Home / Mafia / Dalam Rengkuhan Tuan Mafia / Bab 02. Bayaran Atas Dosa

Share

Bab 02. Bayaran Atas Dosa

Author: Mami
last update Last Updated: 2025-12-18 09:58:54

“Segera bersiap.” Hannah, ibu tiri Liv, dia memaksa Liv berdiri.

“Bodoh! Kenapa kau menangis!” ujar ibunya mendorong keras kepala Liv hingga Liv terhuyung.

Geram melihat Liv yang terisak, meratapi nasib tanpa sempat menolak.

“Jangan menangis, Bodoh!” Belum puas menoyor kepala Liv, Hannah mencubit keras tangan Liv.

“Akh. Sakit.” Liv mencicit, menjauhkan tangannya dari genggaman kuat ibu tirinya.

“Pakai gaun ini.” Hannah paksa Liv membuka pakaiannya, mengganti pakaian lusuh Liv dengan gaun

pengantin yang entah dia dapat dari mana.

Tangannya menjulur, menjewer daun telinga Liv. “Sebagai manusia tidak berguna, harusnya kau

bersyukur karena Tuan Dante mau menikahimu!”

Liv meringis, menyentuh telinga yang dipegang tadi.

“Mama bersyukur karena Ayah tidak ditembak.” Surai berminyak milik Liv ditarik paksa oleh Hannah, menyatukannya dalam satu ikatan rambut sebelum dipasangkan veil.

“Setelah kau menikah dengan Tuan Dante, kau tidak boleh melupakan kami.” Gigi Hannah menyatu,

membuat suaranya terdengar penuh penekanan. “Setiap hari kau harus memberikan kami uang, dan

barang-barang branded. Berani kau menolak, habis kau di tanganku.”

“Kau dengar itu, Bodoh?” Satu ikatan rambut Liv, dicengkram kuat oleh Hannah.

“I-iya.” Liv meringis, pejamkan mata begitu rasa sakit dia terima.

“Jangan iya-iya saja!” katanya menampar Liv, lekas menekan rahang Liv. “Kau harus menguras

hartanya, lalu berikan semua hartanya pada kami.”

“Kalau saja Ayah tidak menyerahkanmu pada Tuan Dante, kau tidak akan hidup enak dengan menjadi Nyonya Greyson!” Hannah melanjutkan.

Kebahagiaan datang setelah mendengar sendiri di balik pintu kamar masing-masing pembicaraan

Kane dan Dante, sebelum Kane memberi perintah untuk mempersiapkan Liv sebagai mempelai wanita.

“Ayo keluar.” Hailey menarik paksa Liv, membuat Liv jalan sempoyongan karena tingginya heels

yang ia kenakan.

“Tuan.” Hannah memasang senyum lebar, terlalu lebar untuk dikatakan sebagai ibu yang telah

menumbalkan anaknya.

Sedangkan Liv hanya menunduk, hindari tatap tajam dari iris biru Dante. Walau tanpa Liv lihat pun

dia merasakan betapa menusuknya tatapan pria itu.

“Pengantinnya sudah siap.” Diam-diam Hannah mencubit Liv, memberi isyarat agar Liv tidak

menunduk seperti orang bodoh.

Ditekan oleh rasa takut, kecewa, sedih dan marah, membuat seluruh kosa kata di kepala Liv pergi

melanglang buana. Dia tak memiliki kekuatan barang untuk membalas tatapan Dante.

Jiwanya seolah tak memiliki harga. Dia diserahkan begitu saja sebagai bayaran atas dosa yang

ayahnya lakukan. Bahkan mulutnya sendiri tak mampu melontarkan kata sebagai bentuk dari protes.

Liv manusia, dia memiliki harga diri, meski harga dirinya dianggap sampah oleh orang-orang.

Namun, kini, tak hanya harga diri, bahkan raga yang menjadi sisa harapannya dijual tanpa nilai

kepada pria ini.

