Share

MARAHNYA SI BUNGSU part 8

last update Last Updated: 2022-10-30 09:40:27

"Sudah jangan berdebat, semuanya duduk dan makan bersama!" bentak Bapak.

Mbak Delia menghentakkan kakinya seperti anak kecil, lalu menatapku dengan tatapan tak suka. Cih, peduli amat.

Kami semua duduk lesehan di lantai, makanan sudah terhidang di sini. Ibu mulai mengambilkan nasi beserta lauknya untuk Bapak.

"Sini biar Ibu ambilkan nasi untukmu, Nak."

Ibu mengulurkan tangannya namun Mas Aron malah memutar bola mata. Ingin rasanya aku colok kedua matanya itu. Tidak sopan banget seperti itu pada Ibu.

"Nggak selera, Bu. Biasanya aku di Jakarta makan makanan yang enak," dalihnya.

"Iya, benar. Kami semua biasanya makan enak. Lah, ini, apaan, Bu. Cuma ayam, sayur bening dan tahu tempe beserta sambal dan lalapannya," sambung Mbak Wisna yang dianggukin oleh suaminya.

"Makan aja apa yang sudah tersedia di sini. Masih bisa makan aja sudah bersyukur. Memangnya dulu kalian makan apa waktu kecil?!" ketus Bapak.

Mas Aron, Mbak Ayu dan Mbak Wisna terdiam dengan ucapan Bapak yang menohok.

Bapak menarik napas lalu mengembuskan kasar. Setelahnya makan tanpa bicara lagi.

"Cici sama Dimas mau ayam goreng?"

Aku menawarkan ayam goreng pada anaknya Mbak Wisna dan Mas Aron. Namun mereka menggelengkan kepala seraya menutup mulutnya tanda tak mau.

"Mau pizza sama spageti, Tante."

Bocah itu berseru dan meloncat-loncat tak bisa diam sampai akhirnya tak sengaja menendang sayur dan juga ayam goreng.

Kutahan napas, lalu mengembuskan kasar. Inikah didikan dari Mbak dan masku kepada anak-anaknya.

Mereka tidak bisa memberikan contoh yang baik. Ingin marah tapi mereka hanya anak kecil, jika didik dengan benar pasti tak akan seperti ini perilakunya. Lingkungan pun memengaruhi perilaku.

"Nenek sama Kakek nggak ada uang, ya, jadinya nggak bisa belikan kami makanan yang enak?" tanya anak Mas Aron yang berumur lima tahun, namun sudah pintar berbicara.

"Uang sudah habis, Nduk," kata Bapak.

"Memangnya tidak dikasih sama Papa? Papa uangnya banyak lho, Kek."

Mas Aron melirik Mbak Delia--istrinya, sementara sang istri terlihat cuek dengan celotehan anaknya.

"Papa nggak ngasih uang tuh ke Kakek dan Nenek," kataku seraya tersenyum sambil melirik orang tuanya.

"Kemarin Oma dan Opa dikasih uang sama Mama dan Papa. Uangnya banyak sekaaliii."

Bocah itu berkata dengan antusias sekali sembari menggerak-gerakan tangannya.

"Oh ... Oma dan Opa habis dikasih uang ya?" tanya Bapak.

Cici menganggukkan kepala tanda mengiyakan pertanyaan Bapak.

Setelahnya semua diam membisu--sibuk dengan pikiran masing-masing. Mungkin ada rasa sedih pada hati kedua orang tuaku. Entah bagaimana dengan perasaan Mas Aron saat ini. Ia memandangi wajah kedua orang tua kami dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

Ibu berkali-kali terdengar menghela napas dan mengusap matanya.

"Bapak sudah selesai makan. Arum, kalau sudah nggak ada yang mau makan sebaiknya kamu taruh di dapur aja makanan itu," kata Bapak dengan datar.

"Iya, Pak," sahutku.

"Habiskan, Bu, makanannya. Nanti biar Arumi yang bereskan ini semua," kataku.

Ibu mengangguk lalu melanjutkan makannya. Sementara saudaraku yang lainnya tak jadi makan, mereka malah sibuk memainkan ponselnya.

Lalu, untuk apa mereka ke sini jika hanya untuk menyakiti perasaan orang tua dan mertua.

"Ibu sudah selesai, Nduk, makannya."

Ibu menaruh piring yang masih menyisakan makanan. Setelahnya Ibu berlalu dari hadapan kami semua.

"Pulang kampung cuma mau nyakitin hati orang tuaku? Mending nggak usah pulang sekalian!" ketusku sambil membenahi piring-piring kotor.

