.Satu hal lagi yang membuatku heran sekarang, tubuh mantan suamiku itu terlihat putih sekali, padahal dulu Mas Ilyas pemilik kulit sawo matang."Hei apa yang kamu lakukan, Mirna!" Ilyas meronta sekaligus ketakutan karena ujung pisau menyentuh tenggorokannya."Diam kalian semua, kalau mau dia selamat dari pisauku maka lepaskan aku, dan jika diantara kalian ada yang mencoba melawanku maka darah segar akan bercucuran dari lehernya, suamimu bisa mati, Erina." Aku menyeringai.Kedua pengawal suami Delia diperintahkan mundur oleh tuannya, mereka semua terlihat berpikir, karena aku tak main-main, selangkah saja mereka maju maka pisauku tak segan menggores batang leher Ilyas."Lepaskan suamiku, Mirna!" teriak Erina ketakutan, wajahnya terlihat merah padam."Ya sudah kalau begitu kamu biarkan aku pergi, dan satu lagi beritahu di mana keberadaan putriku!" teriakku tak kalah kencang."Ok aku akan beritahu tapi lepaskan dulu suamiku." Erina terlihat bernegosiasi.Perlahan dapat kulihat pengawal
"Hai, Tante." Seorang perempuan muda berpakaian mini masuk dan menyapaku, ia teramat cantik dari ujung kepala hingga kaki.Perempuan itu mendekat sambil tersenyum lalu melewatiku begitu saja, ternyata ia menghampiri salah satu wanita yang ada di balik jeruji sana."Katrina, sekarang giliran elu," ucap wanita itu."Ah siap, Mer, udah ok belum?""Udah, sana-sana kelamaan nunggu tar dia marah lagi," jawab wanita yang bernama Meri itu."Halaah kalau marah tinggal disumpel pakai ini." Ia membusungkan buah dadanya yang besar.Lalu perempuan yang bernama Katrina itu keluar dari ruangan ini, sementara yang bernama Meri menghampiriku."Ayo, Tante, tempat tidurmu di sana." Ia menunjuk sebuah jeruji besi yang kosong.Karena lelah aku pun mengikutinya lalu berbaring di kasur yang lumayan empuk ini, begitu juga wanita yang bernama Meri ia ikutan duduk di sampingku."Saya heran kenapa Bram bawa tante-tante ke sini? Biasanya 'kan bawa perawan, atau gadis yang udah ga perawan." Lalu perempuan berambu
Aku melirik ke sekeliling, para perempuan itu sedang berganti pakaian terburu-buru, lalu mereka keluar setelah lelaki tadi membuka gembok jeruji besi satu persatu."Kamu juga keluar! Sana ikutan dengan mereka," titah lelaki itu padaku.Aku pun terpaksa keluar karena ia memerintah dengan begitu garangnya.Saat keluar dari gedung yang sedikit berlumut ini mataku terpaku, ternyata tempat ini seperti di tengah hutan, banyak pepohonan besar menjulang tinggi, bahkan rumput liar pun terlihat hijau mengelilingi tempat ini.Suara kicau burung bersahutan, udara pun terasa sejuk dan bersih, tapi sayang ini bukan surga melainkan neraka dunia."Ayo cepat!" teriak lelaki yang sepertinya penjaga di tempat ini.Mungkin ada sepuluh orang penjaga yang membawa senapan panjang, tak hanya itu ternyata di ruangan sebelah pun keluar para perempuan muda, jika dihitung mungkin jumlah mereka ada dua puluh orang sedangkan yang tidur satu ruangan denganku berjumlah sekitar lima belas orang.Tak hanya itu pintu k
"Iya, Delia, wanita itu tidak pernah putus asa untuk memberontak, malam ini dia pasti hadir di sel kita, lihat saja."Napasku mendadak tersengal jika yang dimaksud Meri ini adalah Delia putriku maka saat itu juga aku akan nekat membunuh mereka semua."Kerja yang bener jangan sambil ngobrol! Ga dikasih makan siang ini baru tahu rasa!" bentak salah satu penjaga padaku dan Meri."Iya iya tadi dia cuma nanya kok," sahut Meri sambil mendelik, ia pun berjalan menjauhiku.Tak terasa air mata ini menetes jika benar saja Delia berada di sini, hidup dalam neraka selama bertahun-tahun lamanya.Mataku menatap iba pada gadis-gadis yang berpenampilan sexi sedang mencari batu, diantara mereka ada yang terlihat pasrah dan ada juga yang terlihat biasa saja, mungkin mereka sudah terbiasa dengan keadaan."Hei makan!" teriak salah satu penjaga yang membawa wadah besar, lalu penjaga yang lainnya membawa segalon air."Hei kamu! Besok Ilyas dan Erina akan kemari aku harap kamu mau menandatangani surat itu y
