Share

Bab 6 - Kehilangan

Davina setengah berlari menyusul langkah cepat Lucas. Keduanya masuk ke ruang rawat VIP, di mana hanya ada satu ranjang besar. Sosok pria tua yang lemah terbaring di sana didampingi wanita yang menatap sedih sambil sesekali menyeka air mata di pipinya.

"Ma," panggil Lucas, membuat wanita tersebut menoleh. "Bagaimana kondisi Kakek?"

Ia menghampiri ibunya yang sejak lepas dari acara pesta pernikahan langsung kembali ke rumah sakit.

"Sayang." Maria menyambut putra semata wayangnya. Memeluk erat tubuh tinggi itu sambil menepuk pundaknya lembut. “Kakek–”

Ucapan Maria terhenti begitu melihat sosok wanita yang berdiri di samping putranya. Wajah ramah itu seketika berubah, berganti dengan tatapan marah dan sinis.

"Apa yang dilakukan wanita ini di sini?" sentak Maria.

Davina terkejut dan mundur satu langkah ketika ia ingin menghampiri Ibu mertuanya. Ia tak pernah menyangka sambutan yang diterimanya sangatlah jauh dari kata ramah. Wanita anggun itu tampak membencinya dengan sepenuh hati.

"Maria, kenapa kamu bersikap kasar pada menantumu?" tegur sosok pria tua yang berbaring di ranjang, membuat Maria menggertakkan gigi, lalu membuang muka tanpa mengatakan apa pun lagi.

"Kemari, Nak." Benjamin—tetua dari keluarga Dawson itu melambaikan tangannya ke arah Davina, memintanya untuk mendekat.

Davina melirik takut ke arah wajah ibu mertuanya yang tampak enggan untuk bahkan meliriknya. Namun, sebuah dorongan di punggungnya, yaitu tangan Lucas, membuat Davina menguatkan diri untuk melangkahkan kaki mendekati ranjang.

"Eleana, apa kabarmu, Nak? Maaf bila Kakek tidak bisa hadir di acara pernikahan kalian," tutur kakek lembut. Ia tersenyum ramah untuk menyambut cucu menantunya itu.

Davina mengulas senyum manis untuk membalas ketulusan dari satu-satunya orang yang menyambutnya dalam keluarga ini. "Tak apa, Kek. Aku yakin, Kakek pasti mengirimkan doa terbaik untuk pernikahan kami."

Tuan Benjamin tersenyum puas melihat sosok istri dari cucunya ini ternyata sangat lembut. "Tentu, Nak. Tentu saja." Ia merasa tidak menyesal telah menjodohkan Lucas dengan anak dari keluarga Carter yang sangat cantik dan juga memiliki tutur kata yang santun.

Mempersilakan Eleana untuk duduk di kursi yang berada di dekat ranjangnya, Tuan Benjamin lanjut berkata, "Aku dan Carter telah bersahabat lama, dan kami tidak ingin hubungan baik ini berakhir. Oleh karena itu, kami berjanji untuk menjodohkan keturunan kami agar persahabatan ini tetap terjalin erat." Pria tua itu menepuk-nepuk pelan punggung tangan Eleana. “Dan kamu serta Lucas … sudah memenuhi harapan kami.”

Melihat percakapan Benjamin dan Davina, Maria memasang wajah tak suka.

Selama ini, Maria menginginkan seorang menantu yang berpendidikan tinggi, cerdas dan elegan. Demikian, saat tahu sang ayah akan menjodohkan Lucas dengan keturunan keluarga Carter dari luar kota, ia adalah orang yang paling menentang keras keputusan itu.

Namun, karena masalah warisan, ditambah dengan kenyataan Lucas tidak keberatan, Maria hanya bisa menerima perjodohan ini dengan tangan terbuka.

Mendadak, Maria dikejutkan dengan ucapan sang putra, "Ma, aku keluar sebentar ya." Tampak pria tersebut ingin memeriksa ponselnya yang terus bergetar sejak beberapa menit yang lalu.

"Mama ikut," pungkas Maria. "Mama tidak ingin berlama-lama disini, napas Mama sesak karena menghirup udara kotor dan bau," cemoohnya, membuat Davina yang mendengarnya agak tersentak.

Lucas sendiri tidak banyak berkomentar dan keluar dari ruangan bersama sang ibu.

Setelah kepergian keduanya, Benjamin menatap Davina. “Abaikan Maria. Dia hanya tidak menerimamu karena masih belum mengenalmu. Seiring waktu, terutama dengan sifatmu yang begitu menyenangkan, aku yakin dia akan menyukaimu.”

Davina memaksakan sebuah senyuman. “Aku mengerti, Kakek.”

Jujur, Davina tidak berharap banyak dalam pernikahan ini. Bahkan, dia sudah membayangkan seisi keluarga Dawson akan merendahkannya. Akan tetapi, setelah bertemu dan mendengar ucapan Benjamin, dia bertekad untuk berusaha sebaik mungkin untuk menjadi menantu dan istri yang baik.

Namun, tetap saja … Davina tidak bisa lupa kenyataan bahwa pernikahan ini juga berbahaya untuk dirinya.

