"Mas Faisal!" teriakan Rianti dari lantai bawah membuat Faisal tersentak. Dia segera melepaskan pegangannya dari dada Rianti.
Wajah Faisal merah padam karena merasa malu dengan apa yang dia lakukan kepada gadis muda di hadapannya. Faisal mundur hingga menyentuh pintu dan segera berbalik keluar. Pria itu sempat menoleh ke arah Ayu dan melihat raut wajah kecewa gadis itu.
Faisal segera turun ke lantai bawah untuk menemui istrinya. Tetapi di tangga dia baru menyadari jika ada tonjolan yang terlihat jelas di balik sarung yang dia kenakan. Faisal kebingungan bagaimana menidurkan tonjolan tersebut.
Diam-diam Faisal melirik ke arah bawah tangga, ketika melihat keadaan sepi, Pria itu berlari dengan cepat menuju ke kamar mandi pembantu. Dia kunci dengan rapat dan terpaksa meredam 'miliknya' di dalam gayung air.
"Kenapa sih, Mas Faisal lama sekali." sayup-sayup Faisal mendengar keluhan Rianti dari dapur.
Setelah berhasil menenangkan miliknya dan menuntaskan tujuan awal untuk buang air kecil, Faisal keluar dari dalam kamar mandi belakang.
"Loh, Mas. Kamu pakai kamar mandi belakang?" Rianti yang melihat suaminya keluar dari kamar mandi tersebut menjadi terkejut.
"Iya, Dik. Tadi kamar mandi di atas masih dipakai Ayu mandi." sahut Faisal beralasan.
"Duh, kasihannya kamu Mas. Wajahnya sampai merah dan keringatan begini, pasti kebelet banget ya." Rianti tersenyum tipis. Wanita itu dengan lembut mengeringkan butiran keringat di dahi Faisal.
"Kopinya sudah siap, Dik?" Faisal menepis kekikukan dalam hatinya karena rasa bersalah dengan mengalihkan pembicaraan.
"Iya, Mas. Bantuin aku bawa cemilannya ya." Rianti menunjukan kue kering di dalam toples.
Wanita itu kemudian menuju teras depan dengan membawa nampan berisi dua kopi hangat dan seteko besar minuman dingin dengan tiga gelas. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk menyediakan minuman tersebut sambil menanti anggota keluarga yang baru pulang bekerja.
Faisal menyukai bagaimana Rianti begitu memperhatikan keluarganya. Wanita itu tidak pernah berusaha menonjolkan dirinya melebihi suami, meskipun Faisal saat ini sudah berhasil. Rianti tak pernah berubah, selalu menjadi wanita sederhana meskipun mereka sudah bergelimang harta.
Kesuksesan Faisal dalam mengelola bisnisnya, semua karena dukungan dan kesabaran wanita itu. Meskipun diam di rumah dan melakukan aktifitas sederhana dengan kegiatan lingkungan, tetapi Rianti seringkali membantu Faisal untuk menyelesaikan permasalahan di kantor. Tak jarang ide-ide cemerlang Rianti membuat perusahaan yang dikelola dengan Joko anak sulungnya, semakin maju.
"Sebentar, Mas. Aku mau panggil Ayu dulu. Kasihan ini hari pertamanya berkumpul dengan keluarga kita." Rianti meninggalkan Faisal menuju ke lantai atas.
Dia berjalan dengan santai menuju kamar paling belakang. Perlahan Rianti mengetuk kamar Ayu yang masih tertutup.
"Ayu ... sudah selesai mandi, Nduk?"
"Iya, Bi sebentar." Tak lama kemudian Ayu sudah membuka pintu dengan tubuh segar wangi sehabis mandi.
"Duh, kamu memang cantik." Rianti tersenyum senang melihat penampilan Ayu dengan menggunakan kaos dan rok panjang.
"Ayo, ikut Bibi. Kita kalau sore biasanya suka berkumpul di teras depan sambil menanti anak-anak pulang dari kerja." Rianti menggandeng tangan Ayu.
Mereka tiba di teras, Rianti segera duduk di samping suaminya sementara Ayu duduk di hadapan Rianti.
"Ayu mau kopi atau lemon tea?"
"Lemon tea saja, Bi. Biar Ayu tuangkan sendiri." Gadis itu memilih meminum segelas minuman dingin setelah melirik ke arah Faisal.
Peristiwa yang terjadi di antara mereka beberapa saat lalu, tiba-tiba saja membuat seluruh tubuh Ayu terasa gerah. Dia melirik bibir Faisal yang menyeruput kopi dari balik gelas lemon teanya. Masih bisa dia rasakan kehangatan dan kelembutan bibir tipis Faisal di dadanya.