"Dia juga sama sih korban Lastri, soal asal-usulnya aku belum tahu, dan kalau umur kudengar dia baru sembilan belas tahun."Aku bernapas lega, kemungkinan gadis malang itu bukan putriku, dari bentuk tubuhnya pun terlihat kurus dan pendek, berbeda dengan Poto Delia di pernikahannya waktu itu, ia terlihat kurus tapi posturnya tinggi seperti Mas Ilyas.*Entah pukul berapa aku tertidur sejak siang, dari cuaca yang mulai dingin sepertinya ini sudah masuk waktu Maghrib, aku melirik ke samping terlihat Meri sedang mengecek kukunya."Ini jam berapa sih, Mer?""Engga tahu, Tan, di sini ga ada jam," jawabnya enteng.Padahal aku ingin salat magrib, sejak datang kemari aku belum menunaikan salat, karena tubuh yang sakit dan lemah, juga kesulitan untuk mengambil air wudhu."Aku mau ke toilet, bagaimana caranya?" tanyaku pada Meri."Buka saja pintu itu." ia menunjuk sebuah pintu tepat di sebelah kasurku.Aku baru sadar jika ruangan ini ada pintu yang lain, dan ternyata benar di dalam sel ini ada s
"Maksudmu?" tanyaku tanpa berpaling menatap Delia."Yang sekarang kamu lihat itu bukan Pak Ilyas, tapi si bi*d*b Ali, bertahun-tahun lelaki itu memalsukan identitasnya," ucap Delia sambil meringis menahan sakit di tubuhnya.Ternyata inilah jawaban dari pertanyaan penemuan paspor bernama Ali Kusuma di kamar itu, lalu apa hubungan Mas Ilyas dan Ali? Apa mereka saudara? Atau jangan-jangan saudara kembar?"Apa kamu tahu hubungan Ali dengan Ilyas itu apa?"Delia menggeleng lemah."Aku tidak tahu soal itu, Tante." Gadis malang itu menatapku intens."Apa Tante kenal dengan Pak Ilyas?" Aku tersenyum miring. "Dia mantan suamiku, kami sudah terpisah dua puluh tahun yang lalu.Dahulu sebelum dipenjara ia memang pernah bercerita ingin membangun panti asuhan anak yatim, agar kelak bisa menjadi syafaat untuknya di akhirat."Mantan istri?" Delia seperti keheranan.Aku mengangguk."Lalu kenapa bisa di sini?" Ia bertanya lagi."Panjang ceritanya, Del, tapi aku mau tahu apa yang kamu ketahui tentang M
"Maksudmu dia putriku? Kebetulan sekali putriku bernama Delia, apa kamu tahu banyak tentang dia?"Aku sungguh tak sabar menantikan ia bicara, entahlah gadis ini terlalu berbelit-belit saat bercerita, mungkin itu pengaruh usia juga tekanan yang selama ini dijalani olehnya."Ya, waktu itu ia dipaksa menikah dengan Bram, tapi gadis itu ga mau, mereka menghajar gadis itu habis-habisan di hadapan kami semua, hingga akhirnya ia menyerah.""Lalu?" selaku, merasa tak sabar menunggu ia bicara selanjutnya."Waktu itu ia bertanya 'kenapa papa tega pada anak sendiri? Tetapi Ali malah tertawa dan saat itulah ia mengakui semuanya, jika dia bukan Ilyas yang mendirikan panti asuhan itu, tapi dia Ali.""Kamu tahu Ali itu siapa? Keluarga Pak Ilyas atau bukan?""Tidak tahu, Tante, aku ga terlalu mengingat kejadian itu."Aku berdecak kesal merasa geregetan dengan informasi yang diberikan Delia setengah-setengah."Lalu kamu tahu saat itu Delia dibawa ke mana?" tanyaku lagi."Aku ga tahu, Tante, yang jelas
"Hajar!"Ambil semua senjatanya!""Masukan ke dalam kerangkeng!""Hajar!""Cari bensin di belakang!"Suasana riuh, aku bingung harus melangkah ke mana saat ini, para gadis itu menghajar semua penjaga, mereka merampas senjata para penjaga dengan bringas.Tak hanya itu mereka juga menembak satu persatu para penjaga hingga mereka tergeletak berlumuran darah.Saat ingin melangkah ke luar tiba-tiba gadis dari kerangkeng sebelah muncul menerobos masuk ke ruangan ini, beruntung aku sampai tak terjatuh."Ayo kejar si b*adab, Bram itu! Aku ingin menc*nc*ng kemaluannya lalu kuberikan pada hewan buas!" teriak satu orang gadis yang kini tengah naik ke sebuah mobil Jeep, bersiap mengejar Bram yang telah kabur lebih dulu.Salah satu gadis itu menyetir mobil tersebut dan mengejar Bram yang sudah kabur di depan sana, sedangkan Ilyas dan Erina entah lari ke mana mereka, bisa juga ada di dalam dihajar para gadis itu."Ayo semua keluar! Tempat ini harus hancur!" teriak gadis itu, tak lama kobaran api me