"Ini rumah orang tuaku juga, Rum. Jadi aku berhak mau ke sini kapan aja!" bentak Mbak Ayu.

"Masih menganggap mereka orang tuamu setelah berkali-kali kamu memberikan makanan yang tak layak?" tanyaku sengit.

"Aku nggak sengaja dan nggak tau jika makanan itu sudah basi, Rum! Jangan terlalu dipermasalahkan, kamu kenapa jadi sensi sekali sama kami. Kenapa? Karena sekarang hidup kami sudah enak?" katanya dengan menyilangkan tangan di dada.

"Nggak sengaja, gundulmu!" ucapku kesal.

"Mana sopan santunmu, Rum, terhadap kami Mbak dan masmu!" bentak Mas Aron.

"Manusia kurang ajar kaya kalian masih mau minta diperlakukan dengan sopan, Mas? Jangan mimpi! Biar aku yang lebih muda namun aku berhak bicara tegas dan mengingatkan saudaraku jika berada di jalan yang salah!" tegasku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Marhaeni Aenhy
......... lanjut kk
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIPANDANG RENDAH OLEH SAUDARA SENDIRI   TAMAT part 72

    SERANTANG RENDANG BASI part 72"Gila, ya, kamu. Tega menjual istri sendiri ke klien hanya demi uang!" teriak Meisha pada Pandu."Kamu pikir aku benar-benar masih mau menerimamu, setelah kamu membohongiku, hah? Aku tau semuanya bahwa anak yang sempat kamu kandung itu adalah bukan anakku!" tukas Pandu yang membuat Meisha seketika bungkam."Tidak usah sok suci dan menangis tersedu begitu. Bukankah kamu sendiri suka berganti-ganti pasangan dengan mencari laki-laki kaya? Sekarang aku berbaik hati dengan mencarikanmu laki-laki kaya!" Pandu tertawa puas.Meisha meruntuk kebodohannya sendiri karena begitu percaya dengan semua ucapan manis Pandu.Kini ia menyesali semuanya karena lebih memilih menjadi Pandu dibanding dengan David dulu."Gara-gara kamu aku dapat ancaman dari istri laki-laki itu Pandu!" teriak Meisha."Sebelumnya kamu juga merebutku dari Ayu bukan? Jadi sekarang kenapa kamu mengeluh? Bukankah sebutan pelakor itu memang pantas untuk dirimu, Meisha?" tegas Pandu dengan tangannya m

  • DIPANDANG RENDAH OLEH SAUDARA SENDIRI   ARUMI MELAHIRKAN part 71

    SERANTANG RENDANG BASI part 71"Assalamualaikum."Kedatangan Refaldy bersama dengan keluarga Clara dan juga ustaz serta kiyai, membuat orang-orang di rumah Arumi terlihat bingung.Arumi membuang napas lega dan tersenyum senang melihat suaminya kembali dalam keadaan baik-baik saja."Waalaikumsalam."Semuanya dipersilakan untuk duduk di ruang tamu. Berkumpul bersama seperti sedang menghadiri sebuah rapat penting.Refaldy memeluk Arumi dan mengusap pelan perut Arumi yang membuncit, ia terlihat lega karena mengetahui Arumi baik-baik saja.Ibu dan Bapak serta yang lainnya saling bersalaman dan berkenalan. Lalu Ayu, Ratna dan Devi segera pergi ke dapur untuk membuatkan minuman dan mengeluarkan cemilan untuk dihidangkan."Sedang ada urusan bisnis ya, Nak?" tanya Bapak membuka obrolan lebih dulu."Bukan, Pak. Nanti Refaldy akan jelaskan, tapi untuk itu Refaldy akan menghubungi orang tuaku dulu dan juga Paman Adiwijaya."Dengan lihai jemarinya langsung menelepon orang tua dan juga pamannya unt

  • DIPANDANG RENDAH OLEH SAUDARA SENDIRI   AKIBAT PERBUATAN MUSYRIK part 70

    SERANTANG RENDANG BASI part 70"Di sini sudah kembali aman. Namun ayahmu saat ini sedang kesakitan dan berada di rumah orang jahat itu, kita harus membawa ayahmu kembali pulang untuk diruqyah juga," ucap kiyai."Apakah rumah orang tuaku benar-benar sudah aman, Pak?" tanya Clara memastikan."Insya Allah sudah aman kembali, apa kamu tau di mana rumah wanita itu?" tanya Pak kiyai."Tau, Pak. Ayo saya antarkan. Mama sementara waktu tinggal di rumah Bude dulu ya?" pintanya pada Bude Ning."Iya, Nduk, mamamu lebih baik tinggal bersama Bude dulu agar aman. Sekarang lebih baik cepat-cepat kamu ke rumah gundik itu untuk menyelamatkan papamu!" titah sang Bude.Gegas mereka semua kita pergi dari rumah Pak Darsa. Seruni kini sudah masuk ke dalam mobil Bude dan anaknya.Sementara Clara dan yang lainnya ikut masuk ke dalam mobil Refaldy dan Clara yang akan mengarahkan di mana lokasi Lina saat ini.Dengan berdoa dan mengucapkan bismillah Refaldy mulai melajukan pelan mobilnya, meninggalkan halaman r