“Biar kulihat.” Dagu Liv terangkat saat sebuah telunjuk menyentuhnya, buat netra rapuhnya bersinggungan dengan netra tajam Dante.

“Kane. Sepertinya kau ingin merendahkanku.” Suara datarnya menerpa rungi Liv, terdengar adanya

marah di setiap katanya.

Lapisan air mata telah menggenang di pelupuk mata Liv, menahan tangis atas terjualnya harga diri

serta raga yang ia miliki. Direndahkan bagai sampah di depan orang-orang. Mereka menjadikannya

bahan tontonan, tanpa ada belas kasihan.

“Ck. Kau ingin membayar hutangmu dengan perempuan seperti ini?” Pria itu menilai penampilan

berantakan Liv di balik gaun pengantinnya. “Rasanya aku ingin menangisi hidupku.” Dante terkekeh,

tertawakan nasibnya.

**

Dinding katedral terasa begitu dingin menusuk hingga tulang rusuk, nyaris mengoyak jiwa yang telah

rapuh. Keheningan membuat sumpah yang pendeta utarakan menggema, menggaungkan janji atas

nama Tuhan. Namun, kebohongan menjadi sahutan dari kedua mempelai.

“Sekarang, hidupmu adalah milikku.” Suara berat Dante membisik di sisi telinga Liv.

Usai pendeta meminta bibir mereka untuk bertaut— menyatukan janji yang telah mereka lontarkan.

Jemari Dante menyelip di surai Liv, menarik lebih dekat wajah gadis itu, sebelum bibir mereka

bertemu.

Lidah Dante menyesap kasar bibir Liv, giginya menggigit bibir bawah Liv. Rasa asin pun menyapu

lidah Dante. Cairan merah keluar dari bibir Liv, jejak gigitan Dante tertera di sana.

Liv mengeluarkan napas usai ciuman mereka terlepas, kepalanya menunduk.

“Selamat, kalian telah resmi menjadi pasangan suami-istri di hadapan Tuhan.” Pendeta membentangkan senyum. Hanya formalitas, sebab matanya sendiri tak menangkap gurat bahagia dari

mempelai.

Tidak ada sahutan, keduanya bungkam sampai pendeta berinisiatif berlalu mendahului mereka.

“Ben, bawa dia.” Dante memberi isyarat agar Liv diseret menuju limousine-nya.

“Liv, ya ampun anak Mama. Mama tidak menyangka kamu akan meninggalkan kami secepat ini.”

Sementara Hannah, memandang pilu dibuat-buat kepergian putri tirinya.

“Bahagia selalu, Kakak! Jangan lupakan aku!” Tangan kakak tirinya berdadah ria, tak lupa deraian air

mata dia persembahkan sebagai bumbu drama.

“Maafkan, Ayah, Liv. Ayah selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”

Kane hampiri putrinya, hendak

bergerak dan mendekap Sang Putri.

Sebelum dekapan mereka terjadi, Dante menarik Liv menjauh dari Kane. Dengan menjadikan Liv

bayaran atas hutangnya, Dante tahu bagaimana hidup Liv di keluarga itu.

“Tidak ada kamera di sini,” kata Dante. “Kau juga bukan aktor.”

Abaikan keluarga Liv yang sibuk memerankan sebagaimana keluarga cemara, Dante mendorong Liv

memasuki limousine-nya tanpa bekas kasih.

**

“Aku tau kau terpaksa menikah denganku.” Dasi yang menggantung di leher Dante dilepaskan.

Seusai pernikahan, keduanya kini berdiri di rumah besar milik Dante.

Telaga birunya membidik istrinya— dingin, menyerupai es.

Takut berubah wujud, Liv berubah tegak. Jantungnya bertalu jauh lebih cepat dari biasanya. Sadar

betul siapa yang kini berdiri satu atap dengannya.

Dante Greyson, pria yang tak segan memotong leher siapapun yang menguji kesabarannya. Pria

dengan tingkat kesabaran setipis tisu dibelah seribu.

Sayangnya, pria itu adalah suaminya.

