Share

Bab 5

Penulis: Ricny
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-25 14:52:24

Ah aku harap keputusanku membawa Ranti pergi bukanlah keputusan yang salah, aku hanya ingin menyelamatkan Ranti dari ketidakberdayaan dan ulah keluargaku yang senang memanfaatkannya.

Lagipula aku menikahinya untuk kujadikan pendamping hidup, bukan untuk menjadi pembantu, enak saja.

"Ya udah nanti Haris ambil lagi uang gaji Haris ke Kania," jawab Mas Haris akhirnya dengan nada suara yang frustasi.

"Bagus, gitu dong, lagian si Kania kan juga kerja, gak usahlah kamu kasih dia uang, biar uangmu buat berobat Bapak saja, kamu kasih semua ke Ibu," kata Ibu lagi, berusaha sekuat tenaga agar anak lelakinya itu mau menuruti beliau.

"Ya udah iya." Lagi-lagi Mas Haris setuju walau dari nada suaranya kudengar tampak sangat berat.

Bagaimana tidak berat? Walau bagaimanapun siapa sih yang ingin urusan keuangan dan urusan rumah tangganya dicampuri orang lain?

Walau yang mencampurinya adalah ibu sendiri, rasanya tetap saja berat.

Alih-alih menikah untuk bahagia malah terancam kandas di tengah jalan.

Cukup lama berdiri di dekat pintu, akhirnya aku meneruskan langkah sebab ingin segera menyelesaikan urusanku ke kamar mandi.

"Eh Rid udah dateng?" Ibu bangkit dari kursinya setelah melihatku lewat di depan mereka.

Akhirnya aku melipir sebentar ke dekat meja makan sambil kucium punggung tangan beliau.

"Iya barusan," jawabku.

"Oh udah sadar kamu hidup di kontrakan itu gak enak?" sahut Mas Haris sinis.

"Hust." Ibu menyikut tangan Mas Haris menyuruh kakakku itu untuk tak banyak bicara.

Refleks keningku mengkerut, kenapa tampak sekali ibu lebih membelaku sekarang? Bukankah aku sudah dikatakan anak durhaka kemarin?

Tapi ya sudahlah biarkan saja, segera kuteruskan langkah ke kamar mandi dan menyelesaikan urusanku.

__________

Selesai dari kamar mandi, aku kembali ke depan. Di ruang keluarga semuanya sudah berkumpul.

Mas Haris, Mbak Kania, Suci, Ibu dan juga Ranti sudah ada di sana.

Aku pun mengambil tempat dan duduk di dekat Ranti.

"Jadi gini Rid, sebetulnya Ibu gak enak mau ngomongnya, tapi ... gimana ya?" Ibu mulai bicara.

"Gimana apanya, Bu?" tanya Ranti kemudian.

Ibu tersenyum pada istriku, aku sampai terheran-heran, selama ini beliau selalu kecut dan bersikap seenaknya pada Ranti tapi kenapa sekarang setelah kami pindah rumah Ibu jadi baik dan manis sekali?

Apakah benar ada yang sedang ibuku inginkan?

"Begini loh Ran, karena Bapak masih sakit dan gak ada yang jaga, apa kamu mau tinggal lagi di sini? Kasihan kalau kami kerja Bapak hanya tinggal sendirian di rumah," ujar Ibu lagi.

Aku menghela napas berat saat mendengarnya, tepat dugaanku ternyata, ada udang di balik rempeyek.

Pantas saja sekarang Ibu baik dan manis sekali pada kami, omongannya juga udah kayak pemain sinetron ftv, sangat hati-hati dan dibuat-buat supaya kami percaya.

Ternyata oh ternyata. Semua itu agar kami tinggal lagi rumah ini.

Ah tapi aku tak akan percaya lagi, mendengar ucapan ibu dan balik lagi ke rumah ini hanya akan membuat Ranti kembali menjadi pembantu, apalagi tadi kata Bapak beliau juga tak keberatan kami pindah rumah.