Suara mobil yang baru saja masuk ke dalam rumah dan gerbang yang ditutup, membuat Rianti bergegas berdiri menuju ke pintu depan. Senyuman hangat mengembang di wajahnya melihat kedua anaknya tiba bersamaan.
"Assalamualaikum." Salam terdengar bersamaan dengan kedatangan Joko dan Jelita.
"Walaikumsalam," sahut Rianti bersamaan dengan Ayu dan Faisal.
"Cuci tanganmu dulu ya, nanti ibu perkenalkan dengan anggota baru keluarga kita." Rianti tersenyum hangat menerima ciuman tangan dari kedua anaknya.
"Siapa, Bu?" tanya Joko heran.
"Anak temannya Ayah yang baru meninggal. Cantik loh." Rianti mengerikan mata pada anaknya.
"Cantik mana sama Jelita, Bu?"
"Cantikan kamu tapi banyakan dia." Rianti tertawa melihat kering manja di mata Jelita yang kesal.
"Ayo cuci tanganmu dulu di pancuran depan." Rianti kemudian kembali duduk di samping suaminya, tanpa menyadari ada ketegangan di antara Faisal dan Ayu.
Setelah mencuci tangan dan kaki, Joko dan Jelita memberikan salam pada Faisal. Jelita memilih duduk di samping Ayu, sementara Joko di kursi tunggal di dekat Faisal. Jelita tak menunda waktu untuk segera berkenalan dengan Ayu.
"Hai, namaku Jelita." Jelita menyodorkan tangannya pada Ayu.
"Saya, Ayu, Mbak." sahut Ayu dengan malu-malu.
"Kamu beneran cantik seperti kata ibu. Mas cantik loh si Ayu. Itu masku namanya Joko." Ayu tanpa jedah berceloteh, membuat Ayu tersipu karena terus dipuji.
"Hmm," gumam Joko sambil menatap ke arah Ayu.
"Gimana kabar Ayah dan cabang di Sulawesi?" Joko mengalihkan pandangannya ke arah Faisal, ayahnya.
"Seperti yang kemarin sudah Ayah kirim laporan melalui email. Pihak pemilik kelapa sawit di sana, bersedia bekerja sama dengan kita. Mereka akan mengirimkan minyak mentah untuk diolah oleh pabrik kita." Faisal menyeruput kopinya.
Pria itu menyadari beberapa kali Joko menatap ke arah Ayu dan Jelita yang asyik berbincang. Jelita anak yang lincah dan mudah bergaul. Keberadaan Jelita selalu membuat suasana menjadi sangat ceria.
Faisal mengikuti arah pandang Joko dan menemukan betapa cantiknya Ayu ketika tertawa. Kedua lesung pipit gadis itu sangat dalam. Faisal jarang sekali melihat Ayu tertawa lepas ketika berada di Sulawesi. Gadis itu lebih sering berdiam diri di rumah bersama seorang pembantu, karena Malik terlalu mengkhawatirkan anaknya.
"Mas, Ayu masih delapan belas loh." Jelita tiba-tiba menatap ke arah Joko sambil mengeringkan matanya.
"Hmm," gumam Joko lagi.
"Jangan ham hem ham hem saja toh, Mas. Nanti dikira Ayu kamu itu sombong." Setelah mengkritik kakaknya Jelita menoleh ke arah Ayu. "Masku ini memang begitu, Ayu. Dia pemalu kalau dekat dengan wanita. Belum pernah pacaran." Perkataan Jelita membuat Ayu tersenyum manis.
"Ayu apa sudah pernah pacaran?" tanya Rianti.
"Tidak pernah, Bibi. Ayu sepulang sekolah di rumah saja." Gadis itu menundukkan kepalanya.
Di hadapan keluarga Faisal, Ayu merasa sedikit minder. Meskipun Jelita sangat ramah dan Rianti begitu perhatian, tetapi Ayu merasa jika dirinya begitu kecil di tengah mereka. Hanya keberadaan Faisal yang sudah dia kenal dan kagumi, membuat Ayu merasa tenang.
"Duh, cocok banget sama kamu, Mas." Jelita mengedipkan matanya penuh arti ke arah Joko. " Masku juga belum pernah pacaran, kerja trus di otaknya," bisik Jelita pada Ayu.
"Iya, Mbak," sahut Ayu kikuk.
Gadis itu merasa tidak nyaman dengan sikap Jelita yang seakan-akan menjodohkan dirinya dengan Joko. Ayu tak bisa menampik jika pemuda itu memang tampan dan gagah. Namun, senyuman dan wajah kharismatik yang dimiliki Faisal tetap menjadi pesona tersendiri bagi Ayu.
