Share

Bab 5

Ah aku harap keputusanku membawa Ranti pergi bukanlah keputusan yang salah, aku hanya ingin menyelamatkan Ranti dari ketidakberdayaan dan ulah keluargaku yang senang memanfaatkannya.

Lagipula aku menikahinya untuk kujadikan pendamping hidup, bukan untuk menjadi pembantu, enak saja.

"Ya udah nanti Haris ambil lagi uang gaji Haris ke Kania," jawab Mas Haris akhirnya dengan nada suara yang frustasi.

"Bagus, gitu dong, lagian si Kania kan juga kerja, gak usahlah kamu kasih dia uang, biar uangmu buat berobat Bapak saja, kamu kasih semua ke Ibu," kata Ibu lagi, berusaha sekuat tenaga agar anak lelakinya itu mau menuruti beliau.

"Ya udah iya." Lagi-lagi Mas Haris setuju walau dari nada suaranya kudengar tampak sangat berat.

Bagaimana tidak berat? Walau bagaimanapun siapa sih yang ingin urusan keuangan dan urusan rumah tangganya dicampuri orang lain?

Walau yang mencampurinya adalah ibu sendiri, rasanya tetap saja berat.

Alih-alih menikah untuk bahagia malah terancam kandas di tengah jalan.

Cukup lama berdiri di dekat pintu, akhirnya aku meneruskan langkah sebab ingin segera menyelesaikan urusanku ke kamar mandi.

"Eh Rid udah dateng?" Ibu bangkit dari kursinya setelah melihatku lewat di depan mereka.

Akhirnya aku melipir sebentar ke dekat meja makan sambil kucium punggung tangan beliau.

"Iya barusan," jawabku.

"Oh udah sadar kamu hidup di kontrakan itu gak enak?" sahut Mas Haris sinis.

"Hust." Ibu menyikut tangan Mas Haris menyuruh kakakku itu untuk tak banyak bicara.

Refleks keningku mengkerut, kenapa tampak sekali ibu lebih membelaku sekarang? Bukankah aku sudah dikatakan anak durhaka kemarin?

Tapi ya sudahlah biarkan saja, segera kuteruskan langkah ke kamar mandi dan menyelesaikan urusanku.

__________

Selesai dari kamar mandi, aku kembali ke depan. Di ruang keluarga semuanya sudah berkumpul.

Mas Haris, Mbak Kania, Suci, Ibu dan juga Ranti sudah ada di sana.

Aku pun mengambil tempat dan duduk di dekat Ranti.

"Jadi gini Rid, sebetulnya Ibu gak enak mau ngomongnya, tapi ... gimana ya?" Ibu mulai bicara.

"Gimana apanya, Bu?" tanya Ranti kemudian.

Ibu tersenyum pada istriku, aku sampai terheran-heran, selama ini beliau selalu kecut dan bersikap seenaknya pada Ranti tapi kenapa sekarang setelah kami pindah rumah Ibu jadi baik dan manis sekali?

Apakah benar ada yang sedang ibuku inginkan?

"Begini loh Ran, karena Bapak masih sakit dan gak ada yang jaga, apa kamu mau tinggal lagi di sini? Kasihan kalau kami kerja Bapak hanya tinggal sendirian di rumah," ujar Ibu lagi.

Aku menghela napas berat saat mendengarnya, tepat dugaanku ternyata, ada udang di balik rempeyek.

Pantas saja sekarang Ibu baik dan manis sekali pada kami, omongannya juga udah kayak pemain sinetron ftv, sangat hati-hati dan dibuat-buat supaya kami percaya.

Ternyata oh ternyata. Semua itu agar kami tinggal lagi rumah ini.

Ah tapi aku tak akan percaya lagi, mendengar ucapan ibu dan balik lagi ke rumah ini hanya akan membuat Ranti kembali menjadi pembantu, apalagi tadi kata Bapak beliau juga tak keberatan kami pindah rumah.

Malah Bapak dukung sepenuhnya kami hidup mandiri agar kami merasakan bagaimana membangun rumah tangga yang sebetulnya.