Malah Bapak dukung sepenuhnya kami hidup mandiri agar kami merasakan bagaimana membangun rumah tangga yang sebetulnya.

"Gimana Ran?" Ibu bertanya lagi pada Ranti yang sedang berpikir bimbang.

"Enggak!" Akhirnya aku yang menjawab.

Semua wajah menoleh padaku.

"Kami gak akan tinggal di sini lagi," imbuhku.

Wajah Ibu mulai merah padam, jelas sekali terlihat beliau sedang menahan amarahnya.

"Loh Kak kenapa begitu, Kak? Tinggal bersama-sama kan lebih enak, rame dan seru, Kakak juga gak perlu lagi bayar kontrakan tiap bulan." Suci menyahut dan berusaha meyakinkanku.

Tapi aku juga sudah muak pada anak itu. Dia sama saja dengan Ibu, pandai sekali bersandiwara dan memanfaatkan orang lain demi kepentingannya sendiri.

Dia pikir aku tidak tahu bahwa ia berubah manis dan mendadak sopan pada kami, agar kami percaya dan mau tinggal lagi di rumah ini?

Jelas saja Suci akan merayu kami agar kami mau tinggal lagi bersama mereka karena jika Ranti ada lagi di rumah ini keberadaannya akan mengurangi tugas-tugas yang diberikan ibu padanya.

"Kami lebih nyaman tinggal terpisah meski cuma di kontrakan," ucapku lagi tanpa ragu.

Semua orang menarik napas berat mendengarku bersikukuh dengan keputusanku.

Setelah hening beberapa saat. Ibu lalu mengambil tempat di sebelahku.

"Begini Ridho ... Ibu paham pasti kamu lebih nyaman tinggal berdua dengan Ranti, tapi Ibu mohon kesadarannya ya Nak, kasihan Bapak, di sini gak ada yang urus." kata beliau.

Aku membuang napas kasar. Mulai deh ibu keluarkan jurus andalannya.

Untung saja tadi Bapak sudah kasih aku wejangan untuk tidak terlalu memikirkan ucapan Ibu.

"Kalau soal Bapak Ibu tenang saja, karena Ridho akan carikan suster untuk merawatnya selama kalian gak ada di rumah," ucapku akhirnya.

Ibu bergeming sebentar dengan alis menaut.

"Em ya sudah kalau itu keputusanmu Rid, Ibu sih dukung aja," kata beliau akhirnya.

"Loh kok gitu sih, Bu?" Si Suci menyahut keberatan, tampak sekali anak itu memang ingin sekali istriku kembali ke rumah ini.

"Iya Ibu gimana sih?" Mbak Kania juga ikut menyahut dengan wajah kesal.

"Ya gak apa-apa dong, itu kan pilihan Ridho. Orang perawatnya juga Kakakmu yang akan bayar, iya 'kan Rid?" tanya Ibu di akhir kalimatnya.

"Iya Ridho yang akan bayar," jawabku mantap.

Wajah Ibu tampak berseri-seri mendengar ucapanku, sementara si Suci dan Mbak Kania menekuk wajah kesal.

"Tapi setelah Ridho berhasil carikan perawat untuk Bapak, maaf kalau Ridho gak akan transfer lagi uang setengah gaji Ridho seperti biasanya," imbuhku.

Ibu terperangah dengan mulut menganga, wajahnya yang tadi berseri-seri berubah tak enak.

"Loh kok gitu?"

"Iya palingan Ridho akan kasih semampunya aja buat makan Ibu, nominalnya gak pasti, bagaimana situasi saja," jawabku tegas sambil bersender di badan sofa.

"Ya gak bisa gitu dong Ridho," imbuh Ibu lagi bernada keberatan.

"Loh uang yang biasa Ridho transfer itu untuk biaya pengobatan dan perawatan Bapak kan? Kalau biaya perawatan Bapak sudah Ridho tanggung lalu untuk apa Ridho transfer setengah gaji lagi?"