'Aku hanya menyukai Mas Faisal. Hanya mau dia,' batin Ayu.
"Bu, besuk bagaimana kalau kita ajak Ayu jalan-jalan ke Delta Plaza. Kayanya penampilan Ayu harus sedikit di rombak biar segar." Jelita menatap ibunya dengan ceria.
"Boleh, usul yang bagus." Rianti kemudian menoleh ke arah Joko dan Faisal. "kantor besok libur,'kan? Kita bisa keluar bersama-sama, ya Mas?"
Faisal tak kuasa menolak permintaan Rianti, dia mengangguk mengiyakan. Sebenarnya Faisal ingin menghabiskan hari minggu di rumah saja, tetapi ketika melihat bagaimana semua mata tertuju padanya penuh harap, Faisal mengalah.
"Kalian mandi dulu sana. Sebentar lagi kita akan makan malam bersama."
Joko dan Jelita mengiyakan perkataan ibunya dan segera masuk ke dalam rumah. Saat mereka menaiki tangga, Jelita tak dapat menahan diri untuk menggoda kakaknya.
"Mas, Mas, suka gak sama Ayu. Cantik dan pemalu loh, cocok dengan kamu." Jelita menyenggol lengan kakaknya.
Sudah dua minggu Ayu tinggal bersama di rumah Faisal. Sudah dua minggu pula sejak kejadian di kamar mandi berlalu. Penampilan gadis itu sudah mulai berubah dari sekedar memakai kaos ketat murahan, kini Ayu mulai tahu cara berpenampilan dan berdandan.Jelita yang baru lulus kuliah dan masih belajar bekerja di perusahaan milik Faisal, seringkali mendandani Ayu. Gadis itu pula memberikan beberapa barang dan pakaian terbaiknya untuk Ayu.Hari itu rumah Rianti dipenuhi dengan beberapa teman arisan. Mereka duduk dan menggosipkan banyak hal. Mulai dari sekolah online hingga harga barang yang tak menentu. Mulai dari vaksin hingga bintang terkenal yang sering memamerkan kekayaan mereka di situs online."Rianti, siapa dia?"Rianti menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh Sulastri, teman Sma sekaligus sahabat terbaiknya. Dia tersenyum ke arah Ayu yang masuk dengan senyum tipis. Di tangan gadis itu tampak nampan berisi beberapa gore
"Mas, apa ada yang perlu Ayu bantu?" Ayu menghampiri Joko saat pria itu sedang memotong tanaman di kebun.Hari sabtu sore itu rumah Faisal tampak sepi, hanya ada Jelita. Ayu dan Joko di rumah. Faisal sejak kemarin menemani Rianti untuk mengunjungi orang tua Rianti yang berada di daerah Lumajang dan mereka berencana menginap selama satu hari.Joko menghabiskan waktu senggangnya dengan merapikan tanaman di kebun. Pria itu sangat menyukai bercocok tanam dan lebih memilih mengurus taman di rumah sendiri daripada membayar tukang kebun."Tidak ada, Yu. Sebentar lagi mas Joko selesai." Joko mengusap peluh di wajahnya.Sinar matahari yang sejak tadi membakar dirinya tidak membuat pria muda itu lelah. Kulit kecoklatannya semakin legam terbakar sinar matahari. Ayu mengamati raut wajah Joko yang cukup tampan, hidung mancung, mata lebar dan bibir penuh. 'Kalau aku jadi menikah dengan Mas Faisal, apa mas Joko mau memanggilku ibu
Sementara itu di lantai atas, Ayu mengetuk pintu kamar Jelita dengan segelas es Cao di tangannya."Mbak Jelita, ini Ayu bawakan es cao.""Masuk, Yu, tidak dikunci." teriak Jelita di dalam kamar.Ayu membuka pintu kamar Jelita dan ini pertama kali dia masuk ke dalam kamar tersebut. Kamar yang lebih luas daripada kamar yang ditempatinya dengan banyak pernak-pernik berwarna merah muda. Beberapa boneka yang lucu, Ayu lihat di atas tempat tidur Jelita,"Makasih ya, Yu." bisik Jelita yang masih memegang handphone di tangannya.Ayu mengangguk dan hendak melangkah keluar kamar, ketika dengan cepat tangan Jelita menahannya. Kedipan di mata Jelita menandakan jika dia ingin Ayu tetap menamninya.Ayu memperhatikan Jelita yang masih menikmati percakapan di telepon, membuat Ayu yang tidak pernah pacaran menjadi heran. 'Mba Jelita bicara dengan siapa ya, kok pakai sayang-sayangan,' batin Ayu.Saat itu tib
Senja itu, Ayu bersama dengan Joko, Jelita dan Arjuna berjalan-jalan di Mall. Gadis yang berasal dari desa tersebut tidak dapat menutupi rasa senang di wajahnya ketika melihat pertokoan besar dan mewah tersebut. Menelusuri pertokoan yang menjual berbagai macam hal menarik, perhatian Ayu tertuju pada toko yang menjual pernak pernik wanita. Gadis itu pernah melihat hal tersebut di pasar, tetapi apa yang ada di tempat itu terlihat lebih bagus dan menarik. "Ayu mau beli jepit atau karet?" tanya Jelita yang melihat ketertarikan di mata gadis itu "Enggak, Mbak, Ayu hanya senang lihat warna-warna di toko itu terlihat indah." Ayu tersipu malu. "Ayo, kita masuk saja biar yang cowok menunggu di depan." Jelita menarik tangan Ayu. "Lihat Ayu, ini bagus."
