Share

DUA ISTRI CEO
DUA ISTRI CEO
Penulis: Silver Eyes

1. Dipaksa Menikah

"Adam, dengarkan! Nikahi Maya secepatnya atau kamu akan kehilangan semua warisan!" bentak Tuan Paul kepada Adam, putra semata wayangnya. 

Maya adalah sekretaris Adam, sekaligus tunangan Adam sejak kecil. Dia anak dari kawan Tuan Paul yang meninggal karena kecelakaan dua bulan lalu. Maya kini hidup sebatang kara. Karena itulah, Tuan Paul ingin segera mengambil Maya sebagai menantu sebagaimana beliau janjikan kepada orang tua Maya sejak dulu.

"Ayah, aku tidak bisa! Ayah tahu aku sudah ... ehm ... aku belum ingin menikah, bukan!" Adam mengelak. Hampir saja dia keceplosan bahwa sebenarnya dia mencintai gadis lain, bukan Maya.

Selama ini, Adam memang mengulur waktu untuk menikahi Maya dengan satu alasan. Dia menunggu ayahnya meninggal, agar dia tetap mendapatkan warisan tanpa harus menikahi Maya. Dengan demikian, Adam akan bisa menikahi kekasihnya, Sabrina.

Sang ayah tentu tidak bodoh. Beliau tahu maksud Adam mengulur-ulur pernikahannya. Karena itulah, beliau bertekad untuk memaksa Adam menikah sebelum ajal menjemputnya.

"Terserah kamu! Nikahi Maya segera, atau semuanya melayang! Aku tak akan segan-segan memberikan semua hartaku kepada Maya!" ancam Tuan Paul sambil menggebrak meja. 

Di tangan beliau, sudah siap surat pengalihan kepemilikan harta untuk Maya yang belum ditandatangani. Tuan Paul hanya ingin menggertak anaknya. Beliau tak ingin kalah oleh tipu muslihat putra semata wayangnya.

Senyum sinis mengembang di wajah Tuan Paul. "Kuberi kau waktu sepekan saja untuk merealisasikan semua ini!"

Tuan Paul mengangkat kertas di tangan beliau dan menunjukkan isinya kepada Adam seraya berkata lagi, "Kamu tahu bahwa aku serius. Sangat serius!"

Mata Adam terbelalak. Dia sangat tahu maksud sang ayah. Bila dalam sepekan dia tidak menikahi Maya, maka semua harta akan ayah limpahkan pada Maya. Adam meremas rambut gelapnya hingga tak rapi lagi. Mata gelapnya yang tajam tak mampu menatap sang ayah karena dia tahu posisinya begitu lemah. Rahangnya mengeras, berpikir keras bagaimana cara keluar dari masalahnya saat ini. Sayangnya, dia sangat tahu itu tidak mungkin.

Adam mengumpat dalam hati. Dia hanya memandangi ayahnya yang berlalu dari ruangannya dengan mata penuh amarah. Seandainya ibunya masih ada, pasti kejadian seperti ini tak akan pernah terjadi. Dengan marah, Adam membanting cangkir kopi di mejanya. Lantai marmer berwarna terang di ruangan tersebut ternoda oleh tumpahan kopi dan pecahan cangkir yang berserakan.

Tak lama, seorang gadis berwajah oval memasuki ruangan Adam. Wajah putihnya yang bermake-up tipis tampak serius dan panik. Rambut gelap panjangnya berkibar cantik mengikuti gerakan tubuhnya yang tergesa-gesa. 

"Pak Adam, baik-baik saja?" tanyanya dengan ekspresi khawatir yang tulus. Walaupun gadis itu sedang berbicara dengan tunangannya sendiri, tapi di kantor, dia akan tetap saja memanggil Adam dengan sebutan Pak Adam.

"Tanganku licin! Maaf jadi ngerepotin kamu, Maya!" Adam memaksakan senyum di wajahnya. Pria jangkung berperawakan atletis itu tak ingin Maya tahu bahwa dia sedang ada masalah dengan ayahnya. Bila sampai Maya mengetahui hal ini, Adam sangat yakin wanita berkaki jenjang di hadapannya tak akan melepaskan kesempatan untuk menguasai harta ayahnya. 

Manusia mana yang tak punya nafsu akan harta? Karena itulah, Adam sangat yakin, walau penampilan Maya bagai bidadari, pastilah dia juga memiliki sisi buruk.

Adam mengamati Maya yang tampak serius membersihkan lantai dengan kain lap. Tanpa sengaja, jemari Maya terkena pecahan beling dan membuatnya berseru. "Aaah!"

"Maya! Nggak apa-apa?" tanya Adam refleks.

Maya menggeleng. Namun, Adam meraih jari telunjuk Maya yang terluka, kemudian menjilat dan mengisapnya. Hati Maya yang polos, tentu saja berdesir dibuatnya. Walaupun pria tampan itu adalah tunangannya, tetapi mereka belum pernah bersentuhan sama sekali selain berjabat tangan. Saat ini, muka Maya merona karena tindakan Adam.