Ibu pun menelan salivanya dengan wajah pias.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Siti Zulaikah
ridho okeeee
goodnovel comment avatar
Lusi Agustina
nhaaaa...yg ky Ridho ini q seneng.....tegas& punya sikap. siip Ridho, kalau nggak suami... siapa yang akan menjaga istri???
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
suka gaya Ridho...tegas...pertahankan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 48

    "Benar 'kan apa kata Ibu? Si Suci memang pelakunya, dasar anak kurang ajar." Ibu geram dan tak bisa mengendalikan emosinya. Beliau pun melangkah ke dalam dengan emosi yang meluap-luap, aku tak bisa mencegahnya sebab langkah ibu yang terlalu cepat seperti kilat. "Suciii." Ibu berteriak di bibir pintu.Suci menoleh dengan wajah terkejut."Kalian?"Tapi kemudian anak itu tertawa kencang."Oh hahaha baguslah kalian sudah datang," ujarnya menantang sambil melotot ke arah kami.Sementara tangan kanan nya memegang sebilah bambu. Rupanya selama diculik istriku disiksa oleh si Suci dengan sebilah bambu itu karena saat kulihat Ranti ia tengah terikat dengan luka-luka lebam di sekitar kaki dan tangannya."Apa yang kamu lakukan pada istriku Suci? Lepaskan dia!" semburku."Dia??" Suci menunjuk kearah Ranti."Hahaha aku gak akan pernah melepaskannya, coba saja kalau kalian bisa lepaskan, lepaskan saja." Suci lalu mengayunkan sebilah bambu yang dipegangnya itu dan hendaknya memukulkannya pada Ran

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 47

    Aku mematung sebentar, perkataan ibu mungkin ada benarnya tapi apa iya si Suci yang menculik istriku? Untuk apa ia melakukan itu? Dan kenapa harus Ranti? Anak itu memang nekat? Tapi aku harap Jika benar Ranti diculik sama dia, semoga Ranti baik-baik saja dan suci tidak melakukan apapun pada istriku. "Apa Ibu yakin bisa Suci yang melakukannya?" tanyaku lagi, memastikan."Ibu yakin sekali, gak mungkin orang lain, si Suci pasti si Suci."Aku manggut-manggut, sekarang aku sama yakin nya dengan ibu. Bedebah kalau sampai si Suci yang melakukannya, aku pasti akan menangkapnya dan menyeretnya kembali ke dalam penjara. "Tapi kira-kira untuk apa ia melakukan ini, Bu?" Aku bicara lagi."Jangan bodoh Ridho, orang yang sedang dendam apapun akan dilakukan demi hatinya merasa puas."Benar juga apa yang dikatakan ibu."Sekarang kita harus berpikir gimana caranya kita bisa menangkap si Suci dan mencari bukti bahwa dialah yang sudah menculik Ranti," kata Ibu lagi.Aku dan ibu pun diam mencoba menca

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 46

    Pov Ridho."Ada apa, Bang?" tanya Ranti."Suci kabur.""Apa?" sahut Ibu di belakang."Iya, Bu, katanya Suci kabur dari tahanan.""Ya Tuhan bisa-bisa nya si Suci kabur, itu tahanan atau tempat apa? menjaga anak bau kencur saja tidak bisa." Ibu terdengar makin kesal."Entahlah," balasku sama kesalnya.Mobil pun melaju semakin kencang, gara-gara kabar kaburnya suci dari lapas membuat kami semua resah dan ingin segera sampai ke rumah. Entah apa yang sudah terjadi, kok bisa-bisanya si Suci kabur dari Lapas.Ya Tuhan Semoga saja anak itu tidak berbuat ya aneh-aneh.-Pukul 3 sore kami sampai di rumah.kami langsung masuk dan beristirahat sebab perjalanan yang kami tempuh cukup jauh, lebih-lebih kami tidak menyempatkan diri untuk beristirahat di rest area tadi siang tadi.Malam hari aku menghubungi pengacaraku. Ia ternyata sudah mengetahui tentang kaburnya suci dari lapas."Iya ini juga sedang saya usahakan, Pak, katanya lapas sedang ada perbaikan, Suci meminta izin untuk membeli pembalut

