Home / Romansa / DENDAM LUKA LAMA / 118. Jauhi dia, Van 3

Share

118. Jauhi dia, Van 3

last update Last Updated: 2025-08-25 14:45:27

Erlangga mendengkus pelan, menyandarkan tubuh ke kursi. Pakdenya makin menjadi setelah kakeknya berada di pihak Erlangga. "Jangan harap dia bisa menyentuh orang-orang yang aku cintai, Ma."

"Hati-hati, Nak." Bu Ambar terlihat sangat cemas. Walaupun dia tahu, Erlangga cukup tangguh selama ini. Dia didewasakan oleh keadaan. Mulai dari menghadapi kasus kakaknya, sampai masalah perusahaan.

Dia persis seperti papanya. Sama keras kepala. Juga sama gilanya kalau sudah jatuh cinta. Untuk itulah Bu Ambar dibawa ke mana-mana kalau Pak Restu pergi. Tapi ini bukan obsesi, dia hanya ingin memastikan bahwa perempuan kesayangannya aman dan baik-baik saja, katanya. Disamping mereka juga dalam pekerjaan yang sama. Semoga nanti, Erlangga tak mengulang kesalahan yang sama seperti dirinya sebagai orang tua. Berjauhan dengan anak-anaknya. Ini poin penting untuk kesalahan mereka di masa lalu.

"Istrimu dokter, Er. Tentu dia nggak akan suka dengan kebiasaan merokokmu ini."

"Ya," jawab Erlangga sambil terseny
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (23)
goodnovel comment avatar
Titin Supriatin
selaluuuu bikin penasaran ceritanya,,pgen cepet2 besok tuh krna nunggu cerita ini thor
goodnovel comment avatar
PiMary
Wahh gmn ini??
goodnovel comment avatar
kim farayaZ
𝒌𝒂 𝒍𝒊𝒔 𝒂𝒌𝒖 𝒅𝒊 𝑮𝑵 𝒊𝒏𝒊 𝒄𝒖𝒎𝒂 𝒎𝒂𝒏𝒕𝒆𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒏𝒐𝒗𝒆𝒍 𝒌𝒎 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒖 𝒃𝒂𝒄𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒉𝒂𝒃𝒊𝒔 𝒌𝒓𝒏 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒖𝒔 𝒊𝒕𝒖 𝒏𝒐𝒗𝒆𝒍𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒂𝒌... 𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒖𝒔 𝒚𝒂 𝒌𝒂𝒌 𝒐𝒕𝒉𝒐𝒓
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DENDAM LUKA LAMA   224. Mengambil Sikap 4

    Sosok dewasa itu turun dari mobilnya setelah Cici muncul di depan pintu. Surprise sekali bagi Cici. Tak menyangka Angkasa rela nyetir sendirian dari Jogja demi mencari rumahnya di Kediri. Orang tua Cici menyambut dengan ramah. Pertemuan dimulai dengan perkenalan. Dan ini sungguh mengejutkan, Cici dan orang tuanya baru tahu kalau Angkasa bukan dari keluarga biasa. Hampir semua keluarganya berprofesi dokter. Pemilik sebuah klinik yang dikelola bersama. Dan lewat video call, Cici berkenalan dengan kedua orang tua Angkasa."Minggu depan, kami sekeluarga akan berkunjung ke rumah Bapak dan Ibu untuk melamar Nak Ciciana." Ucapan mamanya Angkasa sungguh mengejutkan.Tanpa bertanya pada Cici, mamanya langsung bilang. "Kami tunggu, Bu."Penantian Cici pada dokter Raka 2,5 tahun, akhirnya terbayar manis dengan kehadiran dokter spesialis bedah jantung yang baru dikenalnya belum lama.🖤LS🖤Semua proses menuju pernikahan begitu cepat. Orang tua Angkasa datang melamar dan langsung membicarakan ha

  • DENDAM LUKA LAMA   223. Mengambil Sikap 3

    "Mas, makasih banyak. Nggak nyangka kita bisa jadi teman selama dua hari ini." Cici memandang Angkasa."Nggak hanya dua hari. Kita bisa jadi teman seterusnya. Saya akan mengunjungimu ke Blitar nanti."Cici tersenyum. Lalu mengulurkan tangan karena ia harus segera naik ke kereta. "Hati-hati. Nanti sesampainya di Blitar kabari.""Ya." Cici kemudian mengikuti porter yang berjalan di depannya. Lalu menoleh sejenak pada Angkasa sebelum ia menjauh.🖤LS🖤Hari-hari berikutnya, Cici makin tertekan. Raka jarang sekali menghubungi. Sekalinya bicara, hanya tentang pekerjaan dan keluh kesah tugas. Tidak pernah menyinggung soal masa depan mereka.Sementara Angkasa semakin gencar mendekati. Ia menanyakan kabar lewat pesan dan telepon. Padahal sebagai dokter bedah, dia juga sangat sibuk. Bahkan mengirim bunga ke kosan Cici,Di titik itu, hati Cici makin terombang-ambing. Angkasa bicara secara terbuka, kalau ingin mengenal lebih jauh dengan Cici. Sedangkan Raka tak memberikan perkembangan apapun. Pa