Adam kemudian mengambil kotak pertolongan pertama dan membalut luka kecil di jari telunjuk kanan Maya dengan plester. "Selesai! Kamu istirahat saja. Aku beresin sendiri kekacauan ini!" ujar Adam yang kini memang semakin terkesan sangat perhatian.

Hati Maya berbunga-bunga atas perhatian Adam yang lebih dari biasanya. Dia pun tersenyum, "Nggak apa-apa, Pak! Biar saya saja!"

"Panggil aku Adam! Aku calon suami kamu!" sanggah Adam dengan senyuman sandiwara yang semakin dia olesi dengan madu. "Kamu ada waktu malam ini? Aku mau ngobrol penting!"

Begitulah, Adam memutuskan untuk menuruti permintaan sang ayah. Tak mungkin dia membiarkan Maya yang bukan siapa-siapa menguasai harta yang seharusnya adalah miliknya. Malam ini juga, dia akan melamar Maya dengan lamaran yang paling romantis yang pernah ada dalam bayangan seorang wanita.

***

Sepekan setelahnya, Adam menikahi Maya. Dia memperlakukan Maya sebagaimana seorang kekasih yang benar-benar dia cintai. Seperti halnya malam ini, malam pertama mereka. Malam yang sangat dinantikan Maya sekaligus membuatnya berdebar-debar.

"Minumlah, ini ramuan penambah stamina dari bibiku. Aku sudah minum satu takaran tadi. Sebaiknya kamu juga meminumnya," ujar Adam pada istrinya yang baru saja selesai mandi. Sang istri pun hanya mengangguk tersipu menuruti semua yang diperintahkan suaminya.

Sebenarnya, Adam sangat tidak ingin menyentuh Maya. Kecantikan dan harum mawar yang menguar dari tubuh Maya tidak membuat Adam tergoda. Namun, perkataan terakhir ayahnya membuat Adam kembali takut.

"Perlakukan Maya dengan baik. Atau kau akan menyesal!" ujar Tuan Paul saat akan berpisah dengan anaknya. "Aku akan memproses pengalihan harta milikku ke namamu setelah anak pertama kalian lahir."

Begitulah ancaman Tuan Paul yang selalu berhasil membuat Adam ketakutan. Sehingga, mau tak mau, dia harus menyentuh dan memperlakukan Maya sebagaimana mestinya agar bencana kemiskinan tidak menimpanya.

Karena itulah, saat ini, kecupan lembut Adam mendarat di kening sang istri. Bisikan dan rayuan penuh kasih keluar dari bibir pria itu.

"Kamu begitu cantik ...," rayu Adam sambil mengamati wajah Maya yang berbentuk bulat telur dan putih bersih tanpa riasan. Ditatapnya bibir Maya yang ranum tanpa dengan mata sayu menggelap. Kemudian dipagutnya bibir manis itu dengan lembut. Namun, lama kelamaan semakin bersemangat.

Saat ini, siapa pun yang melihat Adam, memang akan tampak seperti seorang suami yang mencintai istrinya. Tak tahu apakah dia memang seorang aktor yang hebat? Ataukah saat ini dia memang menginginkan wanita yang telah sah menjadi pasangan hidupnya?

Mungkin saja, Adam hanya pria biasa yang tak akan menolak bila disuguhkan hidangan lezat di hadapannya. Sebagaimana saat ini, napasnya yang memburu sudah menunjukkan bagaimana malam ini akan berakhir.

"Matikan lampu, ya?" pinta Maya takut-takut.

"Jangan! Aku ingin melihatmu!" cegah Adam sambil terus melancarkan rayuan dan sentuhan.

"Aku tak ingin kamu lihat aku menangis. Orang bilang, itu sakit sekali," ujar Maya keberatan.

"Aku akan pelan-pelan. Percayalah padaku."

Itulah pembicaraan terakhir mereka. Setelahnya hanyalah desah napas yang mewarnai keheningan kamar. Adam benar-benar memenuhi janjinya kepada Maya. Membuat Maya merasa menjadi pengantin paling bahagia di malam pertamanya. Mereka sudah tak ingat lagi mana langit dan mana daratan. Yang mereka rasakan hanyalah surga. Surga yang letaknya di dunia.

***

Dini hari, ponsel Adam bergetar. Adam tertidur. Padahal dia memiliki rencana lain sebelumnya. Dia tak menyangka harus bekerja keras untuk membuat Maya kelelahan dan tertidur. Berujung kelelahan bagi dirinya sendiri hingga dia terlelap pula setelahnya.

"Gawat! Sabrina pasti marah!" bisik Adam pelan agar tak membangunkan Maya yang masih terlelap. Perlahan, Adam beranjak menjauh dari ranjang hotel tempat dia dan istrinya bersenang-senang tadi.

Dia lalu mengangkat telepon dari Sabrina dan berbisik. "Aku ke kamar kamu sekarang!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status