Telaga biru sebagaimana samudra milik Dante lebih mirip bongkahan es di Antartika.

Acap kali pandangan mereka bertemu, Liv merasa membeku.

“Bukankah di dunia ini tidak ada yang gratis?”

Kameja putih semula dikenakan Dante terlepas memperlihatkan tubuh atletisnya.

Dari profil belakang, tonjolan otot Dante begitu keras, sebagai gambaran atas konsistensi olahraganya.

Punggungnya kokoh, seakan tercipta untuk memberi perlindungan, terbentuk sebagaimana perisai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 09. Bayaran

    Telah terpasang sempurna setelan formal di tubuh Dante, membentuk siluet anggun nan gagah yang membungkus tonjolan ototnya.Begitu cermin dia lihat guna pindai diri, ada satu kecacatan di lehernya—dasi—benda itu belum Dante pasang. Telaga birunya dilempar pada insan yang membantunya bersiap pagi ini—sang istri—dia menatap kagum sosoknya yang berwibawa dalam bungkusan setelan formal."Did I look handsome, My Lady?" Dia membalikkan badan, perlihatkan betapa menawannya dirinya.Labium Lib mengukir senyum kagum. Tertera di telaga almondnya binar kagum untuk sang pria. "Everytime," sahut Liv. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, adalah kesempurnaan dari Dante Greyson. Pria itu diciptakan tanpa sedikitpun celah, seolah dewa dari Yunani.Dalam wajah datar kendati telah diberi pujian, Dante berkata, "Kau tidak merasa ada yang kurang?"Bibir Liv mengkerut, perhatikan lagi penampilan Dante—cari celah dari kesempurnaan yang telah tercipta. Lekas tatapannya mengacu pada leher yang kosong."Ah,

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 08. Martabat Nyonya Greyson

    Di ujung ranjang, sosoknya duduk diam dengan kepala menunduk. Bola matanya terus bergulir ke kanan dan kiri, selama tidak berpusat pada seseorang yang baru membuka setelan kerjanya. Acap kali hidungnya mengembus aroma black opium dari pria ini, ingatan akan malam panas penuh gairah kemarin menyelinap. Memorinya masih menyimpan bagaimana perlakuan pria itu. Sentuhan-sentuhan lembutnya membekas begitu lekat. Terkadang, Liv merasa malu dalam diamnya. Selama dirinya hidup, tidak ada satupun pria menyentuhnya.Ujung sepatu Dante mengetuk. Alas sepatu warna merah sebagai simbol kekuasaannya membunyikan ketukan intimidatif.Lama waktu berselang, buat hening meraja di dalam kamar, Dante baru bersuara, "Aku lihat-lihat kau sering sekali melamun."Ujung telunjuk pria itu menggerakkan dagu Liv, agar kepala wanitanya tidak selalu menunduk."Aku mengerti." Kala bibirnya mengetukkan kata, aroma mint dari mulutnya terembus begitu segar di wajah Liv. "Sulit bagimu beradaptasi di duniaku. Tapi ada s

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 07. Sentuhan Hangat Malam Bersalju

    Semua insan telah terlelap dalam dunia mimpi begitu malam bertandang menyapa dunia. Seluruh pencahayaan buatan di dalam mansion tergantikan oleh suasana gelap gulita. Tujuannya jelas bukan untuk menghemat listrik, melainkan memberi ketenangan untuk para insan menjemput mimpi indahnya. Menyisakan seorang perempuan di sisi mansion yang ditempati air mancur. Hanya dengan selimut tipis mendekap diri, dia berdiri perhatikan setiap tetesan air yang dihancurkan mesin air mancur. Greyson’s mansion, semula Liv menganggap neraka yang akan memberinya lebih banyak luka, rupanya dapat menjadi tempat untuk Liv mencari tenang, seperti di taman tanpa bunga ini. “Sepertinya kau senang sekali dengan suhu dingin.” Liv menoleh mendengar suara Dante. Kemeja putih dihiasi galter belt di lengan atas Dante menambah karisma lelaki itu. Sorot cahaya amber menerpa tubuh Dante, melukiskan siluet yang menambah detail proporsi tubuh tegap lelaki itu. “Tuan?” Liv melirih, menyebut panggilan suaminya. Untuk

