MasukBRAKK!Boris menabrakkan tubuh Theo ke tembok beton. Suara benturan menggema di sel sempit itu. Theo terbatuk-batuk dan meringis kesakitanSeketika mata Evan berubah. Aura dingin mengalir dari tubuhnya, energi naga berputar dengan kecepatan tinggi. Boris boleh menyakiti dirinya, tapi tidak orang lain yang tidak bersalah."Lepaskan dia!" perintah Evan dengan suara serak. Boris yang merasa ditantang malah semakin marah. Dia menendang perut Theo sebagai bentuk tantangan balik."Theo, keluar dari sini!" perintah Evan.Dengan menahan sakit di seluruh tubuh, Theo berlari keluar sel sambil memegangi tulang rusuknya yang nyeri bukan main.Kini tinggal Evan dan Boris dalam ruang sempit itu. Atmosfer berubah mencekam, seperti sebelum badai dahsyat."Akhirnya!" Boris menyeringai sambil meregangkan jari-jarinya. "Sekarang kita bisa bermain dengan serius, Bocah!"Boris mengangkat kedua tangannya dalam posisi siap bertarung. "Ayo duel seperti pria sejati! Atau kau mau terus bersembunyi di ketiak ka
Dada Evan bergemuruh mendengar konfirmasi itu. Dr. William, satu-satunya orang baik di neraka ini, telah dibunuh."Kasusnya ditutup begitu saja sepuluh tahun yang lalu," Sasha melanjutkan dengan suara bergetar. "Polisi menganggapnya kecelakaan biasa. Ibuku berusaha memperjuangkan keadilan karena dia yakin suaminya dibunuh, tapi sia-sia. Tekanan dan stres itu akhirnya membuat ibu terkena stroke."Hati Evan tersentuh mendalam mendengar penderitaan yang dialami keluarga William. Pria baik itu tidak hanya kehilangan nyawa, tapi keluarganya juga hancur karenanya.*Aku bersumpah,* Evan mengetatkan gerahamnya, *aku akan mencari pembunuh Dr. William dan membalaskan dendam kalian.*"Di mana Dr. William ditemukan meninggal?" Evan bertanya ingin tahu.Sasha mengusap air mata dengan punggung tangannya sebelum menjawab. "Ayahku ditemukan di hutan, hanya satu kilometer dari Penjara Inferium. Kondisinya..." suaranya terputus sejenak. "Kondisinya mengerikan, ia disiksa sebelum dibunuh."Evan mengepal
Evan dan Theo berjalan bersama menuju ruang medis di lantai satu. Saat mereka menuruni tangga menuju lantai satu, semua mata memandang Evan dengan tatapan penasaran dan heran. Bisikan-bisikan mulai terdengar di antara para napi."Itu dia anak baru yang baru dihajar Boris tadi," salah satu napi berbisik."Lihat mukanya, kok seperti luka ringan saja?" yang lain menimpali.“Aneh, biasanya Boris menghajar orang pasti sampai buat mereka merangkak pun tak sanggup. Mengapa anak ini masih berjalan gagah?”Theo yang sebenarnya gugup diperhatikan napi begitu banyak, malah berbisik berusaha menenangkan Evan, "Jangan takut, aku akan melindungimu."Evan menahan senyum geli mendengar kata-kata itu. Dengan nada dingin ia menjawab, "Aku tak butuh perlindunganmu.""Aku adalah mastermu di sel 47," Theo bersikeras dengan bangga. "Jadi sudah sewajarnya aku melindungimu dari bahaya."Mereka melewati area tempat Boris sedang berkumpul dengan Samson dan beberapa napi lain. Boris sedang menceritakan dengan p
Evan berpegangan erat pada lis pagar, menahan keseimbangan tubuhnya agar tidak benar-benar terjatuh. Sebenarnya sangat mudah baginya untuk menghancurkan Boris hingga menjadi serpihan, tapi ia harus menahan diri demi menjaga penyamarannya.Boris dalam hati mulai merasa aneh. Ketika ia memukul perut Evan tadi, tangannya sendiri yang terasa sakit seperti menghantam baja. Dan sekarang, meski ia sudah menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong, pemuda ini tidak bergeming sama sekali.*Ada yang tidak beres dengan anak ini,* Boris berpikir sambil terus menekan. *Tapi di depan semua orang, aku tidak boleh terlihat lemah.*"Lihat dia gemetar ketakutan!" Boris berteriak ke bawah, menyembunyikan kebingungannya. "Inilah yang terjadi pada siapa saja yang berani melawan kekuasaan Monster Boys!"Para napi di bawah bersorak lebih keras, tapi Evan hanya tersenyum. Dia tahu penyamaran ini harus dimainkan dengan hati-hati. Terlalu kuat akan membongkar penyamarannya, terlalu lemah akan membuatnya me
Evan tetap sibuk merapikan tempat tidurnya, memasang sprei tipis dengan gerakan tenang seperti tak ada seorang pun di dalam sel kecuali dirinya. Sikap acuh tak acuh yang membuat Boris naik pitam. Ia belum pernah diremehkan sebelumnya."Hei Tuli, kau tidak dengar aku bicara?!" bentak Boris nyaris meledak karena merasa diabaikan habis-habisan.Evan akhirnya menoleh dengan gerakan sangat perlahan, menatap Boris dengan mata yang datar dan kosong dari emosi apapun. "Aku dengar. Tapi aku tidak tertarik dengan permainan anak kecil."Boris tertegun sejenak, tidak ada tahanan baru yang pernah meresponnya dengan sikap sedingin es seperti itu. Biasanya mereka sudah gemetar ketakutan atau berlutut memohon ampun sebelum ia berbuat apa-apa."Kau butuh pelajaran tentang rasa hormat," Boris melangkah mendekat dengan mata yang menyala berbahaya, tangannya yang sebesar palu godam hendak mencengkeram kepala Evan. "Dan aku akan memberikannya dengan sangat... sangat menyenangkan!"Tapi yang tidak disadari
Eric berjalan di samping Evan dengan langkah sengaja diperlambat. Mata sipir itu melirik ke arah Boris, memberikan isyarat mata tajam diikuti gerakan tangan yang hampir tak terlihat. Kode yang sudah dipahami oleh semua napi senior selama bertahun-tahun. *Beri pelajaran Anak Baru sampai dia kapok!*Boris mengangguk dengan senyum buas yang menampakkan gigi-gigi kuning dan busuk. Pria itu bangkit dari bangku kayu tempatnya duduk, otot-otot lengannya yang sebesar galon air bergerak ketika meregangkan tubuh seperti beruang baru bangun tidur."Hei, Anak Baru!" Boris berteriak ke arah Evan dengan suara serak yang menggetarkan jendela. "Mari bermain permainan yang menyenangkan!"Evan tidak menoleh, terus berjalan mengikuti Eric menuju tangga beton menuju lantai tiga dengan langkah yang sangat tenang. Tapi mata robotiknya sudah merekam semua wajah dan suara, menganalisis tingkat ancaman masing-masing."Aku bicara denganmu, Bodoh!" Boris mendekat dengan langkah menghentak lantai seperti gajah