Ini pertama kalinya pula Ayu menjejakkan kakinya di atas karet tebal di dalam gedung bioskop. Dia mengedarkan pandangan di sekeliling ruangan besar itu dan memperhatikan iklan film yang terpasang. Semua terlihat begitu menarik bagi gadis desa tersebut. "Ayu, pernah nonton bioskop?" bisik Jelita yang penasaran melihat raut wajah gadis itu. "Pernah, tetapi tidak di dalam gedung sebagus ini," sahut Ayu. "Ooo …." Jelita menggumam. "Biasanya nonton di lapangan, mbak. Kita bawa tikar atau kursi sendiri," lanjut Ayu. "Wah asyik dong, romantis, di bawah sinar bulan dan kerlip bintang-bintang." Jelita membayangkan dirinya berpelukan dengan Arjuna di lapangan sambil menonton kisah romantis.
Pagi itu, Ayu bangun lebih awal karena semalaman dia tidak dapat tidur dengan lelap. Gadis itu dengan menggunakan daster selututnya, memutuskan untuk keluar kamar dan menghirup udara segar di belakang rumah. Membayangkan kakinya bisa menjejaki bebatuan di taman belakang, membuatnya merasa senang.Ayu perlahan turun melewati kamar utama di rumah ini di lantai bawah. Dia berhenti sesaat membayangkan Faisal yang sedang berpelukan dengan Rianti di dalam kamar. Pagi tadi sepasang suami istri itu baru saja kembali dari Lumajang, sehingga kerinduan Ayu mulai terbayarkan.Seperti saat ini dengan hanya memandang pintu kamar Faisal, hatinya sudah berdebar-debar. Bisa dibayangkan bagaimana rasa jantungnya nyaris copot saat bertemu Faisal pagi tadi. Pipinya bersemu merah membayangkan saat itu, di mana mata mereka bertemu. Ayu yakin ada kilatan rindu juga dari pandang
Ayu tak dapat memejamkan matanya. Di atas tempat tidur yang sangat empuk, gadis itu membolak-balikan tubuhnya dengan gelisah. Ayu memeluk guling dengan erat dan mendesah, gadis itu membenamkan wajahnya di guling seakan sedang mencium seseorang."Mas …."Ayu tak dapat menghapus ingatannya akan kejadian saat pagi hari tadi, Faisal tiba-tiba tanpa sengaja menabrak tubuhnya. Sentuhan sekilas itu sudah memberikan getaran di hatinya. Ayu bisa menangkap jelas sorot mata gugup Faisal ketika mata mereka bertemu. Pria itu seketika menjauhinya saat mendengar suara langkah kaki dan senandung ceria Rianti.Siang yang sepi ini dari lantai atas kamarnya, Ayu yang sedang berbaring segera bangun dari tempat tidur ketika mendengar deru mobil di depan rumah. Hati gadis itu melonjak kegirangan ketika melihat Fa
"Mas, jangan pergi." Gadis itu menahan tangan kekar Faisal yang hendak menjauh."A--aku tidak boleh …." Ucapan Faisal terhenti ketika tiba-tiba Ayu menarik tangannya dan meletakan di dada gadis itu."Mas, rasakan debaran di jantungku. Selalu berdetak dengan cepat jika berada di dekatmu, sama halnya dengan jantungmu, bukan?" Ayu menahan tangan Faisal di dadanya, sementara tangan lain gadis itu diletakan di dada pria dihadapannya,"Mas, aku yakin kau memiliki perasaan yang sama denganku, bukan?""Tapi, Ayu … a--aku sudah menikah," desah Faisal dengan susah payah sementara kelembutan dan kekenyalan dada Ayu begitu menggoda tangannya."Aku tahu, Mas. Aku menyukaimu semenjak kita bertemu di Sulawesi dan d