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 45

    "Aduh jauh juga ya Ran rumahmu ini, Ibu sampe encok," katanya sambil memegangi pinggang yang sakit.Memang lumayan juga perjalanan dari Jakarta ke Kuningan-Jabar.Bisa 6 sampai 7 jam perjalanan, sayangnya ke Kuningan belum ada kereta atau pesawat jadi hanya bisa ditempuh dengan mobil saja."Emang jauh. Bu, gak ada AC lagi," sahut Ayah lagi-lagi setengah menyindir."Aa." Bunda memberi kode. Spontan ayah pun nyengir.Kami masuk ke dalam rumah. Di dalam makanan enak sudah tersedia, rupanya Bunda menelepon Bik Mursi untuk menyiapkannya saat tadi kami akan pulang."Ayo pada makan dulu, perjalanan jauh capek." Bunda menggelar karpet di ruang keluarga dan mulai menaruh nasi serta lauk pauknya di tengah-tengah."Eh kok udah ada makanan aja, Bu?" tanya Ibu keheranan."Kalau hidup di kampung emang gak usah khawatir Bu, jangankan makanan, uang saja berhamburan di luar rumah," sahut Ayah. Bunda menggeleng kepala."Eh masa sih?""Kalau enggak percaya nanti ikut jalan-jalan keliling desa.""Aa." B

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 44

    PoV Ranti."Ran, kamu berhasil, Ibu sudah menyesali semua perbuatan buruknya sama kita terutama sama kamu, kamu hebat," bisik Bang Ridho di telingaku.Karena tubuhku masih lemas dan tak bisa bergerak aku hanya membalas dengan senyuman."Kamu seneng 'kan? Makanya kamu harus cepat sembuh ya sayang," ucap Bang Ridho lagi.Aku memejamkan mata."Iya, Bang.""Saya juga mau lihat anak saya, Sus." Kudengar suara gaduh Bunda dan Ayah di luar.Mereka tampak memaksa ingin masuk ke dalam."Maaf Bu, tapi di dalam hanya boleh dua orang saja yang menjenguk."Ibu mertua bangkit, beliau menatapku sekali lagi sebelum akhirnya beliau mengalah dan memberi kesempatan untuk Bunda masuk bergantian."Cepet sembuh ya Lus," katanya pelan nyaris tak terdengar.Sejurus dengan itu ada bagian di hatiku yang rasanya teriris, kali ini bukan karena hal yang menyakitkan tapi karena terharu sekaligus tak percaya ibu mertuaku kini sudah bisa membuka hatinya untuk menerimaku.Ibu mertua keluar, Bunda tergesa-gesa masuk k

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 43

    "Bisa, Ibu sudah jauh lebih baik hari ini."Aku tersenyum lebar seraya mengusap dada, untunglah aku diberi kesempatan mendonor untuk Ranti. Semoga dengan cara ini aku bisa menebus sedikit kesalahanku padanya.Selesai dilakukan pemeriksaan aku dibawa ke ruang khusus, di sana segera darahku diambil.Selesai melakukan donor aku kembali dibawa ke ruang rawat inap, sebetulnya aku merasa sudah lebih baik tapi dokter menyarankanku agar aku tetap dirawat dulu sampai 2 hari ke depan, lebih-lebih karena aku baru saja melakukan donor."Makasih Bu, Ridho pikir Ibu--.""Ibu minta maaf ya Rid, penyesalan memang selalu datang di akhir," potongku.Ridho mengangguk ragu, kasihan dia, gara-gara aku yang keterlaluan Ridho mau tak mau harus rela menerima batunya juga.Entah bagaimana keadaan Ranti sekarang, semoga menantuku itu bisa sehat kembali."Kapan operasinya dimulai?""Sekarang sedang dipersiapkan Bu dan akan segera dimulai.""Bawa Ibu ke depan ruang operasi Rid, Ibu ingin menunggu Ranti juga di s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status