"Gimana Ran?" Ibu bertanya lagi pada Ranti yang sedang berpikir bimbang.

"Enggak!" Akhirnya aku yang menjawab.

Semua wajah menoleh padaku.

"Kami gak akan tinggal di sini lagi," imbuhku.

Wajah Ibu mulai merah padam, jelas sekali terlihat beliau sedang menahan amarahnya.

"Loh Kak kenapa begitu, Kak? Tinggal bersama-sama kan lebih enak, rame dan seru, Kakak juga gak perlu lagi bayar kontrakan tiap bulan." Suci menyahut dan berusaha meyakinkanku.

Tapi aku juga sudah muak pada anak itu. Dia sama saja dengan Ibu, pandai sekali bersandiwara dan memanfaatkan orang lain demi kepentingannya sendiri.

Dia pikir aku tidak tahu bahwa ia berubah manis dan mendadak sopan pada kami, agar kami percaya dan mau tinggal lagi di rumah ini?

Jelas saja Suci akan merayu kami agar kami mau tinggal lagi bersama mereka karena jika Ranti ada lagi di rumah ini keberadaannya akan mengurangi tugas-tugas yang diberikan ibu padanya.

"Kami lebih nyaman tinggal terpisah meski cuma di kontrakan," ucapku lagi tanpa ragu.

Semua orang menarik napas berat mendengarku bersikukuh dengan keputusanku.

Setelah hening beberapa saat. Ibu lalu mengambil tempat di sebelahku.

"Begini Ridho ... Ibu paham pasti kamu lebih nyaman tinggal berdua dengan Ranti, tapi Ibu mohon kesadarannya ya Nak, kasihan Bapak, di sini gak ada yang urus." kata beliau.

Aku membuang napas kasar. Mulai deh ibu keluarkan jurus andalannya.

Untung saja tadi Bapak sudah kasih aku wejangan untuk tidak terlalu memikirkan ucapan Ibu.

"Kalau soal Bapak Ibu tenang saja, karena Ridho akan carikan suster untuk merawatnya selama kalian gak ada di rumah," ucapku akhirnya.

Ibu bergeming sebentar dengan alis menaut.

"Em ya sudah kalau itu keputusanmu Rid, Ibu sih dukung aja," kata beliau akhirnya.

"Loh kok gitu sih, Bu?" Si Suci menyahut keberatan, tampak sekali anak itu memang ingin sekali istriku kembali ke rumah ini.

"Iya Ibu gimana sih?" Mbak Kania juga ikut menyahut dengan wajah kesal.

"Ya gak apa-apa dong, itu kan pilihan Ridho. Orang perawatnya juga Kakakmu yang akan bayar, iya 'kan Rid?" tanya Ibu di akhir kalimatnya.

"Iya Ridho yang akan bayar," jawabku mantap.

Wajah Ibu tampak berseri-seri mendengar ucapanku, sementara si Suci dan Mbak Kania menekuk wajah kesal.

"Tapi setelah Ridho berhasil carikan perawat untuk Bapak, maaf kalau Ridho gak akan transfer lagi uang setengah gaji Ridho seperti biasanya," imbuhku.

Ibu terperangah dengan mulut menganga, wajahnya yang tadi berseri-seri berubah tak enak.

"Loh kok gitu?"

"Iya palingan Ridho akan kasih semampunya aja buat makan Ibu, nominalnya gak pasti, bagaimana situasi saja," jawabku tegas sambil bersender di badan sofa.

"Ya gak bisa gitu dong Ridho," imbuh Ibu lagi bernada keberatan.

"Loh uang yang biasa Ridho transfer itu untuk biaya pengobatan dan perawatan Bapak kan? Kalau biaya perawatan Bapak sudah Ridho tanggung lalu untuk apa Ridho transfer setengah gaji lagi?"

Ibu pun menelan salivanya dengan wajah pias.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lusi Agustina
nhaaaa...yg ky Ridho ini q seneng.....tegas& punya sikap. siip Ridho, kalau nggak suami... siapa yang akan menjaga istri???
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
suka gaya Ridho...tegas...pertahankan...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status