  • DIPANDANG RENDAH OLEH SAUDARA SENDIRI   RUQYAH part 69

    SERANTANG RENDANG BASI part 69Devi memungut benda tersebut dan langsung melemparkannya lagi setelah mengetahui itu boneka dengan banyak darah."Siapa yang melemparkan ini ke dalam rumah?" gumam Arumi."Apa ada maling yang masuk, Rum?" tanya Ratna."Nggak mungkin sih ada maling yang masuk, soalnya perkomplekan ini dijaga dengan sangat ketat sekali," ujarnya."Lalu ini?" tanya Devi bingung."Kita mengaji bersama saja untuk mengusir bala!" ajak Arumi.Arumi memanggil Bapak dan Ibu untuk ikut mengaji bersama di ruang tamu. Setelah berkumpul dan mengambil wudu kini mereka mengaji bersama.Arumi tak bilang jika ada seseorang yang melemparkan batu dan boneka penuh darah ke dalam rumahnya pada kedua orang tuanya.Pecahan kaca jendela yang berserakan langsung dibereskan oleh ART dan Arumi beralibi kalau ia tak sengaja melemparkan sesuatu ke kaca, karena ada kecoa yang terbang.Arumi juga sudah mengirim pesan pada Refaldy dan Clara, bahwa rumahnya dapat teror. Mungkin saja itu teror dari ilmu

  • DIPANDANG RENDAH OLEH SAUDARA SENDIRI   TEROR part 68

    SERANTANG RENDANG BASI part 68Seruni memeluk Clara erat sekali, bahkan tangannya mencengkram Clara dengan sangat kuat karena ketakutan yang berlebihan."Ma, jangan seperti ini, Ma."Clara meringis kesakitan karena Seruni semakin lama semakin mencengkram kuat lengan Clara.Clara menepis kasar tangan Seruni karena lengannya perih, kuku Seruni menusuk ke kulit lengan Clara.Kini bola mata Seruni semuanya tampak memutih, kepalanya mendongak ke atas dengan gigi yang gemeretak.Di keadaan seperti ini Clara tidak tahu harus berbuat apa. Ia berusaha mendekati Seruni lagi namun dengan sangat cepat tangan Seruni mencekik lehernya hingga ia kesulitan bernapas."Mati!" pekik Seruni sambil terus mencekik Clara.Sebisa mungkin Clara berusaha melepaskan cekikan Seruni dan membaca doa semampu yang ia bisa dan ia hafal."Aaarrgghh!" teriak Seruni sambil menutup kedua telinganya.Setelah berteriak sangat kencang perlahan tubuh Seruni melemah, pandangannya mengabur lalu jatuh pingsan.Terlepas dari ce

  • DIPANDANG RENDAH OLEH SAUDARA SENDIRI   RUMAH TERJUAL/ADA POCONG part 67

    SERANTANG RENDANG BASI part 67Mami Delia meminta Sesil untuk menurunkan uang denda yang ia minta. Namun Sesil tak pedulikan itu, ia tetap pada pendiriannya meminta denda dengan jumlah lima milyar.Gugatan cerai pun sudah ia layangkan ke pengadilan agama dengan membawa bukti dan saksi. Delia terlihat frustasi dengan keadaan yang sekarang ia jalani.Anak dibawa oleh mantan suaminya serta papinya tidak mau lagi ikut campur permasalahan yang sudah ia buat.Tanpa rasa malu ia menghubungi Aron dan meminta uang untuk membantunya membayarkan denda, namun ditolak mentah-mentah oleh Aron.Lalu ia menghubungi Erik untuk membantunya membayarkan denda tersebut."Semua ini juga karena kecerobohanmu!" tukas Delia."Bantu aku untuk membayarkan denda dari istri sintingmu itu. Lagi pula istrimu itu kemaruk harta, dia memakai cara seperti ini untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Dasar miskin!" ketusnya."Aku akan bayarkan dendamu. Tapi kamu harus mau menjadi istriku!" ujar Erik."Tak masalah." Deli

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status