nyawanya. Otot lengannya meregang kaku dan siaga dengan senjata api di balik pinggangnya. Dia sudah banyak belajar dari kekerasan hidup yang bisa berubah sewaktu-waktu menjadi kekejian. Dirinya masih hidup hingga detik ini juga bukan cuma karena keberuntungan. Dia hidup dari tiap goresan yang telah menjadi saksi di sekujur tubuhnya, bukan dunia yang manis tapi dia memang masih hidup sampai detik ini dan masih belum tahu apa yang kelak akan merenggut sisa napasnya. Andai Amanda mau mendengarkan peringatannya, untuk tetap diam di kamar mungkin bencana ini tidak akan perlu terjadi. Tapi segala sesuatu kadang memang bisa terjadi diluar kendali siapapun meski sering kali dimulai dari hal sepele.
Tidak ada suara kebisingan kecuali hanya suara camar dan debur ombak, tapi jika sebuah letupan peluru terlepas tanpa peredam menembus tengkorak kepala apa suaranya juga akan terdengar sampai ke pulau sebelah. Atau hanya akan ikut hilang terbawa angin sama seperti berbagai kenangan dan namanya yang akan ikut hilang tanpa ada yang mengingat atau merindukannya lagi. Sehebat apapun dirinya sudah pernah melewati berbagai ambang kematian dengan berbagai bentuk luka menganga, tapi sebenarnya Dom tidak pernah tahu hidupnya akan berakhir dengan cara bagaimana. Wanita itu masih menatap tajam dengan ujung logam dingin yang menempel di dahinya, seolah tanpa hati dan pengampunan lagi. Tapi jika memang hidupnya harus berakhir di tangan wanita yang dia cintai, Dom akan rela bila memang itu yang Amanda inginkan. Tidak akan ada yang mencari dan merindukannya lagi karena Dom juga sudah tidak memiliki siapapun yang mengharapkan hidupnya. Amanda adalah cahayanya dalam gelap, setitik warna teran
Kadang memang perlu untuk melihat dunia ini dari sisi yang lain. Tapi bagaimana otak masih bisa berpikir ketika seluruh aliran dari pembuluh darah berkumpul di kepala Amanda yang hampir meledak. Akan selalu ada beberapa sisi sudut pandang dari masing-masing pilihan. Meski ada sisi hatinya memberat tapi otaknya harus tetap berjalan karena dia tahu hal lebih besar apa yang sedang dia perjuangkan. Hari masih pagi ketika Dom melihat Amanda berdiri dengan posisi terbalik meluruskan tubuhnya di dinding kaca. Dom berjongkok di depannya untuk menunggu Amanda menyelesaikan gerakan yoganya. "Apa kau jadi ingin belajar menembak?" tanya Dom tiba-tiba. Amanda segera menurunkan kakinya yang lentur untuk kembali menyentuh lantai dan berdiri normal. "Ya."
SEMBILAN TAHUN YANG LALU Amanda dan Ardi baru melewatkan libur akhir pekan di fila milik keluarga Ardi di kawasan puncak. Karena Amanda yang selalu ribut dengan berbagai pernak-pernik bawaannya yang tidak penting, akhirnya mereka pulang kemalaman setelah kelamaan menunggu Amanda berkemas. Sebenarnya mereka sudah mulai memasuki kawasan pinggiran kota ketika tiba-tiba dihadang oleh gerombolan geng motor yang sepertinya juga baru membuat huru-haran. Amanda sangat ketakutan hingga wajahnya memucat. Anak-anak muda urakan itu juga membawa berbagai senjata mulai gear motor yang mereka ayunkan berputar-putar dengan tali, belati dan bahkan samurai. Mereka menghentikan mobil Ardi dengan barisan motor yang berjejer di tengah jalan. Ardi terpaksa menghentikan mobilnya dengan kondisi lampu depan yang juga masih menyala jadi Amanda bisa melihat jel