  • DENDAM LUKA LAMA   222. Mengambil Sikap 2

    "Itu Mbah saya. Beliau sudah nungguin. Sudah sepuh banget beliau, Mas. Umurnya hampir 90 an. Agak pikun, tapi alhamdulillah masih sehat." Cici bicara sambil memperhatikan ke arah rumah."Alhamdulillah. Boleh saya ikut turun?""Eh, jangan, Mas. Saya nanti diomelin sama beliau. Walaupun sudah sepuh, beliau peka sekali hal begini.""Oke. Saya minta nomer ponselnya, ya." Angkasa mengambil ponsel dari konsol box. Cici menyebut nomernya. Setelah itu bersiap untuk turun. "Makasih banyak untuk dinner di angkringannya, Mas."Angkasa tersenyum lebar. Dia menyukai cara Cici berbicara dan bercanda. Asyik dan menyenangkan meski baru juga kenal. Seru gadis itu. Pria itu memperhatikan sampai Cici kembali memandang ke arahnya dan melambaikan tangan. Baru ia meninggalkan tempat itu.Cici mencium tangan neneknya yang duduk menunggu. "Kamu dari mana saja?" tanya sang nenek."Dari Malioboro, Mbah. Jalan-jalan. Yuk, kita masuk." "Siapa mobil yang mengantarmu tadi?" Sambil dibimbing melangkah masuk rumah

  • DENDAM LUKA LAMA   221. Mengambil Sikap 1

    DENDAM - Mengambil Sikap "Hai, Mas." Cici menoleh pada pria jangkung di sebelahnya. Tidak menyangka bertemu lagi dengan dokter itu."Nggak nyangka ketemu sama dokter di sini.""Jangan panggil saya dokter, panggil nama saja," kata Cici.Angkasa tersenyum. "Cici, sendirian?"Cici mengangguk. "Boleh saya ikut duduk.""Silakan!" Cici bergeser. Memberi tempat untuk Angkasa. "Mas, juga sendirian?""Ya," jawab Angkasa dengan raut wajah segar. Dia baru selesai salat Maghrib di mushola yang tak jauh dari tempat Cici berada.Tapi jujur saja, dokter tampan itu memang sengaja jalan-jalan. Siapa tahu bertemu dengan gadis yang ditemuinya kemarin malam. Entah kenapa dia tertarik. Padahal sama sekali tak mengenalnya. Belum tahu juga Cici ini sudah punya kekasih apa belum. Sudah bertunangan atau justru istri orang.Walaupun tidak yakin akan bertemu. Apalagi Malioboro sangat luas dan ramai pengunjung. Terlebih akhir pekan begini. Namun keberuntungan berpihak padanya. Ia bertemu Cici dalam situasi sa

  • DENDAM LUKA LAMA   220. Menanti Janji 3

    Kereta melaju kencang melintas beberapa kota. Sawah, rumah-rumah, dan pepohonan berganti cepat di balik kaca. Ia mengalihkan pandangan, menenggelamkan diri pada pemandangan senja. Jogjakarta baginya bukan sekadar kota asing. Dia sering datang ke sana mengunjungi neneknya.Kali ini ia kembali ke sana, siapa tahu di kota itu ia bisa menemukan jawaban atas dilema dalam hatinya.Tepat jam delapan malam, kereta akhirnya berhenti di Stasiun Tugu. Hiruk-pikuk penumpang yang turun bercampur aroma khas stasiun, bau besi, keringat, dan jajanan kaki lima langsung menyambut. Cici menenteng ranselnya, berjalan keluar bersama arus orang banyak.Udara malam Jogja menyapa dengan hangat. Lampu jalanan berkelip. Namun, baru beberapa langkah keluar stasiun, keributan kecil menarik perhatiannya. Seorang ibu-ibu jatuh dari motor, menabrak pembatas trotoar. Orang-orang berkerumun tapi hanya memandang tanpa berani menyentuh.Cici spontan berlari mendekat.Wanita itu tidak sadarkan diri. Dengan cepat ia memp

  • DENDAM LUKA LAMA   219. Menanti Janji 2

    "Dok, kenapa keliatan suntuk seharian ini?" tanya seorang perawat yang sangat akrab dengannya. Bahkan mereka memang sudah dekat semenjak Cici masih koas di Harapan Sentosa.Cici tersenyum hambar. "Nggak apa-apa.""Jangan bohong. Biasanya kamu cerewet. Pasti ada yang dipikirin.""Kita ke kafe depan sana, yuk. Minum dulu sebelum pulang.""Yuk," jawab perawat bernama Dinda itu.Mereka menyeberang jalan. Kemudian memesan sandwich dan dua gelas jus melon. "Ada apa tiba-tiba dokter pulang kemarin sore?" tanya Dinda."Jangan panggil dokter. Biasa aja kalau di luar.""Oke. Ada masalah apa yang membuatmu murung begitu?""Ada pria yang ingin melamarku, Din.""Dokter Raka?" Dinda memang tahu kedekatan tak biasa antara Cici dan dokter itu.Cici menggeleng. "Bukan. Orang lain, Din.""Lalu ....""Entahlah." Cici diam sejenak, lalu kembali bicara. Kali ini agak lirih dan memandang lurus ke temannya. "Din, menurutmu wajar nggak kalau cewek duluan nanyain kejelasan hubungan?""Ya, wajar aja. Zaman se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status