‘Kalau dia tahu aku bukan Eleana, Kakek Benjamin pasti tidak akan bersikap seperti ini,’ batinnya.

Melihat ekspresi Davina yang agak sendu, Benjamin berkata, "Nak, kakek mengerti bila kamu sulit untuk menerima perjodohan ini. Apalagi pernikahan kalian dilaksanakan secara mendadak.” Dengan napas yang tersengal-sengal, Tuan Benjamin mengutarakan pesan untuk cucu menantunya, "Tapi, Kakek sangat berharap kalian bisa hidup rukun, juga saling mencintai dan mendukung di masa depan."

Dalam hati, Davina tahu ia tidak bisa menjanjikan apa pun. Karena tadi pagi saja, dia sudah melihat pandangan Lucas yang sesungguhnya terhadap pernikahan ini.

Namun, melihat sosok Benjamin yang begitu tak berdaya dan menatapnya penuh harap, Davina hanya bisa berkata, “Aku … berjanji akan melakukan yang terbaik, Kakek.”

“Bagus … itu bagus,” balas Benjamin dengan desah lega. “Demikian, janji terakhir Kakek pada kakekmu telah terlaksana.” Pria itu menatap ke langit-langit dan berujar, “Setelah ini, Kakek bisa beristirahat dengan tenang.”

Mendengar ucapan itu, hati Davina merasa sakit. Apakah tidak masalah membohongi orang seperti ini? Harapan sang kakek adalah Lucas menikah dengan Eleana, tapi yang terjadi adalah … dirinya menggantikan Eleana untuk menjadi istri Lucas.

‘Sungguh kebohongan besar …,’ batin Davina.

Saat Davina memikirkan hal tersebut, mendadak tangannya digenggam erat oleh sosok Benjamin, membuatnya sontak mengangkat pandangan. Tepat di kala itu, Davina pun melihat Benjamin kesulitan bernapas selagi menekan dadanya.

"Kakek! Kakek kenapa?!" seru Davina panik. Karena mesin EKG terus berbunyi nyaring, gadis itu panik dan langsung menekan tombol darurat di kepala ranjang.

Saat melihat dua suster berlari masuk untuk mengecek kondisi pasien diikuti seorang dokter, Davina memohon, “Dokter! Suster! Tolong Kakek!” Wajahnya pucat dan sangat panik.

“Kami akan menanganinya! Tolong Nona keluar dan menunggu!” pinta salah seorang suster seraya berusaha memisahkan tangan Benjamin yang menggenggam tangan Davina.

Hal tersebut membuat Davina merasa tidak tenang. “Tapi–”

PIIIIPP!

Tepat di saat itu, terdengar suara panjang dari arah layar EKG yang menunjukkan garis lurus. Tangan yang sedari tadi menggenggam tangan Davina, tiba-tiba merenggang dan terkulai lemah.

Hal itu membuat Davina membeku.

"Apa yang terjadi?!" Sebuah suara mendadak terdengar. Itu adalah Maria. Lucas mengikuti di belakangnya.

"Pasien perlu penanganan darurat! Keluarga harap menunggu di luar!" usir para suster yang bertugas. Mereka mendorong pihak keluarga agar menunggu di luar kamar.

Berselang beberapa menit, dokter keluar dengan wajah muram. Menatap sejumlah wajah yang memandangnya cemas, dokter itu berkata, “Kami telah melakukan usaha semaksimal mungkin, tetapi … Tuan Dawson telah meninggal dunia.”

Tangis Maria meledak bersama tubuhnya yang luruh—meratap di lantai.

"Ayah …" rintihnya. Seorang saudara yang berada di sampingnya langsung berusaha menenangkannya.

Di sisi lain, tubuh Davina bergetar, terutama tangannya yang seperti masih merasakan kehangatan genggaman Benjamin. Air mata luruh menuruni wajahnya. Tidak pernah dia sangka, pertemuan pertamanya dengan kakek ramah dan baik hati hanya berlangsung singkat.

Dihantui kenyataan bahwa percakapan Davina dengan pria tua itu diselimuti kebohongan, rasa bersalah langsung merasuki hatinya.

Gegas, Davina pun berbalik dan berlari menjauh. Dia masuk ke area tangga darurat, lalu duduk di salah satu anak tangga sembari memeluk lututnya. Air mata gadis itu langsung mengalir semakin deras.

"Kakek … Kakek maafkan aku," rintih Davina dengan suara rendah. “Maaf karena telah berbohong aku adalah Eleana ….”

Davina tahu, dosa atas kebohongan ini, sampai kapan pun tidak akan pernah bisa dia hapuskan. Lagi pula … Benjamin sudah tiada.

Selagi Davina menangis dengan begitu pilu, tidak dia sadari bahwa di balik pintu tangga darurat, bayangan bertubuh tegap tengah bersandar di dinding. Mendengar semua kalimat yang diucapkan sang wanita di sela isak tangis dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup.

Dengan sepasang manik hitam yang menenggelamkan tersebut, sosok itu melirik Davina sesaat sebelum akhirnya berjalan pergi menjauh dari tempat tersebut.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status