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 06. Luka di Balik Dinding Megah

    “Makanlah.” Sepiring steak dan mashed potatoes Dante serahkan pada istrinya.Senyum tipis terbentang di wajah Liv. Rasanya masih mimpi bahwa Dante sangat jauh dari rumornya. Dia memiliki sisi yang tidak pernah dilihat orang lain, tak terkecuali ayahnya.Padahal, Dante sewaktu menagih hutang pada ayahnya, dia berperan bagai malaikat maut. Namun, yang ada di depannya sekarang menyerupai malaikat baik.“Terima kasih.” Sendok dan pisau, Liv genggam, gunakan kedua benda tersebut untuk memotong daging.Sepotong daging panggang menyapa indera pengecap Liv. Jus yang keluar dari daging panggang menari-nari di lidah, membuatnya tanpa sadar memekik kecil karena rasa makanan yang tak pernah dia rasakan.Dante mengernyit. Adalah pertanyaan baginya melihat Liv yang seolah baru pertama kali makan daging panggang. Walau Dante tahu dari keluarga mana Liv berasal. Hal itu menumbuhkan kesimpulan; apakah Kane membedakan perlakuan Liv dengan putrinya yang lain?“Kau bisa tersedak jika seperti itu cara

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 05. Nyonya Rumah Alias Pelacur

    Mentari tak lagi menempati singgasana, cahaya keemasan di cakrawala telah turun, berganti dengan kegelapan ditaburi bintang. Semilir angin malam terasa begitu dingin malam itu, menembus kehangatan yang Liv harapkan dari sehelai selimut. Di balkon kamar, sosoknya nikmati kesejukan malam. Berhubung ini musim dingin, entah mengapa, melihat salju turun dari langit, selalu membuat benak Liv terasa hangat. Hangat oleh memori yang dulu selalu menghiburnya. "Aku kangen Mama." Dia membisik, bisikannya dibawa angin malam yang telah menurunkan salju. Senyap bagi sebagian orang adalah suasana yang membosankan, lain halnya dengan Liv, dia sangat mendambakan keheningan. Baginya, hening adalah ketenangan yang membuat jiwanya merasa pulang. Drrt drrrt. Getaran dari benda pipih di dalam saku piyama menyentak Liv. Gadis itu melepaskan pandangan dari salju yang turun lambat, lekas lihat ponsel dengan layar mempersembahkan nama Hailey sebagai ID caller. Liv menarik napas, rasanya enggan menerima tel

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 04. Kesempatan Dalam Kesempitan

    Segala kata telah hanyut di kepala. Ancaman halus Dante bukan malah membuat Liv mampu mengeluarkan suara, justru ia merasakan adanya kelu di lidah. "A-aku ...." Liv ingin mendorong tenggorokannya untuk menjawab Dante. Namun, dia merasa kehadiran batu di sana, buatnya sulit untuk bicara. Pria yang Liv kenal tidak memiliki kesabaran ini, menunggu penuh kesabaran jawabannya. Dia hanya menaikkan alis, selagi Liv utarakan isi kepalanya. "Hmm?" Dante seolah bukan Dante. Dante yang berhadapan dengannya, bagai malaikat yang datang untuk menyelamatkan Liv dari neraka yang merupakan keluarganya. Sangat jauh dengan ekspektasi Liv yang awalnya mengira Liv akan diperlakukan kasar. Atas keberanian yang dipaksa, Liv menjawab dengan suara tersendat-sendat. "Aku ... aku tidak tahu harus berbicara apa." Saat sang dara tengah bingung terhadap situasi yang jauh dari ekspektasi, Dante hanya menatap lamat. Tidak ada secercah pun emosi dari pendaran matanya, membuat Liv sulit menebak isi kepala Dante

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status